JAKARTA, KOMPAS—Pengemudi ojek daring mengeluhkan minimnya jumlah shelter untuk tempat memarkir kendaraan atau berhenti menunggu pesanan datang. Itu membuat mereka memarkir kendaraan di pinggir jalan, mengganggu arus lalu lintas, dan kadang-kadang tergaruk operasi Dinas Perhubungan.
Berdasarkan Pasal 8 Ayat b Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat, shelter harus disediakan oleh perusahaan aplikasi. Menurut salah satu pengemudi ojek daring, Joshua (34), perusahaan aplikasi semestinya mematuhi ketentuan itu terlebih dahulu, baru pengemudi ditertibkan jika mengganggu lalu lintas.
“Kalau disediakan, kami para pengemudi pasti mengikuti peraturan yang ada,” tutur Joshua di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (20/3/2019). Namun, bukannya bertambah, jumlah shelter malah berkurang. Ia mencontohkan, sebelumnya terdapat shelter di sekitar Mall of Indonesia (MOI), tetapi shelter itu dihilangkan sejak Februari lalu tanpa diketahui alasannya.
Alhasil, Joshua dan rekan-rekannya memilih “mangkal” di pinggir jalan pada pertigaan antara MOI dan Mall Artha Gading (MAG). Mereka pun “kucing-kucingan” dengan petugas Dishub setiap ada operasi. Jika sedang lengah, sepeda motor bisa diangkut dan pengemudi ditilang.
Jika parkir di tempat parkir resmi, pendapatan mereka akan semakin menipis. Menurut Joshua, ia butuh setidaknya setengah jam untuk mendapatkan pesanan selanjutnya. Ia harus mengeluarkan biaya sekitar Rp 2.000 sekali parkir dengan jangka waktu tersebut. Padahal, jika ia mendapat pesanan mengantar konsumen dalam jarak kurang dari lima kilometer, tarif hanya Rp 7.200. Artinya, 27 persen pendapatan digunakan untuk biaya parkir.
Hal yang sama juga disampaikan pengemudi ojek daring lain, Amirudin (45). Ia biasa menerima pesanan di MAG, baik mengantar penumpang atau makanan dari MAG. Tanpa adanya shelter, ia dan rekan-rekan berhenti di sembarang tempat yang bisa mengganggu arus lalu lintas.
Untungnya, sejak lima bulan lalu, Amirudin dan sesama pengemudi ojek daring mendapat tempat perhentian di depan MAG, di lahan kosong pada sempadan kali. Ia mendapat kabar, pengelola MAG sedang menyiapkan lahan di dalam kompleks mal untuk shelter ojek daring. Para pengemudi menantikan rencana itu terealisasi.