PT Pertamina, PT Perkebunan Negara III, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia, sepakat bekerja sama menyediakan energi baru terbarukan yang berasal dari minyak kelapa sawit mentah. Sebagian kilang minyak PT Pertamina akan dikonversi untuk mengolah minyak sawit menjadi bahan bakar nabati atau biofuel.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·3 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS – Tiga badan usaha milik negara, yaitu PT Pertamina, PT Perkebunan Negara III, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia, sepakat bekerja sama menyediakan energi baru terbarukan yang berasal dari minyak kelapa sawit mentah. Kerja sama itu salah satunya mencakup konversi sebagian kilang minyak PT Pertamina untuk mengolah minyak sawit menjadi bahan bakar nabati atau biofuel.
Nota kesepahaman (MoU) tersebut ditandatangani oleh Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati, Direktur Utama PTPN III Dolly P Pulungan, dan Dirut PT RNI B Didik Prasetyo, di Pekanbaru, Riau, Selasa (19/3/2019). Turut menyaksikan Menteri BUMN Rini Soemarno dan Gubernur Riau Syamsuar.
“Hari ini tiga BUMN bersinergi untuk menyediakan energi baru terbarukan dari minyak kelapa sawit. Kilang di Plaju (Sumatera Selatan) dan Dumai (Riau) sebagian akan dikonversi untuk memproses kelapa sawit. Salah satu produknya adalah avtur (bahan bakar) untuk pesawat. Ini juga untuk mendorong B50 (biodiesel yang berasal dari campuran 50 persen kelapa sawit) dan B100 (biodiesel 100 persen dari kelapa sawit),” ujar Rini seusai penandatanganan MoU.
Heru Setiawan, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko PT Pertamina, mengungkapkan, pada tahap awal, volume minyak sawit mentah (CPO) yang diolah di dua kilang Sumatera itu mencapai 1 juta ton. Setelah itu, kilang akan meningkatkan kapasitas sampai 5 juta ton. “Setelah itu, ada proses pengembangan sampai 15 juta ton CPO,” katanya.
Menurut Rini, program penyediaan energi terbarukan di kilang Plaju dan Dumai tidak akan mengganggu rencana revitalisasi kilang Indonesia atau Refinery Development Master Plan (RDMP). Kedua kilang itu merupakan bagian dari lima kilang yang masuk dalam RDMP. Kedua program itu, dikatakan Rini, akan berjalan seiring atau terintegrasi.
“Nantinya, RDMP untuk memproses minyak mentah (fosil) tetap jalan. Di area sama akan dibangun (fasilitas) pemrosesanbiofuel. Kebutuhan solar tinggi. Target kita masih B50 dulu sehingga masih ada campuran CPO dan minyak fosil. Di Dumai sudah ada kilang. Nanti kita tinggal meningkatkan kapasitas sekaligus membangun pengolahan CPO,” kata Rini.
Untuk kebutuhan CPO di kilang Dumai, pasokan berasal dari PTPN V. Secara khusus, Rini meminta Direktur PTPN V Jatmiko K Santosa untuk mengikutsertakan produksi kelapa sawit plasma atau milik rakyat dalam rencana besar itu.
Secara terpisah, Jatmiko mengungkapkan kesiapan perusahaannya di Riau untuk mendukung langkah pemerintah menyediakan energi baru terbarukan. Dukungan itu bersifat konkret dari produksi CPO sebesar 541 ribu ton per tahun dari kebun PTPN V sendiri, belum termasuk produksi dari petani plasma dan masyarakat.
PTPN V, tambah Jatmiko, memiliki lahan kelapa sawit seluas 86.000 hektar dengan produksi sebesar 1,3 juta ton tandan buah segar (TBS) per tahun. Perusahaan yang memelopori perkebunan kelapa sawit di Riau itu kini memiliki 12 pabrik kelapa sawit yang berkapasitas total 575 ton per jam.
Menurut Jatmiko, perusahaannya bahkan telah mencatatkan peningkatan produktivitas tertinggi selama berkiprah selama 23 tahun. Pada tahun ini, PTPN V mampu memproduksi TBS rata-rata 21,94 ton per hektar pada kelompok tanaman yang sudah menghasilkan.
“Target kami meningkatkan produktivitas lagi sampai 24,08 ton TBS per hektar per tahun,” kata Jatmiko.
Tentang keikutsertaan badan usaha milik daerah (BUMD), Rini mengatakan sangat terbuka untuk bekerja sama. Hanya saja, kerja sama itu murni dengan pola transaksi secara bisnis ke bisnis.
“Kami selalu terbuka menerima BUMD. Kalau gubernur mau ikut, silakan. Saya sudah bicara dengan Dirut Pertamina. Namun, perusahaan (BUMD) harus memiliki penilaian yang jelas. Sewaktu kami mengambil Freeport di Papua atau blok Rokan di Riau, dibayar dari keuntungan BUMN. Bukan dari APBN. Kalau BUMD mau masuk, prosesnya tetap bisnis ke bisnis,” ujar Rini.
Pada kesempatan sama, juga dilaksanakan penandatanganan kontrak pengadaan dua unit kapal tunda antara PT Pelabuhan Indonesia I dengan PT DOK dan Perkapalan Surabaya. Kapal berkapasitas 2 x 1.800 HP itu untuk kebutuhan PT Pelindo I wilayah Dumai, Riau.