CIREBON, KOMPAS - Di tengah kasus korupsi yang menjerat sejumlah pejabat Kota Cirebon, Jawa Barat, pemerintah setempat mencanangkan zona integritas Wilayah Bebas dari Korupsi. Langkah tersebut dinilai belum cukup tanpa pembenahan tata kelola pemerintahan yang transparan untuk peningkatan pelayanan publik. Apalagi, upaya pencegahan korupsi di "Kota Wali" masih rendah.
Pembangunan zona integritas Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh pimpinan satuan perangkat kerja daerah dan Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis, Rabu (20/3/2019), di Kota Cirebon. Turut hadir Sekretaris Daerah Kota Cirebon Asep Dedi dan Kepala Bagian Administrasi dan Pelaporan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Aan Syaiful Ambia.
WBK merupakan predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen sumber daya manusia, penguatan pengawasan, dan akuntabilitas kerja. Predikat itu dikeluarkan oleh Kemenpan dan RB.
Ini sesuai Peraturan Menpan dan RB Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pembangunan Zona Integritas Menuju WBK dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) di lingkungan instansi pemerintah. Saat ini belum ada satu unit kerja dalam Pemkot Cirebon yang meraih predikat tersebut.
Azis mengatakan, pihaknya berniat menggapai zona integritas karena terinspirasi dari sejumlah unit kerja di cirebon yang telah mendeklarasikan diri untuk menuju WBK. Instansi itu adalah Kejaksaan Negeri Cirebon, Kepolisian Resor Kota Cirebon, dan Pengadilan Negeri Cirebon.
"Kami sadar, masih banyak kekurangan. Dengan pencanangan zona integritas ini, kami harapkan kesalahan-kesalahan itu dapat diminimalisasikan, bahkan dihilangkan," ujarnya.
Azis mengatakan, saat ini, pembangunan zona integritas WBK fokus dilakukan di lingkungan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, kelurahan, dan kecamatan. Alasannya, unit kerja itu berhubungan langsung dengan pelayanan publik. Untuk itu, pejabat dan petugas di instansi tersebut diminta membenahi diri.
Harusikhlas
"Harus ikhlas menjalankan tugas. Munculnya calo-calo selama ini karena pelayanan kita kepada masyarakat kurang maksimal. Contohnya, mempersulit warga dengan banyaknya birokrasi. Akhirnya, warga cari yang praktis melalui calo," ungkap Azis.
Upaya membangun sikap integritas aparatur sipil negara di Kota Cirebon, lanjutnya, telah dilakukan. Salah satunya meminta pendampingan kepada Tim Pengawal Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) Kejari Cirebon.
Asep Dedi menambahkan, pihaknya telah menerbitkan sejumlah regulasi untuk membangunan integritas dan meningkatkan pelayanan publik di lingkungan Pemkot Cirebon. Contohnya, Perwali Kota Cirebon No 64/2015 tentang Road Map Reformasi Birokrasi dan Perwali Kota Cirebon No 32/2018 tentang layanan 112.
Pihaknya pun optimistis dapat meraih predikat WBK. "Kami berhasil mempertahankan opini wajar tanpa pengecualian dari Badan Pemeriksaan Keuangan pada 2017 dan 2018," ujarnya.
Hasil akuntabilitas kinerja pemkot tahun lalu juga mencapai 65,48 dengan predikat B. Ini meningkat dibandingkan 2017 dengan nilai 62,95.
Meski memiliki regulasi untuk membangun zona integritas serta meraih opini WTP, sejumlah pejabat Kota Cirebon terjerat korupsi. Awal Maret lalu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Cirebon berinisial YW ditahan karena dugaan korupsi bersama S, mantan Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kota Cirebon yang telah pensiun.
Korupsiproyek
Bersama tiga tersangka dari pihak swasta, keduanya diduga korupsi pada proyek pengerjaan Jalan Rinjani Raya-Bromo (Harjamukti) dan Jalan Mahoni Raya (Kesambi) tahun anggaran 2016. Proyek senilai Rp 599 juta itu berasal dari dana alokasi khusus. Mereka diduga merugikan negara sebesar Rp 205,7 juta.
Sebelumnya, pada 2016, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cirebon M Taufan juga tersangkut kasus korupsi pengadaan ruang terbuka hijau (RTH). Dinas tersebut kini dihilangkan dan pembangunan RTH menjadi tanggung jawab dinas lingkungan hidup dan dinas PUPR.
Fakta itu sesuai dengan rendahnya upaya pencegahan korupsi di kota yang menjadi tempat bertemunya Wali Sanga (sembilan tokoh besar penyebar agama Islam di tanah Jawa) berabad silam. Data Monitoring Center for Prevention Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2018 menunjukkan, tingkat pencegahan korupsi di Pemkot Cirebon hanya 53 persen.
Cirebon menempati urutan ketiga terbawah dari 27 kabupaten/kota di Jabar dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi. Peringkat terbawah adalah Kabupaten Pangandaran dan Cirebon dengan nilai masing-masing 52 persen. Sementara peringkat pertama adalah Pemkot Depok dengan nilai 84 persen. Adapun rata-rata tingkat pencegahan korupsi di Jabar adalah 60 persen.
Penilaian Ombudsman terkait pelayanan publik Pemkot Cirebon tahun lalu juga masih mendapatkan rapor kuning. elayanan publik versi ombudsman masih kuning. "Tapi, survei berikutnya, semoga rapor kami sudah hijau," ucap Asep yang diiringi batuk.
Aan mengatakan, penilaian zona integritasi dilakukan oleh Kemenpan dan RB, KPK, dan Ombudsman. Bahkan, pihaknya juga bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik untuk menyurvei tingkat kepuasan masyarakat terhadap layanan publik suatu instansi. "Contoh sederhana, apakah instansi itu menyediakan kotak pengaduan. Jika ada, apakah sudah diketahui oleh masyarajat," ujarnya.
Saat ini, terdapat 23 unit kerja yang meraih predikat WBBM dan 328 unit kerja WBK. Tahun lalu, lanjutnya, Polri menjadi model terbaik karena 76 unitnya meraih WBK dan WBBM. "Kuncinya adalah sistem reward (penghargaan), seperti kenaikan pangkat dan tunjangan kinerja bagi unit kerja yang berhasil membangun zona integritas," ungkapnya.
Ia mengapresiasi komitmen Pemkot Cirebon untuk membangun zona integritas WBK. Apalagi, saat ini, pemerintah kabupaten/kota yang mencanangkan zona integritas WBK masih kurang dari 50 pemda. "Namun, ini tidak cukup. WBK itu hanya langkah awal untuk membangun sistem tata kelola pemerintahan yang transparan dan meningkatkan pelayanan publik," lanjut Aan.
Menurut dia, tidak seluruh satuan kerja atau instansi dapat meraih predikat WBK dan WBBM meskipun telah mencanangkannya. "Bahkan, jika dalam perjalanan ditemukan fakta bertentangan dengan WBK atau WBBM, maka predikat itu dicabut. Jadi, predikat itu jangan hanya dipajang " ujarnya.