JAKARTA, KOMPAS — Pemilik merek produk berskala besar secara perlahan mulai menggeser alokasi belanja iklan dari platform tradisional menuju media digital. Pergeseran itu sejalan dengan kebiasaan warga yang semakin aktif mengonsumsi internet.
Di penyiaran televisi, khususnya, pergeseran pengeluaran iklan ke digital sekarang sudah mencapai 5 persen sampai 10 persen. Ketua Bidang Penyiaran Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Hardijanto Suroso menyampaikan hal tersebut di sela-sela seminar ”Indonesia in View 2019”, di Jakarta, Selasa (19/3/2019).
Menurut dia, ekosistem penyiaran video saat ini semakin kompleks, mencakup mulai dari tipe konten video, mekanisme pendistribusian, perangkat menonton atau platform, bentuk iklan, hingga jenis transaksi. Dengan realitas ini, penyiaran tidak lagi secara eksklusif dimiliki oleh televisi terestrial.
Anggaran belanja iklan televisi tradisional di Indonesia, kata Hardijanto, masih di atas 60 persen, lebih besar dibandingkan dengan media massa lain, seperti media cetak dan radio. Namun, yield atau perkiraan nilai pendapatan hasil penjualan bersih (net sales) dibandingkan kotor (gross sales) semakin turun. Sebagai gambaran, pada 1999 yield mencapai 45 persen, tetapi pada 2017 yield turun menjadi sekitar 15 persen.
Para produsen barang dan jasa mulai mengalokasikan biaya pemasaran ke media digital. Konten video iklan disebarluaskan ke platform media sosial, laman, dan aplikasi internet.
”Persentase pergeseran alokasi belanja iklan sekitar 5 persen sampai 10 persen tergolong tinggi. Tantangan bagi pelaku penyiaran televisi tradisional untuk segera sadar dan bergegas memikirkan cara baru dalam menggali sumber penerimaan,” ujarnya.
Pergeseran anggaran iklan itu sejalan dengan kebiasaan warga yang kian aktif mengonsumsi internet. Mengutip beberapa hasil riset, dia menyebutkan, jumlah pengguna internet mencapai 143 juta orang, 130 juta orang di antaranya adalah pengguna Facebook, 88 persen pengguna internet mengonsumsi YouTube, dan 83 persen pemakai Whatsapp.
Siaran televisi tradisional memang masih diminati oleh warga. Pada jam-jam sibuk, 60 persen dari populasi penduduk Indonesia atau sekitar 159 juta orang menonton.
Pelaku penyiaran televisi tradisional harus terjun dan bertransformasi ke digital.
”Akan tetapi, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah durasi orang menonton penyiaran di televisi tradisional yang kini hanya sekitar 2 jam 8 menit. Sementara lama waktu mengakses internet, utamanya rata-rata media sosial, adalah 3 jam 26 menit per hari. Produsen tentu mengikuti kebiasaan ini agar tetap bisa mendapatkan pangsa pasar,” ujarnya.
Hardijanto berpendapat, pelaku penyiaran televisi tradisional harus terjun dan bertransformasi ke digital. Mereka perlu memikirkan upaya-upaya kreatif menggaet pemasang iklan. Dari sisi bentuk iklan, misalnya, mereka dapat memakai format iklan interaktif dan in streaming atau menyisipkan penayangan iklan saat konten streaming.
Senior Vice President Media and Digital Business sekaligus Chief Operation Officer PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk Joddy Hernady mengatakan, meraup pendapatan dari bisnis konten video di aplikasi internet tidak mudah. Ada kelompok konsumen tidak suka diminta membayar biaya berlangganan konten video.
”Masih ada anggapan mencari konten gratis, ya, di internet. Kami melihat situasi seperti itu jamak terjadi di kalangan konsumen usia muda. Ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha penyiaran tradisional yang merambah ke digital,” katanya.
Joddy lantas mencontohkan perjalanan OONA Media Indonesia, anak perusahaan dari PT NFC Indonesia Tbk yang bekerja sama dengan PT MetraNet, sebagai bagian dari PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. OONA Media Indonesia berwujud aplikasi internet yang mulai beroperasi pada Juli 2018. Untuk mengakses konten, pengguna dibebaskan dari biaya. Sebagai gantinya, perusahaan memaksimalkan pendapatan dari iklan yang dikemas dalam format interaktif.
CEO MNC Now Iris Wee mengemukakan, upaya mendistribusikan produk televisi berbayar turut berubah dengan semakin berkembangnya kebiasaan berinternet. Salah satu upayanya adalah pengusaha bisa memilih menawarkan paket berlangganan televisi berbayar diikuti layanan internet berkecepatan tinggi.