Perda Kebakaran Tak Bertaring, Penanganan Kebakaran Masih Sporadis
Oleh
irene sarwindaningrum
·3 menit baca
Penanganan kebakaran di DKI Jakarta bertumpu pada dinas terkait saja. Padahal, tanggung jawab menyebar ke sejumlah pemangku kebijakan. Perlu aturan yang memayunginya.
JAKARTA, KOMPAS — Belum adanya rencana induk sistem proteksi kebakaran membuat pencegahan kebakaran di kawasan padat DKI Jakarta masih dilakukan secara sporadis, belum ada perencanaan yang sistematis. Peraturan daerah tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran pun dinilai tak bertaring karena belum efektif dijalankan.
Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 tentang pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran sebenarnya sudah mengatur bangunan perumahan yang berada di lingkungan permukiman yang tertata harus dilengkapi dengan prasarana dan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Kelengkapan ini tanggung jawab pengembang atau pemerintah daerah.
Sementara itu, untuk bangunan perumahan yang berada di lingkungan permukiman yang tidak tertata dan padat hunian pun harus dilengkapi prasarana dan sarana yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Selain itu, perda itu juga mengatur harus ada kesiapan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
Syarif, Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, yang salah satunya menangani kebakaran, menemukan, saat ini ketersediaan sarana dan prasarana di tingkat lingkungan masih minim.
”Di setiap kota sekarang ini tak lebih dari 1.500 alat pemadam api ringan yang tersedia. Padahal idealnya, ada di semua RT, tergantung dari tingkat kerentanan kebakaran,” katanya di Jakarta, Selasa (19/3/2019).
Lebih dari itu, hingga sekarang tidak pernah ada pemetaan jumlah kebutuhan alat pencegah kebakaran yang dibutuhkan untuk kawasan-kawasan di DKI Jakarta. Hal ini seharusnya diatur dalam rencana induk sistem proteksi kebakaran (RISPK).
Tanpa ada rencana induk, tidak ada sistem ataupun koordinasi untuk mencegah kebakaran. Padahal, pencegahan kebakaran seharusnya dilakukan secara sistematis dan lintas sektoral karena tak mungkin dilaksanakan oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta sendiri.
”Misalnya, untuk inspeksi instalasi PLN, seharusnya bisa dilakukan di tingkat RT dan RW setempat, juga sosialisasi oleh RT RW yang berkala,” katanya.
Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, mengatakan, RISPK ini sangat penting sehingga penanganan dan antisipasi kebakaran terintegrasi antar-SKPD terkait. ”SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang terkait dengan bahaya kebakaran ini sangat banyak, tidak hanya di Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan. Saat ini, seperti pencegahan kebakaran seolah-olah di Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan saja, padahal tidak begitu,” katanya.
Menurut Gembong, Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2008 itu juga belum terimplementasi di lapangan. Untuk itu, harus ada komitmen dan dorongan yang kuat dari kepala daerah untuk bisa melibatkan semua pihak untuk mengatasi bahaya kebakaran Jakarta.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan DKI Jakarta Subejo mengatakan, Perda Nomor 8 Tahun 2008 itu merupakan embrio dari RISPK. Ia menyatakan akan mendiskusikan dengan jajaran terkait agar bisa mendorong RISPK yang komperehensif segera terwujud.