JAKARTA, KOMPAS – Masyarakat antusias menyambut beroperasinya transportasi massal baru berupa Moda Raya Terpadu (MRT) dan Lintas Rel Terpadu (LRT). Warga berharap tarif yang dikenakan terhadap kedua moda transportasi publik massal tersebut tak membebani mereka.
Eko Nugroho (58), warga Rawamangun Jakarta Timur, salah satu pemegang kartu JakLingko atau sistem angkutan publik terintegrasi di Jakarta, berharap, penetapan tarif MRT dan LRT tidak membebani pengguna transportasi publik. Menurutnya, jika tarif yang terintegrasi berdiri sendiri tentu sangat memberatkan karena total sekali perjalanan menggunakan MRT dan LRT sebesar 16.000. Itu belum ditambah jika harus berpindah ke TransJakarta yang dikenai tarif Rp 3.500.
“Coba hitung sekali perjalanan sebesar Rp 19.500. itu angka yang besar. Saya berharap tarifnya bisa terjangkau warga,” kata Eko.
Hal serupa diutarakan oleh Wisnu Prasetyo (37), warga Cempaka Mas Jakarta Pusat. Meski mengaku sangat antusias dengan kehadiran LRT dan MRT serta ada integrasi antarmoda, ia masih belum mengetahui kententuan pembayaran tarif yang terintegrasi menggunakan kartu JakLingko menjadi satu atau terpisah.
Ia merasa, jika tarif MRT dan LRT harus dibayar terpisah tentu akan sangat memberatkan. Jika LRT dan MRT sudah beroperasi, Wisnu yang berkerja di kawasan Setiabudi Jakarta Selatan harus menghitung ulang biaya operasional menggunakan transportasi massal yang berganti-ganti.
Dari tempatnya di Cempaka Mas, ia harus menggunakan angkot menuju LRT rute Kelapa Gading-Rawamangun membayar Rp 6.000. Dari LRT Rawamangun ia berjalan ke Halte TransJakarta Pemuda Rawamangun menuju Halte TransJakarta Setiabudi dengan membayar ongkos Rp 3.500. Total yang harus dia keluarkan, sebesar Rp 9.500. Dengan demikian, tarif pulang pergi yang harus dikeluarkan Wisnu perhari sebesar Rp 19.000.
Sementara bila menggunakan sepeda motor, menurut Wisnu, dia hanya mengeluarkan sebesar Rp 25.000 untuk bahan bakar dua sampai tiga hari. "Jika perhitungannya seperti itu, saya tidak akan menggunakan transportasi masal. Lebih baik pakai motor karena uang BBM hanya Rp 25.000 per dua sampai tiga hari,” kata Wisnu.
Terkait integrasi tarif, ia berharap, pemerintah bisa memperhitungkan tarif dari masing-masing moda transportasi sehingga tidak memberatkan warga. “Jika sehari pulang pergi ongkos sebesar Rp 20.000 hingga Rp 25.000 masih terjangkau,” lanjutnya.
Direktur Pelayanan dan Pengembangan PT Transjakarta Achmad Izzul Waro mengatakan, integrasi pembayaran sudah bisa menggunakan kartu JakLingko atau kartu uang elektronik perbankan. Penjualan kartu JakLingko terus meningkat. Per 15 januari 2019 terjual 189.486 unit.
“Saat ini tersisa 6.537 kartu JakLingko BNI dan 9.563 kartu untuk JakLingko Bank DKI,” kata Izzul.
Ia mengatakan, penjualan tertinggi di bulan Januari 2019 yaitu sebesar 32.213 kartu. Permintaan yang cukup tinggi dari masyarakat membuat pihaknya membutuhkan percepatan penyediaan kartu dari seluruh bank yang berkerjasama.
Melalui kartu JakLingko, masyarakat akan terintegrasi secara moda transportasi dan tarif. Harga kartu JakLingko sebesar Rp 30.000 dengan saldo Rp 10.000. Dalam rancangan yang diajukan ke DPRD DKI Jakarta, Pemerintah Provinsi Jakarta mengusulkan tarif Rp 10.000 untuk MRT dan Rp 6.000 untuk LRT. Adapun kemauan masyarakat membayar disebutkan Rp 8.500 hingga Rp 12.500 untuk MRT dan Rp 5.000 hingga Rp 7.000 untuk LRT.
Saat ini, alokasi subsidi tarif MRT di APBD DKI Jakarta tahun 2019 tersedia Rp 672 miliar untuk MRT dan Rp 327 miliar untuk LRT. Dengan perhitungan ini, subsidi Rp 21.659 per penumpang untuk MRT dan Rp 35.655 per penumpang untuk LRT. Alokasi anggaran subsidi masih mungkin diusulkan ditambah dalam APBD Perubahan DKI Jakarta tahun 2019. (AGUIDO ADRI)