Dibutuhkan Komitmen Pemda dan Warga Sekitar Hutan untuk Lindungi Gajah
Sebanyak 85 persen populasi gajah sumatera di Aceh berada di luar kawasan konservasi, akibatnya terjadi perebutan kawasan antara manusia dengan gajah yang berujung konflik. Diperlukan partisipasi dan komitmen pemerintah daerah dan warga, khususnya petani di sekitar kawasan jelajah gajah untuk melindungi gajah.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS - Sebanyak 85 persen populasi gajah sumatera di Aceh berada di luar kawasan konservasi, akibatnya terjadi perebutan kawasan antara manusia dengan gajah yang berujung konflik. Pemanfataan ruang yang keliru telah memicu konflik gajah dengan manusia. Diperlukan partisipasi dan komitmen pemerintah daerah dan warga, khususnya petani di sekitar kawasan jelajah gajah untuk melindungi gajah.
Direktur Pusat Kajian Satwa Liar Universitas Syiah Kuala, Wahdi Azmi, dalam diskusi “Strategi Konservasi Gajah Sumatera” di Banda Aceh, Rabu (20/3/2019), mengatakan, konflik gajah dengan manusia di Aceh semakin meningkat. Perebutan kawasan terjadi karena manusia memerlukan lahan untuk sumber ekonomi, sedangkan gajah membutuhkan kawasan sebagai habitat.
“Pemanfaatan ruang yang keliru misalnya, kawasan yang seharusnya menjadi habitat gajah justru dijadikan area budidaya kian parah. Kawasan itu ditanami komoditas yang disukai gajah seperti kelapa sawit, tebu, dan pisang," kata Wahdi.
Konflik semakin masif karena sebagian besar populasi gajah di Aceh berada di luar kawasan konservasi. Bahkan, beberapa kelompok gajah berada di luar hutan.
Adapun Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) yang dimandatkan mengurusi satwa lindung tidak memiliki kewenangan terhadap lahan di luar konservasi. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan petani harus dilibatkan secara penuh dalam aktvitas konservasi. Pemda Aceh dan warganya berkewajiban melindungi hewan besar ini.
Konflik gajah di Aceh menandakan keberlangsungan hidup gajah kian terancam. "Kerja-kerja konservasi belum berhasil, namun kita tidak boleh pesimis,” kata Wahdi.
Saat ini populasi gajah di Indonesia sekitar 1.700 individu. Sebanyak 500 individu berada di Aceh, selebihnya tersebar di beberapa provinsi di Sumatera.
Wahdi mengatakan, pembangunan barrier atau parit juga dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengurung gajah tetap berada di habitatnya. Parit buatan dibangun disesuaikan dengan pagar alami. Pembuatan barrier efektif untuk menurunkan konflik seperti yang diterapkan di Bener Meriah dan Aceh Jaya.
Komitmen
Koordinator Conservation Respon Unit atau Pusat Mitigasi Konflik Gajah Mila, Kabupaten Pidie, Hasballah mengatakan, warga yang berada di kawasan hutan harus punya komitmen yang kuat untuk hidup berdampingan dengan gajah. Mereka adalah orang pertama yang merasakan dampak dari konflik satwa. “Komitmen ditunjukkan dengan tidak menanam tanaman yang disukai gajah,” kata Hasballah.
Warga yang berada di kawasan hutan harus punya komitmen yang kuat untuk hidup berdampingan dengan gajah. (Hasballah)
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo mengatakan, penanganan konflik satwa liar di Aceh harus dilakukan banyak pihak. Meski mandat utama BKSDA melindungi dan menangani satwa, tanpa dukungan pemerintah daerah akan sulit. Apalagi kini sebagian besar gajah, harimau, dan satwa lindung lain berada di luar kawasan konservasi.
Gubernur Aceh telah membentuk tim penanggulangan konflik satwa liar melalui Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/1098/2015. Dalam surat itu terdapat 23 instansi pemerintah yang menjadi tim penanggulangan konflik satwa. Namun, kata Sapto, belum semua instansi terlibat aktif. ”Yang bergerak baru BKSDA dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” katanya.