Peta pertarungan para calon anggota legislatif di daerah pemilihan Jawa Tengah VI selalu melahirkan sosok-sosok lama sebagai pemenang dengan latar belakang politik yang sama. Fenomena ini menunjukkan, para pemilih di daerah pemilihan ini memiliki loyalitas yang tinggi dengan caleg dan partai politik pilihan mereka. Begitu juga sebaliknya, para caleg pun memiliki loyalitas terhadap pemilih dan partai yang mengusung mereka.
Loyalitas inilah yang membuat komposisi pemenang pemilu selalu jatuh pada sejumlah sosok lama yang sudah memiliki rekam jejak ketokohan dan kiprah politik melalui partai politik masing-masing. Nama-nama seperti Muslich Zainal Abidin, Bambang Sutrisno, Abdul Kadir Karding, dan Nusyirwan Soejono tercatat sebagai anggota DPR yang mewakili daerah pemilihan (dapil) Jateng VI sejak Pemilu 2004.
Penyokong utama kemenangan selama ini adalah loyalitas yang terbangun dengan konstituen mereka yang tersebar di Kabupaten Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Kebumen, dan Kota Magelang.
Dari 111 caleg Pemilu 2019 yang terdaftar di dapil ini, tampak sejumlah politisi kawakan kembali bertarung. Beberapa di antaranya merupakan petahana, seperti Muslich Zainal Abidin yang diusung oleh PPP, Bambang Sutrisno dari Partai Golkar, Abdul Kadir Karding dari PKB, dan Nusyirwan Soejono dari PDI-P. Dari delapan caleg yang terpilih pada Pemilu 2014, tujuh orang terdaftar menjadi caleg untuk Pemilu 2019.
Hanya Tjatur Sapto Edy yang menarik diri dari pencalonan sebagai caleg DPR lantaran politisi PAN ini memilih jalur ke Senayan melalui jalur Dewan Perwakilan Daerah, mewakili dapil Maluku Utara.
Posisi Tjatur digantikan oleh sejawat politiknya dari PAN, Ahmad Mumtaz Rais, yang tidak lain merupakan putra pendiri PAN, Amien Rais. Meski proporsi caleg petahana hanya 6 persen, peluang kemenangan kembali pada pemilu kali ini tetap terbuka karena loyalitas yang sudah terjalin dengan konstituen.
Loyalitas yang dibangun para caleg dengan konstituen mereka sudah dirintis sejak lama sehingga pengaruh mereka di dapil sudah mapan. Mereka membangun karier politik melalui struktur kepengurusan partai di daerah, kemudian menjadi caleg dari daerah masing-masing.
Muslich Zainal Abidin merintis karier sebagai anggota parlemen sejak terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Magelang pada Pemilu 1982. Politisi PPP ini menikmati kedudukannya sebagai anggota dewan Kabupaten Magelang selama tiga periode berturut-turut. Kariernya sebagai anggota DPR baru terwujud pada Pemilu 2014.
Abdul Kadir Karding merupakan salah satu politisi muda yang memulai karier politiknya seiring dengan munculnya gerakan Reformasi tahun 1998. Melalui PKB, Karding merintis karier politiknya sebagai anggota DPRD Jateng pada Pemilu 1999.
Jabatan ini diemban selama dua periode, kemudian meningkat sebagai anggota DPR pada Pemilu 2009 hingga sekarang. Bambang Sutrisno dan Nusyirwan Soejono sudah merintis karier politik sejak awal sebagai caleg DPR dari dapil ini. Bambang Sutrisno mengawali kariernya tahun 1997 hingga sekarang, sementara Nusyirwan Soejono baru merintis sebagai caleg pada Pemilu 2004.
Loyalitas pemilih di dapil Jateng VI dipengaruhi citra caleg yang akan mereka pilih. Karakter ini menguntungkan caleg-caleg kawakan sekaligus petahana. Terlebih lagi mereka yang memiliki rekam jejak positif. Fenomena ini tecermin dari kasus Angelina Sondakh yang terpilih melalui dapil ini pada Pemilu 2009. Kasus korupsi yang menyandungnya pada 2012 langsung menyingkirkan nama politisi Partai Demokrat yang mampu meraup suara cukup tinggi pada Pemilu 2009 ini.
Kasus korupsi yang menimpa mantan Puteri Indonesia ini ternyata berimbas buruk kepada citra caleg perempuan pada umumnya. Pada Pemilu 2014, elektabilitas caleg perempuan berada pada level terburuk, yaitu 0 persen. Padahal, jumlah caleg perempuan yang terdaftar pada saat itu mencapai 40 persen atau melebihi kuota 30 persen. Pada Pemilu 2009, elektabilitas caleg perempuan mencapai 25 persen atau dua caleg terpilih merupakan caleg perempuan.
Kemenangan caleg-caleg kawakan tersebut juga menyiratkan pengaruh ideologi politik yang direpresentasikan oleh partai politik pengusung. Dominasi caleg dari PKB, PPP, PDI-P, dan Golkar selama ini mencerminkan peta penguasaan politik yang dilatari oleh pengaruh kekuatan Islam tradisional yang berbasis di Kabupaten Magelang dan Wonosobo, serta kekuatan nasionalis yang berbasis di Kabupaten Kebumen, Temanggung, Purworejo, dan Kota Magelang.
Perebutan kursi kekuasaan di dapil Jateng VI seturut dengan masa lalunya. Dapil yang merupakan bagian dari Karesidenan Kedu ini memiliki jejak sejarah sejak sekitar abad VIII. Peninggalan situs seperti Candi Borobudur, Candi Mendut, dan Candi Dieng menunjukkan budaya telah lama berkembang di wilayah ini.
Terkenal dengan tanahnya yang subur dan sistem pertaniannya yang maju, Kedu menjadi wilayah yang penting. Bahkan, Kedu pernah dikuasai dua kerajaan akibat terpecahnya Kerajaan Mataram pada 1755 melalui Perjanjian Giyanti.
Hingga kini, hasil pertanian di Kedu masih menjadi andalan. Tahun ini ditargetkan Bulog dapat menyerap 57.000 ton beras dari petani di Kedu. (LITBANG KOMPAS)