Pria Perlu Pakai Alat Kontrasepsi, Jangan Hanya Perempuan
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan alat kontrasepsi selama ini hanya dibebankan kepada perempuan. Pria juga perlu karena selama ini partisipasi pria untuk menggunakan alat kontrasepsi masih sangat rendah. Padahal, cara seperti ini amat diperlukan untuk mencapai target penurunan angka fertilitas Indonesia.
Dalam Proyeksi Penduduk 2015-2045, pemerintah menargetkan angka rata-rata fertilitas (TFR) pada 2020 mencapai 2,1 anak. Namun, penurunan angka fertilitas selama 10 tahun justru stagnan.
Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003, 2007, dan 2012, rata-rata jumlah anak per perempuan usia subur 15-49 tahun adalah 2,6 anak. Dalam SDKI 2017, TFR turun jadi 2,4 anak.
Kepala Biro Perencanaan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Siti Fathonah, Rabu (20/3/2019), di Jakarta, mengatakan, peningkatan akses layanan keluarga berencana (KB) perlu dilakukan untuk meningkatkan penggunaan alat kontrasepsi.
”Penggunaan alat kontrasepsi juga harus disadari oleh pria. Kesadaran ini yang masih minim,” kata Siti dalam seminar bertajuk ”Peningkatan Kesertaan KB Pria bersama Kementerian/Lembaga dan Mitra Kerja Terkait” di Jakarta, Rabu.
Pria memiliki peran serta dalam perwujudan ketahanan sebuah keluarga. Sebagai peserta KB, pria bisa menggunakan salah satu metode kontrasepsi, antara lain kondom, vasektomi (metode operasi pria/MOP), sanggama terputus, serta pantang berkala atau tidak bersanggama pada masa subur. Kontrasepsi pada pria bisa dipilih apabila pasangan perempuannya tidak cocok menggunakan kontrasepsi yang tersedia.
Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program Kependudukan (SKAP) Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga pada 2018 mencatat, peserta baru KB pria dengan penggunaan kondom sebanyak 231.413 orang, sementara peserta baru dengan metode vasektomi 6.893. Jumlah ini masih jauh dari target perkiraan permintaan masyarakat akan penggunaan kontrasepsi, yakni 385.222 orang untuk penggunaan kondom dan 10.443 orang untuk metode vasektomi.
Direktur Bina Kesertaan KB Jalur Wilayah dan Sasaran Khusus BKKBN Nerius Auparai menuturkan, kurangnya kesadaran masyarakat membuat partisipasi pria untuk menggunakan alat kontrasepsi menjadi sangat rendah. Sebagian besar masyarakat masih menganggap alat kontrasepsi hanya ditujukan bagi perempuan. Padahal, penggunaan alat kontrasepsi yang benar harus didasarkan kesepakatan antara suami dan istri.
”Pria diharapkan tidak egois dalam hal penggunaan kontrasepsi. Jika perempuan tidak cocok menggunakan alat kontrasepsi, pria harus mau menggunakan alat kontrasepsi. Perempuan yang tidak cocok ini biasanya ketika menggunakan metode pil atau pun suntik malah menjadi gemuk,” ujarnya.
Pemahaman keliru
Nerius menambahkan, partisipasi penggunaan alat kontrasepsi pria yang rendah juga bisa disebabkan pemahaman yang keliru terkait metode kontrasepsi yang digunakan. Pemahaman tersebut misalnya pada metode vasektomi atau metode operasi dengan pengikatan kedua saluran sperma pada pria.
Sejumlah orang menilai metode ini sama dengan kebiri. ”Tidak benar jika disamakan dengan kebiri. Vasektomi dilakukan dengan mengikat saluran sperma sehingga cairan mani yang dikeluarkan saat ejakulasi tidak mengandung sperma. Testis tetap memproduksi hormon testosteron,” ujarnya.
Meski demikian, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh pria yang memilih metode vasektomi. Pria tersebut memang tidak ingin menambah jumlah anak lagi. Selain itu, pasangan sudah memberikan persetujuan dan umur pasangan harus di atas 25 tahun.
”Untuk itu, kerja sama dengan multisektor dalam memberikan sosialisasi dan pemahaman pada masyarakat semakin diperluas. BKKBN telah bekerja sama dengan tokoh agama, tokoh budaya, pemerintah daerah, juga TNI untuk menyosialisasikan metode kontrasepsi pria,” kata Nerius.