Kayu-kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan beralas hak pengusahaan hutan di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, dipastikan ilegal.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS—Kayu-kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan beralas hak pengusahaan hutan di Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, dipastikan ilegal. Aliran keluar kayu perlu segera dihentikan agar kehilangan potensi pendapatan negara tidak bertambah besar.
Kepala Seksi Pemantauan dan Evaluasi Hutan Produksi Balai Pengelolaan Hasil Hutan (BPHP) Wilayah IV Jambi, Sodiq mengatakan salah satu pemegang izin hak pengusahaan hutan (HPH), yakni PT Pesona Belantara Persada, tidak mengantongi izin penatausahaan hasil kayu yang kini berbasis sistem informasi penatausahaan hasil hutan (SIPUHH) online.
“Kami tidak mengeluarkan user id (SIPUHH) untuk pemegang izin, sehingga tidak memungkinkan terjadinya peredaran hasil kayu dari sana. Seluruh aliran kayu yang keluar dari lokasi hutan itu dipastikan adalah ilegal,” katanya, Selasa (19/3/2019).
Perusahaan juga tidak mengantongi izin rencana kerja tahunan, sehingga semestinya tidak boleh ada penebangan dalam lokasi hutan itu. Namun, ia mengaku tidak dapat menindak praktik liar di sana karena hal itu bukan kewenangan pihaknya.
Terkait tidak dikeluarkannya izin mengedarkan hasil kayu, BPHP menilai perusahaan dinilai tidak tertib dan tidak kooperatif. “Syarat-syarat untuk mengajukan izin penatausahaan lewat SIPUHH tidak dipenuhi, sehingga tidak mungkin kami berikan,” tambah Sodiq.
Pengamatan Kompas, distribusi kayu liar marak dari dalam lokasi HPH PT Pesona Belantara Persada (PBP). Kayu keluar lewat dua pintu. Pertama, hasil tebangan kayu dialirkan lewat kanal perusahaan menuju Sungai Kumpeh di Kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi. Pintu keluar kedua adalah lewat wilayah Sungai Gelam, di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan.
Diperkirakan 300 meter kubik keluar setiap harinya dari dua akses tersebut. Kayu-kayunya memasok kebutuhan industri pengolahan dan penampungan hasil kayu olahan di Jambi, Palembang, Lampung, Banten, hingga Jawa Tengah.
Diperkirakan 300 meter kubik keluar setiap harinya dari dua akses tersebut. Kayu-kayunya memasok kebutuhan industri pengolahan dan penampungan hasil kayu olahan di Jambi, Palembang, Lampung, Banten, hingga Jawa Tengah.
Bukan milik perusahaan
Juru Bicara PT PBP, Irzan, mengatakan kayu-kayu yang dialirkan keluar lewat kanal konsesi itu bukan milik perusahaan, melainkan pembalak liar. Pihaknya malah mengaku kewalahan mengatasi hal tersebut dan telah melaporkannya kepada satuan kerja terkait.
Menurutnya, hampir tidak ada lagi potensi kayu di hutan itu pascakebakaran yang melanda tahun 2015. “Sekarang ini diperkirakan tinggal 1.000 hektar yang masih berhutan,” ujarnya.
Ia juga menyebut tidak melakukan penebangan kayu karena belum mengantongi dokumen RKT. Sebelum itu, pihaknya berupaya mengajukan RKT sekitar 400 hektar, namun tidak disetujui Dinas Kehutanan Provinsi Jambi. “Karena tidak mendapatkan RKT, kami pun tidak mengurus SIPUHH,” jelasnya lagi.
Kepala Seksi Kebakaran Hutan dan Lahan Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Donny Osmond, mengatakan izin lingkungan PT PBP pernah dibekukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pascakebakaran pada 2015. Setahun kemudian, pembekuan baru dihentikan setelah ada pertimbangan perusahaan memenuhi sejumlah syarat di antaranya soal pemulihan lingkungan dan pengembalian areal yang terbakar kepada negara.