JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim menolak eksepsi Ratna Sarumpaet atas surat dakwaan jaksa penuntut umum dalam sidang putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (19/3/2019). Majelis hakim menilai, surat dakwaan jaksa penuntut umum telah disusun dengan cermat, jelas, dan lengkap sehingga dapat jadi dasar pemeriksaan perkara lebih lanjut.
Wakil Ketua PN Jakarta Selatan Joni menjadi ketua majelis hakim didampingi dua hakim anggota, yakni Krisnugroho dan Mery Taat Anggarasih. Adapun jaksa penuntut umum, yaitu Daru Tri Sadono, Arya Wicaksana, Sarwoto, Donny M Sany, serta Las Maria Siregar.
Dalam menjalani persidangan, Ratna didampingi anak-anaknya, yakni Atiqah Hasiholan, Mohammad Iqbal Alhady, dan Fathom Saulina.
”Menolak eksepsi penasihat hukum terdakwa (Ratna Sarumpaet) atas dakwaan jaksa penuntut umum untuk seluruhnya. Sidang perkara pidana dilanjutkan dan menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir,” ucap Ketua Majelis Hakim Joni.
Keputusan tersebut diambil dalam rapat permusyawaratan majelis hakim Jumat, 15 Maret 2019.
Hakim Mery Taat Anggarasih menyebutkan, surat dakwaan terhadap Ratna Sarumpaet telah menguraikan cara tindak pidana yang dilakukan beserta waktu dan tempat terjadinya perbuatan tindak pidana. Penguraian tindak pidana yang dipaparkan jaksa terkait dengan perbuatan fisik kasatmata serta perbuatan lewat media elektronik.
”Menimbang bahwa dakwaan disusun JPU secara alternatif. Hal itu ditandai dengan dipakainya kata-kata atau dakwaan kesatu dan dakwaan kedua. Dalam dakwaan yang disusun secara alternatif hanya ada satu tindak pidana yang didakwakan kepada yang dipidana. Dakwaan yang akan diterapkan dalam perkara atau pasal yang paling tepat digunakan, Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana atau Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jaksa yang akan membuktikan perbuatan pidana tersebut,” kata Hakim Mery.
Atas putusan sela tersebut, Hakim Joni memerintahkan JPU untuk mengajukan pembuktiannya dengan menghadirkan saksi-saksi dan bukti lainnya.
Ratna dan kuasa hukumnya tidak mengajukan keberatan dan menyatakan cukup, ketika dimintai pendapat oleh hakim.
Adapun, Ratna didakwa melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sidang lanjutan dalam perkara ini, menurut rencana, akan digelar Selasa, 26 Maret, dengan agenda keterangan saksi dan bukti lain. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)