Polisi Buru Pelaku Utama
Upaya mengusut pembalakan liar di perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi terus dilakukan untuk memburu pelaku utama, bukan sekadar warga yang menebang atau mengangkut kayu.
PALEMBANG, KOMPAS Polda Sumatera Selatan menerjunkan tim untuk mengungkap pelaku utama di balik pembalakan liar di Kabupaten Musi Banyuasin di perbatasan Sumsel-Jambi. Selain menelusuri aliran kayu dari hulu, Polda Sumsel juga memotong distribusi kayu di hilir dan memproses hukum.
Kepala Polda Sumsel Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara di Palembang, Senin (18/3/2019), menyatakan, pihaknya telah menyusuri sungai yang dijadikan jalur distribusi kayu hasil pembalakan liar. Sekitar 78 balok kayu racuk yang dikumpulkan dari sejumlah titik dijadikan barang bukti. Dari hasil penelusuran, diketahui kayu berasal dari Sarolangun, Jambi, yang dialirkan melalui Sungai Batanghari Leko.
Dalam penelusuran itu, pelaku tidak ditemukan. Fokus penyelidikan polisi pun diarahkan mencari pelaku utama di balik penebangan, bukan sekadar menangkap warga yang menebang atau mengangkut kayu. ”Sasaran kami selanjutnya adalah sawmill (tempat pengolahan dan penumpukan kayu) di sekitar jalur pendistribusian kayu,” katanya.
Dengan menertibkan sawmill, menurut Zulkarnain, aktivitas penebangan liar akan berhenti. ”Mereka menebang karena ada permintaan. Kalau industri pengolahan kayu ditertibkan, kemungkinan permintaan terhenti, penebangan liar juga berhenti,” katanya.
Dalam penyelidikan kasus ini, Zulkarnain mengatakan ada beberapa kendala, antara lain modus pelaku yang menggunakan skema jaringan terputus, di mana pelaku penebangan dengan pengolah kayu terpisah. Selain itu, petugas juga kesulitan memastikan bahwa kayu itu dari kawasan hutan.
”Karena itu, dalam penyelidikan ini, kami akan menggandeng tim ahli lingkungan untuk memastikan asal kayu. Kalau benar dari kawasan hutan, bisa dipastikan kayu itu ilegal,” katanya.
Berdasarkan pantauan Kompas saat menelusuri jalur pengangkutan kayu di kawasan Simpang Gas, Kecamatan Tungkal Jaya, hingga Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin, ada tiga sawmill yang beroperasi. Untuk menutupi kegiatannya, ketiga sawmill tersebut dikelilingi pagar seng setinggi 2 meter.
Seorang mantan pemain kayu mengatakan, aktivitas penyaluran kayu dari kawasan hutan menuju sawmill menggunakan dua jalur, yakni jalur sungai dan jalur darat. Jalur sungai melewati Sungai Batanghari Leko, adapun jalur darat melalui Desa Sako Suban.
”Untuk kayu yang diambil dari sungai biasanya memang dari kawasan hutan di Jambi, sedangkan untuk kayu yang diangkut dari darat, berasal dari kawasan Sako Suban yang masih berada di Kabupaten Musi Banyuasin,” ujarnya.
Direktur Riset dan Kampanye Hutan Kita Institute (HaKI) Adiosyafri mengatakan, tegakan hutan di Sumsel menurun pesat dalam dua tahun terakhir. Pada 2017, tegakan hutan di Sumsel 855.750 hektar, turun dibandingkan dua tahun lalu 904.000 hektar. Penurunan ini disebabkan penebangan serta kebakaran hutan dan lahan pada 2015. Adapun total luas kawasan hutan di Sumsel 3,5 juta hektar.
Berdasarkan pantauan satelit, tegakan hutan di Sumsel hanya ada di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Sembilang, Suaka Margasatwa Dangku, Hutan Daerah Aliran Sungai Hulu, dan Hutan Harapan. ”Di daerah ini pun masih terjadi banyak perambahan dan penebangan ilegal,” ucap Adiosyafri.
Pengawasan hilir lemah
Masifnya pencurian kayu dari kawasan hutan negara dipicu tingginya permintaan pasar. Sayangnya, sektor hilir yang menampung hasil kayu curian cenderung lepas dari pengawasan aparat hukum.
Secara terpisah, Kepala Bidang Perlindungan Dinas Kehutanan Jambi Taupiq Bukhari mengatakan, semestinya ada upaya lebih kuat mengawasi sektor hilir hasil kayu. ”Kalau hilirnya dikendalikan, pembalakan liar akan berhenti dengan sendirinya,” katanya.
Kepala Seksi Pengamanan Dinas Kehutanan Jambi Iman Purwanto mengatakan, tanpa penindakan yang terpadu mulai dari hulu hingga hilir, sudah pasti akan sulit menghentikan pembalakan liar. Pihaknya hanya berwenang menindak distribusi kayu-kayu ilegal dari lokasi tebangan hingga menuju industri pengolahan atau penampungan.
Sementara penindakan kayu-kayu ilegal yang masuk ke industri pengolahan kayu menjadi wewenang satuan kerja lain. Meski banyak industri pengolahan yang berizin, faktanya mereka menerima kayu ilegal.
”Kalau mau (masalah pembalakan liar) tuntas, penindakan dilakukan menyeluruh aparat terpadu, mulai dari lokasi tebangan sampai tempat penampungan kayu-kayu ilegalnya,” katanya.
Sebagaimana diketahui, pembalakan liar marak di dalam kawasan hutan di perbatasan Jambi dan Sumsel. Aliran kayu nyaris tanpa kontrol, keluar melalui kanal perusahaan pemegang izin hak penguasaan hutan, jalan distribusi hasil tambang dan hasil tanaman industri, serta melewati sungai.
Selanjutnya, kayu leluasa dipasok ke industri olahan kayu di sekitar lokasi pembalakan hingga ke luar daerah. Penyidik Polisi Hutan Dinas Kehutanan Jambi, Yusup, mengatakan, distribusi kayu sulit dikendalikan karena banyaknya pintu keluar dan jalur pengangkutan kayu.
Di dalam kawasan hutan itu, para pembalak tidak hanya bebas membuka kanal. Mereka juga membuka jalur air atau parit yang lebih keci untuk mengalirkan kayu. Untuk mengamankan kayu curiannya, para pembalak tak segan-segan memanfaatkan senapan angin tradisional. (RAM/ITA)