Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus menggulirkan program revitalisasi SMK agar lulusannya mudah terserap di dunia kerja. Revitalisasi yang mencakup kurikulum hingga tenaga kependidikan ini ditargetkan rampung lima tahun ke depan.
Oleh
Abdullah Fikri Ashri
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus menggulirkan program revitalisasi SMK agar lulusannya mudah terserap di dunia kerja. Revitalisasi yang mencakup kurikulum hingga tenaga kependidikan itu ditargetkan rampung lima tahun ke depan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada Agustus 2018, tercatat 7 juta angkatan kerja di Indonesia menganggur. Sebanyak 11,24 persen dari jumlah itu atau 786.800 orang, merupakan lulusan SMK. Angka tersebut menjadi yang terbesar dibandingkan lulusan tingkat pendidikan lainnya.
“Kalau ada yang mengkritik kenapa lulusan SMK banyak pengangguran, itu lulusan SMK yang belum direvitalisasi,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat mengunjungi Universitas Muhammadiyah Cirebon, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (18/3/2019).
Menurut dia, revitalisasi SMK baru dilaksanakan 2017, setelah Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi SMK, terbit. Revitalisasi itu meliputi penyelarasan kurikulum dengan kebutuhan pengguna lulusan hingga peningkatan kompetensi peserta didik dan tenaga kependidikan.
Muhadjir menambahkan, kurikulum tidak lagi ditentukan pemerintah. Pembuatannya melibatkan dunia usaha dan dunia kerja. Daya saing sumber daya manusia Indonesia, khususnya lulusan SMK, pun diharapkan meningkat.
“Jadi, lulusan apa yang dikehendaki dunia usaha dan dunia kerja? Nanti industri yang menentukan. Bahkan, mereka yang punya pengalaman kerja di dunia industri akan kami tarik ke SMK sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja,” ungkapnya.
Dengan begitu, lulusan SMK tidak lagi menjadi penyumbang pengangguran terbanyak. “Paling tidak, empat hingga lima tahun ke depan sudah diketahui hasil revitalisasi. Kami bergerak cepat untuk revitalisasi,” lanjutnya.
Saat ini, lanjutnya, terdapat lebih dari 2.000 SMK yang direvitalisasi secara nasional. Pihaknya menargetkan bakal merevitalisasi seluruh SMK yang mencapai lebih dari 13.000 unit. Dari jumlah itu, sekitar 4.000 merupakan SMK negeri. Adapun biaya revitalisasi rata-rata di atas Rp 7 miliar per sekolah.
Kemendikbud juga memprioritaskan revitalisasi pada empat bidang, yakni kemaritiman (219 sekolah), pertanian (312), pariwisata (147), dan industri kreatif serta teknik industri (870). Sebanyak 2.700 sekolah juga menjalin kerja sama dengan industri.
Sebelumnya, saat menghadiri Musyawarah Provinsi VII Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) di Cirebon beberapa waktu lalu, Gubernur Jabar Ridwan Kamil memastikan akan membongkar kurikulum SMK di Jabar. “Ini agar lulusan SMK bisa sesuai dengan kebutuhan industri, termasuk industri digital. Kami sedang mempersiapkannya,” ujarnya.
Berdasarkan data BPS Jabar, pada Agustus 2018, tingkat pengangguran terbuka di daerah tersebut mencapai 1,85 juta orang atau sekitar 26 persen dari 7 juta penganggur di Indonesia saat itu. Dari jumlah itu, 16,9 persen merupakan lulusan SMK.
Pengamat pendidikan dari Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon Adib Muhammad menilai, jumlah SMK yang terus bertumbuh tidak diimbangi orientasi pendidikannya. "Seharusnya, penguatan orientasi pendidikan di kejuruan tidak hanya bisa terserap di dunia kerja. Tetapi juga memiliki wawasan dan keterampilan kewirausahaan. Jadi, tidak hanya mengandalkan lapangan pekerjaan," ujarnya.
Apalagi, berdasarkan catatan Kementerian Perdagangan, jumlah wirausaha di Indonesia masih 3,1 persen dari total penduduk usia kerja yang mencapai lebih dari 183 juta jiwa. Padahal, rasio wirausaha di negara maju mencapai 14 persen dari jumlah usia kerja.
Seharusnya, penguatan orientasi pendidikan di kejuruan tidak hanya bisa terserap di dunia kerja. Tetapi juga memiliki wawasan dan keterampilan kewirausahaan. Jadi, tidak hanya mengandalkan lapangan pekerjaan