Hujan Potensial Picu Longsor
Intensitas hujan yang tinggi di sejumlah wilayah di Tanah Air dalam beberapa hari ke depan patut diwaspadai karena berpotensi mengakibatkan longsor.
BANDUNG, KOMPAS Meningkatnya curah hujan membuat sejumlah daerah berpotensi tinggi terjadi gerakan tanah atau longsor. Masyarakat perlu mengenali kerentanan longsor di wilayah masing-masing sehingga dapat mengantisipasi dampaknya.
Dalam sepekan terakhir, longsor melanda sejumlah wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera sampai Papua. Hampir semua kejadian dipicu hujan lebat sehingga menyebabkan lereng longsor.
Di Sumatera, longsor melanda Kabupaten Empat Lawang, Sumatera Selatan. Sementara di Pulau Jawa, longsor terjadi di Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur. Longsor juga menerjang Nusa Tenggara Barat dan Papua.
”Potensi longsor tinggi seiring meningkatnya curah hujan. Lokasinya menyebar di sejumlah daerah, terutama di kawasan sekitar lereng, tebing, dan lembah,” ujar Kepala Subbidang Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Timur Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Agus Solihin di Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/3/2019).
Daerah dengan kerawanan longsor tinggi itu meliputi Sumatera bagian barat dan selatan, Pulau Jawa bagian tengah hingga selatan, Nusa Tenggara, Sulawesi bagian barat dan tengah, serta hampir seluruh wilayah pegunungan dan perbukitan di Papua.
Agus mengatakan, longsor dipengaruhi berbagai faktor. Secara geologis karena sifat batuan yang lepas dan gembur sehingga mudah luluh saat diguyur hujan lebat. Faktor lain, morfologi yang terjal. Rekahan tanah saat dimasuki air akan menjadi bidang gelincir, terutama di lahan dengan kemiringan tinggi.
Terdapat juga faktor alih fungsi lahan. Berkurangnya tutupan lahan dan bertambahnya bangunan membuat beban lahan kian meningkat.
Akan tetapi, di beberapa kasus, longsor juga terjadi di daerah dengan hutan yang masih lebat. ”Hal itu karena tingkat pelapukan batuan dan kemiringannya tinggi. Apalagi, diguyur hujan dalam waktu lama,” kata Agus.
Warga diminta lebih intens mengamati gejala longsor, seperti munculnya rekahan pada tebing atau lereng dan memperhatikan aliran air. Kewaspadaan diperlukan untuk meminimalkan dampak longsor. Informasi peta prakiraan wilayah potensi gerakan tanah yang dikeluarkan PVMBG setiap bulan bisa jadi acuan. Peta tersebut dapat diakses melalui situs web www.vsi.esdm.go.id.
Selain longsor, masyarakat di sekitar aliran sungai juga perlu mewaspadai banjir bandang. Sebab, material longsor akan membentuk bendungan dan menahan air. Ketika debit air semakin tingggi, bendungan itu jebol dan airnya mengalir deras ke hilir.
”Di beberapa kejadian banjir bandang, terjadi penyempitan sungai. Karena daya tampung sungai berkurang, air dalam jumlah besar dari hulu masuk ke permukiman warga,” ujarnya.
Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah PVMBG Agus Budianto mengatakan, masyarakat dapat mengenali gejala banjir bandang, yaitu menyusutnya debit air sungai saat hujan lebat di hulu atau air sungai berubah menjadi keruh.
Saat gejala itu teramati, warga diimbau menjauhi aliran sungai. Secara terpisah, ahli gerakan tanah dan hidrologi Fakultas Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada (UGM), Faisal Fathani, mengatakan, banjir, longsor, dan banjir bandang di Indonesia menjadi lebih sering terjadi seiring dengan tekanan penduduk dan intensitas pembangunan yang menyebabkan degradasi lingkungan. Sementara sedimen di aliran sungai juga meningkat dari tahun ke tahun.
Longsor Imogiri
Dari Daerah istimewa Yogyakarta, longsor di sebagian area Makam Raja-raja Mataram, di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, mulai ditangani. Pencegahan agar kerusakan tidak bertambah besar dilakukan dengan menutupi areal yang longsor dengan terpal. Sementara untuk perbaikan permanen memerlukan kajian mendalam.
”Kami mencoba meminimalkan potensi kerusakan lebih besar. Prinsipnya mengurangi tanah terkena air,” kata Sekretaris Daerah Istimewa Yogyakarta Gatot Saptadi.
Sementara itu, banjir yang melanda wilayah Kabupaten Purworejo, Jateng, Minggu- Senin (17-18/3), merendam sekitar 2.154 hektar tanaman padi. Meski tidak sampai mengakibatkan gagal panen, produksi padi dipastikan akan menurun.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan Kabupaten Purworejo Eko Anang Sofyan W memperkirakan, penurunan produksi padi akibat sawah yang tergenang banjir itu berkisar 15-40 persen. (TAM/BAY/NCA/RUL/EGI/AIK)