Tidak Ada Sanksi Tegas untuk Perusak Cagar Alam Cycloop
Pemerintah Provinsi Papua dan Kepolisian Daerah Jayapura tidak memiliki rencana dan sanksi tegas bagi oknum yang merusak Cagar Alam Cycloop, Jayapura.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Papua dan Kepolisian Daerah Jayapura tidak memiliki rencana dan sanksi tegas bagi oknum yang merusak Cagar Alam Cycloop, Jayapura. Kerusakan serta alih fungsi lahan yang terjadi di cagar alam itu menyebabkan banjir bandang yang hingga kini telah menewaskan 96 orang.
Wakil Gubernur Papua Klemen Tinal menyatakan, tidak ada sanksi hukum pidana maupun hukum adat terhadap oknum yang merusak Cagar Alam Cycloop. Ia hanya mampu mengimbau agar masyarakat tidak melakukan aktivitas di sana.
"Ini bukan soal sanksi karena tidak ada sanksinya. Jadi, harap dimengerti, tragedi terjadi karena tiga faktor, yaitu cuaca, manusia, dan topografi. Hari ini kami selesaikan faktor yang bersifat kemanusiaan, baru kami akan mencegah. Ini bukan soal hitam putih, tidak ada yang salah," ucapnya di Posko Induk Penanggulangan Bencana Gunung Merah Kantor Bupati Jayapura, Selasa (19/3/2019).
Klemen menjelaskan, ada 29 titik kerusakan lahan di Gunung Cycloop akibat penebangan kayu besi untuk diolah menjadi arang. Kemudian, kerusakan juga disebabkan munculnya permukiman warga di daerah resapan air dan bantaran sungai.
"Saya peringatkan pemkab dan kaki tangan bupati agar jangan mudah mengeluarkan izin pembangunan perumahan. Berdasarkan laporan dari Kapolda Jayapura, ada oknum yang memalsukan IMB (izin mendirikan bangunan) untuk mendirikan bangunan," katanya.
Klemen pun berencana merelokasi warga di kawasan Cagar Alam Cycloop dan melarang agar tidak ada aktivitas bagi siapa pun di cagar alam itu. "Banjir bandang ini lebih parah daripada tahun 2007. Oleh sebab itu, saya melarang warga untuk beraktivitas di Cycloop dengan alasan apa pun. Masih ada alternatif yang bisa dilakukan warga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi," ujarnya.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal menjelaskan, Polda masih belum memiliki rencana untuk melakukan penegakan hukum terhadap oknum yang melakukan alih fungsi lahan Cycloop. Menurut dia, penyebab banjir bandang masih perlu diselidiki lebih lanjut.
"Warga yang melakukan alih fungsi lahan ini tidak hanya sehari-dua hari, tetapi telah bertahun-tahun. Kami harus pikirkan dahulu bagaimana proses penindakan hukumnya," ucap Ahmad.
Dihubungi terpisah, Direktur Program WWF Papua Benja Mambai menjelaskan, perlu ada penegakan hukum yang tegas bagi oknum yang merusak Cagar Alam Cycloop. Menurut dia, tanggung jawab untuk manajemen cagar alam tersebut ada di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) tingkat provinsi maupun kabupaten serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Papua.
"Pembangunan harus sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan harus ada alternatif pengembangan masyarakat yang punya nilai ekonomis tanpa eksploitasi. Pada 2018, kerusakan Cycloop telah seluas 9.470,9 hektar," kata Benja.
Dalam Pasal 19 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, tertulis bahwa setiap orang dilarang untuk melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam. Dalam UU ini diatur bahwa cagar alam termasuk dalam kawasan suaka alam.
Pasal 40 UU tersebut mengatur sanksi pidana bagi pelanggar ketentuan itu, yakni berupa penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp 200 juta.
Kepala BKSDA Papua Edward Sembiring mengatakan, di sekitar lokasi banjir bandang tidak ditemukan adanya pembalakan liar. Hal tersebut dapat dipastikan karena tidak ditemukan material kayu bekas tebangan yang hanyut terbawa banjir.
"Penyebab banjir hingga saat ini disebabkan karena adanya intensitas hujan yang sangat tinggi mencapai 114 milimeter per hari serta banyaknya permukiman di sekitar Sungai Kemiri," katanya.
Waspada Banjir Susulan
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Papua Welliam R Manderi mengatakan, curah hujan yang cukup tinggi di malam hari menyebabkan petugas dan para pengungsi senantiasa waspada terhadap kemungkinan banjir susulan. Pada Senin (18/3) malam, hujan lebat mengguyur kabupaten dan kota Jayapura, menyebabkan debit air Danau Sentani meluap.
"Akibat dari kerusakan Cagar Alam Cycloop, air langsung mengalir menuju Danau Sentani dan menyebabkan banjir di sejumlah lokasi. Petugas gabungan selalu berjaga-jaga untuk memantau jika ada potensi banjir susulan," ujar Welliam, saat dihubungi dari Jayapura.
Pada Selasa, sejumlah titik banjir masih terpantau di Perumnas IV Waena, Pasar Youtefa, dan Muara Tami. Hingga Selasa sore, berdasarkan data dari Posko Induk, banjir bandang telah menyebabkan 96 orang meninggal dunia dan 79 orang dilaporkan hilang.
Terkait penyediaan rumah sementara bagi para pengungsi yang rumahnya hancur, Klemen Tinal belum merencanakan hal tersebut. Menurut dia, fokus utama saat ini yaitu melakukan evakuasi dan pertolongan pada pengungsi.