Banjir dan tanah longsor mengepung banyak lokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Di Kabupaten Bantul, tiga orang warga meninggal dunia. Selain itu, dua warga diduga tertimbun longsor hingga kini masih dicari. Sementara itu, ribuan warga dilaporkan sempat mengungsi akibat kejadian ini meski sebagian telah kembali ke rumah.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
BANTUL, KOMPAS – Banjir dan tanah longsor mengepung banyak lokasi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Di Kabupaten Bantul, tiga orang warga meninggal dunia. Selain itu, dua warga diduga tertimbun longsor, hingga kini masih dicari. Sementara itu, ribuan warga dilaporkan sempat mengungsi akibat kejadian ini meski sebagian telah kembali ke rumah.
Bencana ini terjadi setelah hujan lebat sejak Minggu (17/3/2019) siang hingga malam hari mengguyur daerah itu. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, ada 26 desa di 10 kecamatan di Bantul yang terdampak banjir. Namun, sebagian wilayah yang tergenang itu telah surut. Sementara itu, longsor menimpa 12 desa di 8 kecamatan di Bantul.
Kepala BPBD Bantul Dwi Daryanto, Senin (18/3/2019), menjelaskan, ada tiga orang warga yang meninggal akibat banjir dan longsor. Salah seorang korban adalah Painem (70), warga Desa Karangtengah, Kecamatan Imogiri, Bantul. Menurut Dwi, Painem ditemukan meninggal saat akan dievakuasi karena tempat tinggalnya terkena banjir. “Itu memang karena usia dan sudah sakit. Kebetulan ada musibah ini,” katanya.
Korban lainnya adalah Sukiyat (56), warga Dusun Nogosari II, Desa Wukirsari, Imogiri. Sukiyat diduga tewas terseret air saat sedang melaksanakan aktivitas ronda malam. Jenazah korban ditemukan di dekat pos ronda tempatnya berjaga. Sementara itu, seorang korban lainnya adalah Ny Trisno Atmojo (91). Warga Dusun Kedungbuweng, Desa Wukirsari, itu tertimbun longsoran tanah dari tebing di belakang rumahnya.
Menurut Devri Brisandi (29), cucu Ny Trisno, ia dan saudaranya sempat berupaya menyelamatkan neneknya. Namun, upaya mereka gagal karena Ny Trisno lebih dulu tertimbun material longsor.
“Longsor terjadi begitu cepat. Setelah itu, jenazah simbah (Trisno) langsung dievakuasi karena masih terlihat di antara timbunan,” tutur Devri.
Sementara itu, korban yang masih dalam pencarian adalah Eko Supadmi (45) dan Rufi Kusuma Putri (9). Mereka diduga tertimbun longsor di Dusun Kedungbuweng, Desa Wukirsari. Upaya pencarian yang dilakukan petugas sejak Senin pagi belum membuahkan hasil. Pada Senin pukul 18.00, pencarian di Kedungbuweng dihentikan sementara karena kondisi yang tak memungkinkan.
Dwi menyampaikan, Pemerintah Kabupaten Bantul telah menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari ke depan. Apabila dibutuhkan, BPBD Bantul akan mengajukan anggaran darurat kepada Bupati Bantul untuk menanggulangi dampak bencana yang terjadi.
“Kalau butuh uang, kami siap mengajukan dan memakainya untuk mengondisikan tanggap darurat,” kata Dwi.
Bupati Bantul Suharsono mengutamakan, pemberian bantuan kepada warga yang terkena bencana. Apabila dibutuhkan, penanganan bencana itu akan memakai dana taktis milik Pemkab Bantul. “Nanti butuhnya berapa. Kan, ada dana taktis untuk bencana seperti ini. Keperluan musibah akan kami dahulukan,” katanya.
Wilayah Lain
Selain di Bantul, bencana banjir dan tanah longsor juga dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah lain di DIY. Di Kulon Progo, banjir menggenangi 9 desa di 6 kecamatan. Sedangkan longsor terjadi di 25 titik di 9 desa yang tersebar di 8 kecamatan.
Di Gunung Kidul, banjir terjadi di 20 desa yang tersebar di 10 kecamatan dan mengakibatkan sejumlah kerusakan. Sementara itu, longsor di Gunung Kidul terjadi di satu titik dan menyebabkan satu rumah rusak ringan. Adapun di Sleman di Sleman terjadi longsor di empat titik. Sementara di Kota Yogyakarta hanya satu titik banjir dan satu titik longsor.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, aktivitas siklon tropis savannah di Samudera Hindia menjadi salah satu faktor yang secara tidak langsung menyebabkan hujan lebat di DIY pada Minggu. Aktivitas siklon tropis savannah berperan membentuk awan-awan hujan di wilayah Jawa.
“Fenomena ini membentuk palung tekanan udara rendah memanjang dari pusat siklon hingga wilayah Jawa,” kata Kepala Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta, Reni Kraningtyas.
Reni menambahkan, pada Senin, siklon tropis savannah telah bergerak semakin menjauh sehingga tidak berpengaruh lagi terhadap pola angin dan pembentukan awan-awan hujan di Jawa. Oleh karena itu, secara umum, curah hujan di wilayah DIY pada Senin telah menurun.
"Akan tetapi, hujan ringan-sedang di wilayah DIY masih berpotensi terjadi hingga 20 Maret 2019. Penyebabnya belokan angin akibat aktifitas vortex (area tekanan rendah) di perairan sebelah selatan Nusa Tenggara Timur,” ungkap Reni.