JAKARTA, KOMPAS — Visi, misi, dan beragam program di sektor pendidikan dipaparkan oleh calon wakil presiden nomor urut 1, Ma’ruf Amin, dan calon wakil presiden nomor urut 2, Sandiaga Salahuddin Uno, saat debat ketiga Pemilu Presiden 2019 di Jakarta, Minggu (18/3/2019) malam.
Ma’ruf Amin, misalnya, berjanji akan mengeluarkan Kartu Indonesia Pintar Kuliah yang bertujuan membantu anak-anak dari kalangan tidak mampu untuk bisa kuliah. Dia pun berjanji menyediakan dana abadi riset guna meningkatkan riset-riset di Tanah Air. Hal lain, dia mengatakan akan mendorong pembentukan universitas siber untuk melahirkan lulusan yang berkualitas.
Adapun Sandiaga Uno menawarkan program pendidikan tuntas berkualitas yang salah satunya dengan cara meningkatkan kesejahteraan guru. Dia pun berjanji membuat sistem pendidikan tersambung dengan penyedia dan pencipta lapangan kerja. Hal lain, dia berjanji sistem ujian nasional dihentikan.
Untuk lengkapnya, berikut program-program di sektor pendidikan yang ditawarkan kedua kandidat saat debat semalam.
Program yang disampaikan Ma’ruf Amin:
Meneruskan program beasiswa yang sudah berjalan hingga tingkat kuliah.
Mengeluarkan Kartu Indonesia Pintar Kuliah yang bertujuan agar anak-anak miskin dapat kuliah.
Pemerintah akan menyediakan tempat latihan dan kursus secara gratis.
Mendirikan badan riset nasional dan mengalokasikan seluruh dana riset yang dipusatkan di badan tersebut.
Memaksimalkan Rencana Induk Riset Nasional.
Menyediakan dana abadi riset, selain dana abadi pendidikan dan dana abadi kebudayaan.
Penggunaan instrumen pendidikan untuk memantau penggunaan dana di pemerintah daerah, seperti neraca pendidikan daerah dan dana pokok pendidikan.
Melakukan reformasi pendidikan dari tingkat dasar hingga universitas. Untuk tingkat SMK, ia akan merevitalisasi SMK, politeknik, dan akademi sesuai dengan tuntutan pasar. Ia juga akan melibatkan dunia usaha dan dunia industri dalam menjalankan program ini.
Membentuk program cyber university. Cyber university adalah campuran antara lembaga pendidikan yang dapat melahirkan lulusan sarjana yang berkualitas.
Program yang disampaikan Sandiaga Uno:
Menghadirkan pendidikan tuntas berkualitas melalui peningkatan kesejahteraan guru, terutama guru honorer.
Memperbaiki kurikulum pendidikan yang berfokus pada pembangunan karakter dan akhlak.
Sistem ujian nasional dihentikan dan diganti dengan penjurusan minat dan bakat.
Konsep link and match (penyedia dan pencipta lapangan kerja tersambung dengan sistem pendidikan).
Konsolidasi antara dunia usaha, akademik, dan pemerintah agar satu sinergi.
Memberi insentif fiskal dan nonfiskal kepada dunia usaha yang mengalokasikan dana untuk riset.
Pembangunan infrastruktur fasilitas pendidikan.
Memastikan agar SMK terhubung dengan penyedia lapangan kerja di dunia usaha dan pemerintah melalui program Rumah Siap Kerja. Program ini menghubungkan pencari kerja dan penyedia lapangan kerja dan memberi keterampilan kepada pencari kerja.
Pencari kerja akan diberikan akses untuk mencari beasiswa.
Namun, menurut sejumlah pengamat pendidikan, program-program yang dipaparkan kedua cawapres itu bukan hal yang baru, bahkan belum terlihat ada terobosan yang bisa menyelesaikan persoalan-persoalan di sektor pendidikan.
Pemerhati pendidikan Doni Koesoema A, misalnya, belum melihat terobosan-terobosan fundamental dan utuh serta berkelanjutan dari para kandidat.
Anggota Komisi Pendidikan Perhimpunan Pelajar Indonesia Dunia dan pendiri mentoring pendidikan Klikcoaching.com, Budy Sugandi, melihat hal yang sama.
”Kedua cawapres (calon wakil presiden) membatasi hanya pada tahun 2045. Padahal, jika kita lihat negara maju, mereka jauh melampaui itu, yaitu 50 sampai 100 tahun ke depan, karena pendidikan harus berskala panjang dan kontinuitas,” ujar Budy.
Terkait SMK yang banyak disinggung oleh kedua calon, Budy berpandangan, seharusnya hal itu bisa diarahkan untuk mencontoh yang diterapkan di negara-negara maju. Jerman, misalnya, berhasil mengoptimalkan fungsi sekolah kejuruan/vokasi (berufsschule) yang membuat mereka memiliki jumlah penganggur paling sedikit di Eropa, yaitu dengan menerapkan model dual system.
Model dual system tercipta sebagai hasil kolaborasi antara pemerintah dan swasta. Siswa vokasi di negara itu memiliki jam belajar di sekolah satu sampai dua hari dan di perusahaan tiga sampai empat hari.
”Full selama masa sekolah. Siswa mendapatkan hak gaji dan cuti selama proses belajar tersebut. Alhasil, setelah lulus, siswa memiliki kecakapan dari satu bidang yang diminati dan benar-benar siap bekerja,” katanya.
Selain Doni dan Budy, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Heru Purnomo juga melihat, para cawapres belum menguraikan dan menawarkan solusi-solusi konkret, khususnya persoalan yang dihadapi guru dan pembenahan kualitas pendidikan yang masih rendah.
Alih-alih memberikan solusi atas persoalan guru dan pendidikan nasional, keduanya lebih bermain di isu-isu populis guru, tetapi belum menjawab serta menyelesaikan persoalan mendasar pendidikan,” kata Heru.
Salah satu persoalan yang belum bisa terjawab secara konkret oleh para kandidat adalah masih rendahnya kompetensi guru. Rata-rata nilai uji kompetensi guru hanya 65 dari skala 0-100 pada tahun 2017.