Jarang-jarang tiga pejabat teras pertahanan Iran, Irak, dan Suriah berkumpul. Saat ketiganya bertemu, ada hal sangat penting dalam agenda negara mereka.
Ketiga pejabat teras pertahanan itu, yakni Menteri Pertahanan Suriah Jenderal Ali Abdullah Ayyoub, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Irak Jenderal Othman al-Ghanimi, dan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Mayor Jenderal Mohammad Hossein Bagheri, menggelar pertemuan trilateral selama dua hari di Damaskus, Suriah, 17-18 Maret lalu.
Kantor berita resmi Iran, IRNA, melaporkan, ketiganya juga diterima Presiden Suriah Bashar al-Assad yang menggarisbawahi makin kokohnya keterikatan ketiga negara saat ”darah tentara Suriah, Iran, dan Irak menyatu dalam perang melawan terorisme”. Assad diberi laporan hasil pertemuan ketiganya bahwa penting meneruskan koordinasi dan kerja sama di antara ketiga negara sesuai kepentingan mereka bersama.
Pertemuan trilateral di Damaskus itu merupakan ilustrasi semakin kuatnya aliansi antara Iran, Irak, dan Suriah, aliansi yang kerap disebut banyak kalangan membentuk poros bulan sabit pemerintahan berhaluan Syiah di kawasan Timur Tengah. Aliansi itu telah membuat waswas tidak hanya Israel, tetapi juga negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi.
Aliansi itu telah membuat waswas tidak hanya Israel, tetapi juga negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi.
Makin solidnya aliansi Iran, Irak, dan Suriah itu berlangsung saat Amerika Serikat berupaya mengisolasi dan memperberat sanksi terhadap Iran. Di mata Washington, Iran dianggap sebagai pendestabilisasi kawasan dan, karena itu, harus ditangkal. Bulan lalu, AS menyatakan tetap mempertahankan pasukannya di Suriah, tidak seperti rencana semula untuk menarik mereka dari negeri itu setelah milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dinyatakan telah ditaklukkan.
Pasukan AS mengerahkan kekuatan udara dan sekitar 2.000 tentara angkatan darat untuk membantu milisi Kurdi, Pasukan Demokratik Suriah (SDF), yang mengontrol sebagian wilayah perbatasan Suriah-Irak. AS masih menduduki pangkalan militer di Tanf, dekat perbatasan Irak-Suriah.
Keberadaan pasukan AS itu, di mata aliansi Iran-Irak-Suriah, menjadi kerikil. Oleh karena itu, Ali Abdullah Ayyoub menegaskan, pasukan AS perlu segera mundur dari Suriah. Pertemuan Ayyoub dengan dua koleganya dari Iran dan Irak, antara lain, membahas cara-cara merebut kembali wilayah Suriah yang masih dikuasai pemerintah asing, termasuk area penempatan pasukan AS.
Itu rencana jangka pendeknya. Rencana berikutnya, seperti diberitakan harian ini, Selasa (19/3/2019), yakni membuka jalan darat Teheran-Baghdad-Damaskus hingga Beirut sebagai bagian dari proyek bulan sabit Syiah, yang membentang dari Iran hingga Laut Merah. Langkah awalnya, kata Jenderal Ghanimi, yakni membuka kembali perbatasan Irak-Suriah.
Koneksi itu akan menguntungkan ketiga negara. Iran butuh jalur perdagangan dengan negara-negara tetangga di tengah pukulan sanksi AS. Adapun bagi Irak dan Suriah, pembukaan jalur perbatasan akan mengakselerasi kerja sama ekonomi di tengah upaya pemulihan kedua negara dari dampak perang.