PALEMBANG, KOMPAS — Kecelakaan di perairan Sungai Musi kembali terjadi. Kapal cepat Awet Muda yang melaju dalam kecepatan tinggi menabrak pohon pedado di pinggiran Sungai Musi. Akibatnya, kapal mengalami kerusakan parah dan menelan korban tujuh orang meninggal, sementara 12 orang lainnya selamat.
Rio Taufan dari Humas Kantor Pencarian dan Pertolongan Kota Palembang mengatakan, kecelakaan kapal cepat berkapasitas 200 PK itu terjadi di Perairan Jalur 10, Desa Upang Jaya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Kapal yang melaju dalam kecepatan cukup tinggi tersebut menabrak pohon pedado. ”Akibatnya, bagian kapal pun hancur,” kata Rio.
Saat kecelakaan, ada 19 orang berada di kapal tersebut, 17 orang di antaranya adalah penumpang. Akibat benturan yang keras, empat orang tewas di lokasi kecelakaan, 2 orang meninggal di Puskemas Upang Jaya, dan satu orang meninggal di Rumah Sakit AK Gani Palembang. Tidak ada korban hilang dalam kecelakaan tersebut.
Setio Wahono (38), salah satu korban selamat, mengatakan, kapal cepat tersebut berangkat dari dermaga Karang Agung, Kabupaten Musi Banyuasin, sekitar pukul 08.00, menuju dermaga Benteng Kuto Besak, dan diperkirakan tiba pada pukul 11.30 WIB.
Saat berangkat, ada sekitar 37 orang di dalam kapal. Namun, saat di dermaga Pekerjaan Umum (PU), Kabupaten Banyuasin, ada sekitar 18 penumpang yang turun dari kapal. Sisanya melanjutkan perjalanan ke Palembang. ”Karena perjalanan ke Palembang masih membutuhkan waktu 2 jam, saya memutuskan untuk tidur,” katanya.
Karena perjalanan ke Palembang masih membutuhkan waktu 2 jam, saya memutuskan untuk tidur.
Guncangan keras
Saat bertolak dari dermaga PU, kernek kapal, Kodar (20), sudah menggantikan pengemudi utama kapal, Muhammad (50), karena dia mengantuk. Setio baru tersadar ketika merasakan guncangan keras di dalam kapal. Bagian atas kapal sudah terbuka karena tebelah batang pohon, hanya tinggal menyisakan bagian bawah kapal yang kemudian langsung menabrak pinggiran sungai.
Setelah tabrakan, Setio melihat beberapa orang tergeletak tidak sadarkan diri. Dua orang yang tidak sadar itu adalah Muhammad dan Kodar yang ternyata telah tewas di tempat. Adapun sisanya sedang berada di atas pohon untuk menyelamatkan diri,” kata Setio yang mengalami luka di bagian kepala dan beberapa giginya patah lantaran kena benturan.
Beberapa orang yang tidak sadar tersebut semua berada di bagian kanan kapal yang terdampak langsung terhadap benturan. ”Di jalur itu, memang biasanya kapal agak ke pinggir sungai agar tidak terkena gelombang tinggi,” kata Setio. Namun, dia menduga Kodar mengantuk saat mengemudi sehingga kapalnya terlalu ke pinggir sungai.
Tidak lama setelah kapal menabrak pohon, dia pun berinisiatif menyelamatkan korban yang tidak sadarkan diri. Pertolongan dari kapal yang lewat baru datang sekitar 20 menit setelah kecelakaan. Ketika bantuan datang, semua penumpang langsung dievakuasi.
Kepala Dinas Pehubungan Banyuasin Supriadi di RS AK Gani, Palembang, mengatakan, kejadian ini adalah kecelakaan kedua yang dialami perusahaan kapal cepat Awet Muda dalam dua tahun terakhir. Rabu (3/1/2018), kapal cepat Awet Muda juga mengalami kecelakaan di Perairan Tanjung Serai, Kabupaten Banyuasin.
Saat itu, kapal juga berangkat dari Karang Agung menuju Palembang. Akibat kecelakaan tersebut, dari 55 penumpang yang diangkut, 13 orang meninggal. Kecelakaan di perairan memang kerap terjadi dengan berbagai penyebab, mulai dari faktor alam dam kelalaian pengemudi. ”Untuk kasus ini, kami sulit menyelidiki karena serang atau mengepalai semua bawahan di bagian geladak dan kernet kapal meninggal,” kata Supriadi.
Untuk kasus ini, kami sulit menyelidiki karena serang atau mengepalai semua bawahan di bagian geladak dan kernet kapal meninggal.
Melihat kecelakaan perairan yang terus berulang, lanjut Supriadi, pihaknya sudah mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan untuk membuat prototipe kapal yang aman digunakan untuk angkutan sungai. Selain itu, pihaknya terus menyosialisasikan kepada para pemilik kapal untuk berhati-hati serta menyiapkan alat keselamatan.
Selama ini, banyak kapal cepat yang memang membawa penumpang melebihi kapasitas. Kapasitas kapal hanya 25 orang, tetapi terkadang kapal cepat bisa mengankut hingga 40 orang. Hal ini sangat membahayakan. Hal inilah yang membuat KSOP (Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) Kelas II Palembang tidak mengeluarkan surat persetujuan berlayar.
Supriadi mengatakan, walau kerap kali ada kecelakaan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena sarana transportasi angkutan sungai menjadi satu-satunya alat transportasi di wilayah perairan. ”Warga tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan kapal cepat,” katanya.
Kepala Subdirektorat Penegakan Hukum Polisi Air Polda Sumsel Ajun Komisaris Besar Munaspin mengatakan, dari keterangan korban yang selamat, kemungkinan kecelakaan disebabkan oleh pengendara yang mengantuk. ”Namun, kami terus menyelidiki kasus ini,” katanya.