Pada Minggu, 17 Maret 2019 malam, Komisi Pemilihan Umum kembali menggelar debat ketiga Pemilihan Presiden 2019. Debat kali ini diikuti calon wakil presiden nomor urut 01, Ma’ruf Amin, dan cawapres nomor 02, Sandiaga Salahuddin Uno.
Debat para cawapres yang berjalan sekitar dua jam itu membahas berbagai isu sosial, salah satunya adalah ketenagakerjaan. Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Ngadi, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (19/3/2019), mengatakan, debat antara kedua pasangan calon (paslon) membahas masalah klasik dalam ketenagakerjaan Indonesia, yaitu pengurangan tenaga kerja serta sinergi antara kompetensi lulusan pendidikan dan kebutuhan industri.
Kendati demikian, debat ternyata belum menggali isu wirausaha dengan tajam. Padahal, kedua cawapres diharapkan dapat memberikan solusi konkret yang mendorong semangat berwirausaha tumbuh di seluruh pelosok Indonesia.
”Untuk program wirausaha, saya lihat ada kemiripan dari solusi yang ditawarkan keduanya, yaitu program OKE OCE (One Kecamatan, One Center of Entrepreneurship) dan pemberdayaan perusahaan startup,” kata Ngadi.
Dalam debat, Amin menyampaikan akan mendorong pemberdayaan 3.500 perusahaan rintisan. Adapun Sandi menyatakan akan menerapkan program OKE OCE ke level nasional demi mewujudkan 2 juta wirausaha baru.
Ngadi menilai, kedua program tersebut berorientasi untuk mendorong penciptaan lapangan pekerjaan baru. OKE OCE untuk memberdayakan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Program 3.500 perusahaan rintisan melahirkan lapangan pekerjaan baru sekaligus memajukan ekonomi digital.
”Kedua program ini seharusnya lebih menjelaskan basis, jenis, dan arah sektor yang ingin dikembangkan, apakah agrikultur, manufaktur, atau jasa. Program juga harus memperhatikan lokasi dan persebaran pengembangan program,” tutur Ngadi.
Kepastian ini diperlukan guna mencegah ketimpangan pengembangan wirausaha pada masa mendatang. Selama ini, program pengembangan wirausaha lebih sering berkutat di wilayah Jabodetabek.
Potensi lokal
Ngadi melanjutkan, program kewirausahaan perlu untuk mendorong penggunaan potensi lokal Nusantara. Sebagai contoh, fokus pengembangan wirausaha dapat menyesuaikan produk hasil perkebunan, peternakan, atau pertanian suatu daerah.
”Setiap daerah ada potensi lokal yang bisa dikembangkan. Akan tetapi, karena tidak ada keadilan dan pemerataan pembangunan, potensi ini tidak muncul. Hal ini juga yang membuat angkatan kerja setempat keluar daerah untuk mencari kerja di luar daerah,” katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim Sarwono Kusumaatmadja mengatakan, semangat dalam berwirausaha perlu menerapkan prinsip keunggulan kompetitif (competitive advantage).
Michael E Porter, dalam Competitive Advantage (1985), menyatakan, keunggulan kompetitif adalah kemampuan pelaku usaha menghasilkan produk bernilai tinggi dan berbeda. Faktor-faktor ini membuat pasar tetap ingin membeli.
Selain itu, lanjut Ngadi, pemerintahan terpilih diharapkan dapat mendorong kemudahan aturan investasi dan akses pemasaran di daerah lokal. Dengan begitu, wirausaha daerah dapat berkembang dengan optimal dan produk tidak kalah dengan barang impor.
Implementasi
Ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, menyampaikan, terdapat sejumlah cara yang dapat meningkatkan implementasi program wirausaha para cawapres.
Untuk Amin, program 3.500 perusahaan startup dapat dikembangkan melalui peralihan pengetahuan (transfer of knowledge). ”Misalnya, mengajak perusahaan asing berkolaborasi dengan dunia pendidikan untuk membangun akademi bidang digital,” kata Eko.
Ia melanjutkan, perusahaan yang akan berinvestasi di Indonesia dapat diajak bekerja sama dengan kampus-kampus lokal. Saat ini, beberapa akademi hasil kolaborasi dengan perusahaan asing telah berdiri, tetapi dalam jumlah terbatas.
Sementara program OKE OCE dari Sandiaga dapat memberikan pelatihan kewirausahaan bagi anak muda. Pelatihan dapat diberikan oleh pelaku wirausaha yang dinilai telah berhasil. ”Mereka dapat mengajari anak muda cara mendapatkan akses permodalan, mengenal pasar, serta mengembangkan dan memasarkan produk,” ujarnya.
Menurut Eko, cara-cara tersebut dapat menstimulasi semangat berwirausaha. Anak muda Indonesia memerlukan akses informasi dan teladan untuk berani memulai usaha sendiri.