Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan membantah telah memberi perintah untuk menarik uang dari para rekanan yang mendapat proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan membantah telah memberi perintah untuk menarik fee atau imbalan dari para rekanan yang mendapat proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Terdakwa kasus korupsi dan pencucian uang itu juga menyangkal dirinya sebagai pelaku utama pengaturan proyek di Lampung Selatan.
”Agus Bhakti Nugroho bergerak sendiri tanpa sepengetahuan saya,” ujar Zainudin di hadapan majelis hakim saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Provinsi Lampung, Senin (18/3/2019), di Bandar Lampung.
Agus merupakan anggota nonaktif DPRD Provinsi Lampung yang juga menjadi terdakwa dalam kasus korupsi ini. Agus merupakan orang dekat Zainudin yang membantunya mengumpulkan fee dan mengatur proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lampung Selatan.
Selain Agus, Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara juga menjadi terdakwa dalam kasus korupsi di Lampung Selatan. Agus dan Anjar telah ditetapkan sebagai justice collaborator (pelaku yang bekerja sama untuk membongkar tindak pidana) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka dituntut ringan, yakni empat tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut Zainudin, proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan diatur langsung oleh dinas terkait. Sebagai bupati, dia merasa tidak pernah mendapat laporan dari Anjar terkait urusan proyek di dinas tersebut.
Meski begitu, Zainudin mengakui meminta bantuan Agus untuk mengurusi kebutuhan pribadinya, seperti membeli sejumlah aset. Namun, Zainudin mengaku tidak tahu bahwa uang yang digunakan oleh Agus berasal dari fee proyek. Dia mengaku baru tahu tentang fee proyek setelah ditangkap KPK. ”Itulah kesalahan saya. Saya khilaf,” ujar Zainudin.
Zainudin tampak mengulang jawaban itu setiap kali ditanya tentang uang fee proyek yang diterimanya. Dia didakwa menerima suap Rp 72,7 miliar selama 2016-2018.
Dalam persidangan, Zainudin juga mengaku tidak tahu tentang pemberian izin konsesi hutan untuk kegiatan eksploitasi batubara PT Baramega Citra Mulia pada 2011. Perusahan yang bergerak di bidang tambang itu mendapat izin konsesi hutan dari Menteri Kehutanan yang saat itu dijabat Zulkifli Hasan, kakak kandung Zainudin. Zainudin merupakan salah satu pemegang saham dalam perusahan tersebut.
Dalam sidang tersebut, majelis hakim juga menolak permohonan izin yang diajukan Zainudin untuk mendampingi istrinya menjalani operasi caesar pada 2-3 April 2019. Penolakan izin tersebut disampaikan langsung oleh Hakim Ketua Mien Trisnawati sebelum menutup persidangan.
”Majelis hakim tidak dapat memberikan izin yang bersangkutan untuk keluar Rutan Kelas IA Bandar Lampung untuk mendampingi istri terdakwa dalam proses persalinan,” kata Mien.
Majelis hakim berpendapat, izin yang diajukan Zainudin tidak mendesak, tetapi hanya bersifat sukacita. Dengan begitu, tahanan tidak diperbolehkan keluar rutan.
Mien menjelaskan, tahanan memang diperbolehkan meninggalkan rutan dalam kondisi mendesak. Dia menyebutkan, kondisi mendesak tersebut antara lain jika tahanan sakit dan harus berobat atau jika ada anggota keluarga yang meninggal.
Pada persidangan sebelumnya, Senin (11/3), Zainudin mengajukan izin untuk menjenguk istrinya yang akan menjalani operasi caesar di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta. Dia menjelaskan, kehadirannya dibutuhkan untuk menandatangani surat persetujuan operasi.