Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh menjatuhkan vonis terhadap lima terdakwa jaringan penyelundup narkoba Aceh–Malaysia. Empat terdakwa divonis mati dan satu terdakwa divonis penjara seumur hidup.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh menjatuhkan vonis terhadap lima terdakwa jaringan penyelundup narkoba Aceh–Malaysia. Empat terdakwa divonis mati dan satu terdakwa divonis penjara seumur hidup. Vonis itu sesuai dengan tuntutan jaksa. Para terdakwa akan mengajukan banding.
Pembacaan vonis terhadap para terdakwa berlangsung di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Provinsi Aceh, Senin (18/3/2019). Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Bakhtiar dan didampingi dua hakim anggota, yakni Cahyanto dan Nani Sukmawati.
Keempat terdakwa yang divonis mati adalah Albakir, Azhari, Hannas, dan Mahyuddin. Sedangkan Razali divonis penjara seumur hidup. Semua terdakwa adalah warga Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh. Dalam berkas dakwaan, pekerjaan mereka disebut sebagai nelayan.
“Menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana narkotika. Menjatuhkan hukuman mati,” kata Bakhtiar. Para terdakwa hanya tertunduk lesu saat hakim mengetuk palu.
Pengacara terdakwa, Kadri Sufi, mengatakan, akan mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Kadri menilai vonis hakim terlalu berat, padahal para terdakwa memilik keluarga yang harus dinafkahi dan mereka menyesal dengan perbuatan itu.
Aksi penyelundupan sabu yang melibatkan kelima terdakwa itu bermula pada 3 Juni 2018. Sore itu, Hannas dihubungi oleh rekannya, Abu, di Malaysia. Hannas ditawari pekerjaan menjemput sabu di Penang, Malaysia, dengan upah Rp 5 juta per kilogram (kg). Sabu yang harus diambil sebanyak 50 kg.
Hannas pun tergiur dengan upah tersebut. Namun, dia tidak mau melaksanakan sendiri pekerjaan itu. Dia kemudian mengajak Mahyuddin. Mahyuddin lalu juga menawarkan pekerjaan itu kepada Albakir dan Azhari. Sedangkan Razali diperintahkan oleh Hannas untuk menyediakan perahu dan menunggu di dermaga untuk mengambil sabu yang akan dibawa oleh Albakir dan Azhari.
Pada 8 Juni 2018, Albakir dan Azhari berlayar ke Selat Malaka. Di tengah laut, sebuah kapal telah menunggu mereka. Saat sabu dipindahkan ke perahu kayu mereka, Albakir dan Azhari segera kembali ke Aceh Timur.
Namun, di tengah pelayaran, perahu mereka dihentikan polisi dan petugas Bea dan Cukai. Saat digeledah, petugas menemukan sabu sebanyak 50 kg itu dalam perahu. Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, polisi pun menangkap Hannas, Mahyuddin, dan Razali. Mereka dianggap jaringan penyelundup sabu Aceh–Malaysia.
Namun, sampai sekarang, petugas belum berhasil menangkap Abu, pemilik 50 kg sabu itu. Abu telah dimasukkan dalam daftar pencarian orang.
Petugas tidak segan melumpuhkan pengedar narkoba.
Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh Faisal Abdul Nasier mengatakan, pintu masuk sabu ke Aceh melalui jalur laut, yakni Selat Malaka. Aceh bagian timur posisinya berhadapan langsung dengan Malaysia yang hanya terpisahkan selat itu sehingga rentan bagi aktivitas penyelundupan, baik sabu maupun barang ilegal lain.
Faisal mengatakan, biasanya modus penyelundupan menggunakan kapal nelayan sehingga seolah-olah para pelaku sedang menangkap ikan, padahal membawa sabu. Faisal menyayangkan banyak warga yang tergoda memperoleh uang dengan menjadi kurir atau pengedar sabu, padahal risikonya sangat besar. “Petugas tidak segan melumpuhkan pengedar narkoba,” kata Faisal.
Provinsi Aceh kini menghadapi darurat narkoba. Selain sabu, beberapa daerah di Aceh masih menjadi penghasil ganja. Meski penindakan hukum telah dilakukan, ladang ganja baru terus bermunculan.