KASN menerima 13 laporan dugaan jual beli jabatan tahun 2018. Sementara itu, analisis KPK menunjukkan ada potensi transaksi jabatan lain di kementerian dan pemda.
JAKARTA, KOMPAS - Penetapan mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi mengindikasikan jual beli jabatan di birokrasi tidak hanya melibatkan pejabat, tetapi juga pihak di luar birokrasi. Praktik jual beli jabatan yang berulang ini sekaligus menunjukkan sistem merit di birokrasi perlu dievaluasi secara menyeluruh.
Seperti diberitakan, KPK menetapkan Romahurmuziy sebagai tersangka pada Sabtu (16/3/2019). Dia diduga menerima suap dari dua tersangka lain, yakni Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Jatim Haris Hasanuddin dan Kepala Kemenag Kabupaten Gresik Muafaq Wirahadi. Suap diduga bertujuan membantu dua orang itu untuk menduduki jabatan tersebut. KPK kini masih mendalami peranan pejabat Kemenag dalam kasus ini.
Sebelum kasus itu, pada 2018 KPK mengungkap setidaknya empat kasus korupsi terkait jual beli jabatan di birokrasi. Keempat kasus itu melibatkan kepala daerah setempat, yakni mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra, mantan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko, mantan Bupati Nganjuk Taufiqurrachman, dan mantan Bupati Klaten Sri Hartini.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi, di Jakarta, Minggu (17/3/2019), mengatakan, ada pergeseran yang perlu dicermati penegak hukum dalam praktik jual beli jabatan di birokrasi. Dulu, kegiatan transaksional ini terlihat sangat lekat dengan kepala daerah atau pejabat pembina kepegawaian di pemerintahan, tetapi kini hal ini melibatkan pihak di luar birokrasi.
”Sudah dua tahun ini KASN bicara soal ini. Waktu itu, kami baru menduga-duga keterlibatan partai-partai politik di dalam praktik jual beli jabatan. Penangkapan Romy (panggilan Romahurmuziy) ini, kan, bukti konkret pertama,” ujar Sofian.
Menurut dia, dugaan keterlibatan partai politik dalam praktik jual beli jabatan di birokrasi sudah bisa diprediksi akan terjadi melihat partai-partai politik berlomba-lomba berebut kursi menteri dalam kabinet.
Laporan lain
Selama 2018, KASN menerima 13 laporan dugaan jual beli jabatan di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Laporan-laporan tersebut kini masih didalami dan akan dilaporkan kepada KPK.
”KASN tak punya kewenangan eksekusi. Jadi, kami sebatas rekomendasi. Rekomendasi kami itu selalu kami teruskan ke KPK. KPK yang punya kewenangan pemeriksaan, penyadapan, melakukan tindakan,” kata Sofian.
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, pihaknya telah membuat analisis yang menunjukkan ada potensi besar kegiatan transaksi jabatan terjadi di kementerian/lembaga dan pemda lain.
Mengenai laporan dari KASN, Saut mengatakan, pihaknya akan melihat hal itu dari sisi pencegahan dan penindakan. ”Dari sisi pencegahan kami akan lihat tata kelola pengangkatan pejabat. Sementara dari sisi penindakan, kalau ada bukti, ya, kami akan tindak,” ujar Saut.
Saut menduga, transaksi jual-beli jabatan tidak hanya melibatkan jabatan pimpinan tinggi di kementerian/lembaga atau pemerintah daerah, tetapi juga hingga tingkat eselon yang lebih rendah.
Menurut Sofian, sebenarnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah mengatur pengisian jabatan di pemerintahan pusat dan daerah harus melalui penyaringan yang menjamin terwujudnya merit sistem. Namun, aturan itu kerap kali diterobos.
Oleh karena itu, kata Sofian, perlu ada evaluasi menyeluruh dalam rekrutmen calon pejabat pimpinan tinggi, salah satunya lewat pengetatan pemilihan anggota-anggota panitia seleksi yang akan merekrut calon pejabat.