Andalkan Inovasi, Penciptaan Nilai Pertamina Naik Rp 10 Triliun
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Capaian penciptaan nilai atau value creation PT Pertamina dalam laporan tahun ini sebesar Rp 49,8 triliun atau meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 39,75 triliun. Penghematan tersebut merupakan manfaat dari inovasi yang diciptakan pegawai Pertamina dalam Annual Pertamina Quality atau APQ 2019.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Senin (18/3/2019), mengatakan, APQ Award kesembilan tersebut merupakan wadah berkumpulnya para inovator Pertamina untuk merespons tantangan industri 4.0. APQ Award menekankan pentingnya sinergi dan inovasi.
”Efeknya bisa menambah revenue Pertamina karena ada peningkatan produksi di hulu, menghilangkan kerugian, dan menurunkan biaya,” katanya.
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Heru Setiawan mengemukakan, APQ 2019 bertujuan menciptakan budaya perbaikan berkelanjutan atau continuous improvement program (CIP). CIP berfokus pada menciptakan nilai tambah setinggi-tingginya, efisiensi biaya, dan mendorong proses bisnis.
”Hal tersebut terbukti efektif dengan penciptaan nilai yang meningkat Rp 10 triliun dibandingkan dengan tahun lalu,” ujarnya.
Di samping itu, lanjut Heru, APQ juga sebagai upaya menjalankan bisnis secara efisien dalam bentuk penghematan dan efektivitas proses yang berdampak juga pada pencapaian target pendapatan yang ditetapkan.
Efeknya bisa menambah pendapatan Pertamina karena ada peningkatan produksi di hulu, menghilangkan kerugian, dan menurunkan biaya.
Pada ajang kali ini, ada 3.169 risalah CIP. Dari jumlah itu, terpilih 161 yang terbaik dan 28 inovasi di antaranya ditampilkan dalam pameran APQ Award 2019.
Salah satunya adalah inovasi yang ditawarkan Elnusa. Perusahaan afiliasi Pertamina di bidang jasa minyak dan gas bumi tersebut menciptakan inovasi pelacak kapal dengan teknologi internet of things (IoT).
Pelacak kapal berbasis IoT itu merupakan sistem yang digunakan untuk koordinasi antarkapal sehingga memudahkan mengetahui posisi setiap kapal. Sistem itu menggunakan very small aparture terminal (VSAT) atau stasiun penerima sinyal dari satelit.
Alat tersebut harganya cukup mahal, yaitu Rp 800 juta. Biaya tersebut belum termasuk biaya pulsa. ”Dengan alat yang kami ciptakan itu, biaya yang dikeluarkan hanya sekitar Rp 130 juta. Bisa menghemat hampir Rp 700 juta,” kata Senior Manager of Information Elnusa Adi Yatama Adi Guna.
Teknologi IoT tersebut dibuat berdasarkan kreasi Elnusa. Kreasi itu mulai dari desain perangkat elektronik, server, hingga aplikasi. Selain lebih hemat, IoT yang dipasang ke semua kapal, termasuk kapal induk, untuk kegiatan seismik laut yang dapat mendeteksi posisi kapal hingga jarak 40 kilometer.
Ada juga inovasi Direktorat Pengolahan Pertamina yang bernama refinery cost effectively. Inovasi itu dapat memaksimalkan pengolahan minyak mentah domestik sehingga biayanya lebih rendah.
Saat ini masih terdapat minyak mentah domestik di luar GOI Entitlement yang berpotensi dimanfaatkan untuk diolah di kilang-kilang Pertamina. Minyak mentah domestik dapat menggantikan minyak mentah impor sehingga dapat menghemat sekitar 300 juta dollar AS per tahun atau sekitar Rp 4,2 triliun.
Menurut Heru, program tersebut merupakan komitmen Pertamina untuk memberikan nilai tambah, meningkatkan pendapatan, dan efisiensi biaya untuk menghasilkan keuntungan. Hal itu diwujudkan dengan menjalankan bisnis secara efisien dalam bentuk penghematan dan efektivitas proses.
Selain program CIP, lanjut Heru, Pertamina juga akan menghadirkan 15 breakthrough project (BTP) dan 20 strategi inisiatif (SI) bersifat lintas fungsi yang melibatkan direktorat dan anak perusahaan. ”Untuk kegiatan itu, Pertamina menargetkan keuntungan finansial sebesar 935 juta dollar AS atau sekitar Rp 13,2 triliun,” katanya. (FRANSISCA NATALIA ANGGRAENI)