Debat Cawapres Tanpa Perdebatan Berarti
JAKARTA, KOMPAS Debat ketiga Pemilu 2019 antara calon wakil presiden Ma’ruf Amin dan Sandiaga Salahuddin Uno, Minggu (17/3/2019), cenderung berlangsung datar. Meski kedua cawapres mampu mengelaborasi sejumlah gagasan, gagasan yang disampaikan dinilai masih belum detail untuk bisa menjawab sikap skeptis publik.
Debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum dan Grup Trans Media itu membahas isu pendidikan, ketenagakerjaan, kesehatan, serta sosial dan kebudayaan.
Sepanjang debat yang berlangsung sekitar dua jam dan terbagi dalam enam segmen ini, data Litbang Kompas menunjukkan hanya tujuh kali dua cawapres saling kritik. Itu, misalnya, terjadi saat Amin menyampaikan gagasan untuk membentuk Badan Riset Nasional. Sandi menyampaikan gagasan itu hanya akan menambah birokrasi. Amin lalu merespons program itu tidak menambah lembaga, tetapi hanya menyatukan dan mengefisienkan lembaga riset.
Dua isu penting
Hasil jajak pendapat Litbang Kompas 13-14 Maret 2019 melibatkan 528 responden di 16 kota besar di Indonesia menunjukkan, pendidikan (38,1 persen) dan ketenagakerjaan (32,2 persen) menjadi tema yang dianggap responden paling mendesak diselesaikan capres-cawapres.
Jajak pendapat juga menunjukkan sikap skeptis responden bahwa para kandidat bisa menyelesaikan masalah pemerataan prasarana dan pelayanan pendidikan serta pemenuhan lapangan pekerjaan. Ada 30-49 persen responden yang tidak yakin pasangan Jokowi-Amin dan Prabowo-Sandi bisa memperbaiki kondisi di dua persoalan itu jika terpilih.
Dalam debat, Amin menyampaikan di ketenagakerjaan, dirinya akan mendorong pengembangan perusahaan rintisan yang bisa menyediakan lapangan pekerjaan. Ia juga akan merevitalisasi sekolah menengah kejuruan, politeknik, dan akademi.
Di bidang pendidikan, Amin akan membentuk badan riset nasional, pengembangan riset antara dunia usaha dan dunia industri, serta memberi beasiswa hingga jenjang kuliah.
Sementara itu, Sandi menyampaikan akan meningkatkan dana riset dan teknologi, serta mendorong kolaborasi pendanaan riset dengan dunia usaha.
Sandi juga akan mengganti sistem ujian nasional dengan program penjurusan minat dan bakat. Di bidang ketenagakerjaan, ia mendorong usaha mikro kecil menengah untuk menyerap lapangan kerja, serta program link and match dunia pendidikan dan dunia kerja.
Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia Aditya Perdana menilai pertukaran gagasan kedua cawapres mampu mengeluarkan substansi dari tema debat. Namun, ia menekankan, tidak ada perdebatan gagasan yang dilakukan keduanya. ”Ada gagasan baru yang ditampilkan, tetapi keduanya tidak saling menyerang gagasan,” ujarnya.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor menambahkan, gagasan yang telah disampaikan kedua cawapres cukup baik. Oleh karena itu, ia menekankan, gagasan itu perlu disosialisasikan lebih lanjut di sisa masa kampanye.
Belum detail
Namun, sejumlah pemerhati pendidikan dan ketenagakerjaan menilai gagasan yang disampaikan cawapres belum detail. Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy W Sinaga berpendapat, program kedua cawapres mirip satu sama lain dan terkesan hanya bermain pemilihan kata.
Tidak ada program yang terlalu istimewa. ”Program ketenagakerjaan capres dan cawapres semestinya membumi. Implementasinya cepat dan tepat sasaran, bukan malah membuang-buang anggaran negara,” ujar Andy.
Sementara itu, terkait isu pendidikan, Amin dan Sandi terkesan berorientasi pada hal materialistis dan berjangka pendek. Padahal, tujuan utama pendidikan membangun manusia yang insani.
Direktur Sanggar Anak Akar Susilo Adinegoro mengatakan, debat hanya bersifat ”jualan” untuk kepentingan elektoral. Tak ada yang membahas falsafah pembangunan bangsa yang di dalamnya pemberdayaan sumber daya manusia menjadi kunci.
Pendapat serupa dikemukakan Guru Besar Pendidikan Universitas Negeri Jakarta Fasli Jalal. ”Tak mungkin mengembangkan riset dan inovasi tanpa ada kemampuan berpikir canggih. Masalahnya, kemampuan berpikir canggih yang semestinya dipupuk di pendidikan dasar dan menengah tidak terjadi,” tuturnya.
Ia mengkritisi kedua cawapres yang berpandangan pendek, hanya menurunkan pengangguran. Pendidikan sejatinya tak mengajarkan keterampilan yang akan ketinggalan zaman seiring perubahan teknologi.
Pendidikan untuk mengembangkan karakter pembelajar seumur hidup, yaitu individu yang paham dan peduli pentingnya meningkatkan kompetensi. (SAN/AGE/DNE/MED)