PANGKALAN BALAI, KOMPAS - Bupati Banyuasin Askolani Jasi mengusulkan agar rancangan kapal transportasi sungai berukuran di bawah 35 gros ton (GT), terutama kapal cepat di Sumatera Selatan, segera dibenahi. Beberapa bagian kapal tersebut dinilai membahayakan penumpang. Peraturan Bupati Banyuasin terkait hal itu tengah dirancang agar dapat terealisasi secepatnya.
Hal ini disampaikan Askolani saat mengunjungi ahli waris korban kecelakaan Kapal Cepat "Awet Muda" di Desa Karang Sari, Kecamatan Karang Agung Ilir, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Rabu (20/3/2019). Hadir dalam acara tersebut Direktur Polisi Air Polda Sumsel Komisaris Besar Imam Thabroni dan Kepala PT Jasa Raharja Cabang Sumatera Selatan Jhon Veredy Panjaitan.
PT Jasa Raharja memberikan santunan sebesar Rp 50 juta untuk ahli waris korban meninggal dan bantuan perawatan sebesar maksimal Rp 20 juta untuk korban luka. Bantuan juga diberikan oleh Pemkab Banyuasin dan Ditpolair Polda Sumsel.
Pada Senin (18/3), kapal cepat "Awet Muda" mengalami kecelakaan di Desa Upang Jaya, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin. Sebanyak tujuh orang meninggal dan 12 orang lainnya selamat. Perahu bermesin 200 PK itu menabrak sebuah pohon di tepi sungai dan hancur. Bangkai kapal hingga saat ini masih berada di lokasi kecelakaan.
Bagi kita yang sehat saja sangat sulit untuk keluar dari kapal cepat itu, apalagi mereka yang mengalami kecelakaan yang mungkin sudah terluka dan panik.
Askolani berujar, kecelakaan di perairan terus berulang. Dalam bulan ini saja, dua kali kecelakaan kapal terjadi. Pada kecelakaan sebelumnya, tidak ada korban. Melihat kondisi ini, lanjut Askolani, pihaknya berupaya mengimbau para pemilik kapal untuk segera mengubah spesifikasi kapalnya.
Menurut Askolani, rancangan kapal cepat saat ini sangat berbahaya bagi penumpang. Jendela dan pintu kapal terlalu kecil untuk dilewati. Kondisi itu menyulitkan penumpang untuk keluar dari kapal ketika terjadi kecelakaan.
"Bagi kita yang sehat saja sangat sulit untuk keluar dari kapal cepat itu, apalagi mereka yang mengalami kecelakaan yang mungkin sudah terluka dan panik. Karena itu, rancangan kapal perlu dibenahi," katanya.
Selain itu, lanjut Askolani, sebelum mengoperasikan kapal, pemilik harus memastikan jumlah penumpang sesuai kapasitas kapal. Kondisi pengemudi kapal pun harus prima sehingga mereka dapat mengoperasikan kapal dengan baik. Jangan sampai ada pengemudi yang mengantuk saat mengoperasikan kapal. "Lebih baik berhenti daripada mengorbankan penumpang," ujarnya.
Askolani mengatakan, perlu ada kebijakan tegas untuk mengatur hal tersebut. Karena itu, dalam waktu dekat, dirinya berencana mengeluarkan peraturan bupati yang mengatur transportasi sungai. Sebelum kebijakan itu dikeluarkan, dirinya juga akan berkoordinasi dengan pemerintah provinsi agar dapat diterapkan secara keseluruhan melalui peraturan gubernur.
Direktur Polisi Air Polda Sumsel Komisaris Besar Imam Thabroni mengatakan, koordinasi dengan semua pihak sudah dilakukan, termasuk rencana membuat prototipe kapal yang aman dan mengedepankan keselamatan. Namun, hingga saat ini, rencana itu belum terealisasi.
Menurut dia, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan instansi terkait lain perlu turun tangan untuk menyelidiki kasus kecelakaan kapal cepat di Sumsel lantaran kejadian ini selalu berulang. "Selama satu tahun terakhir, puluhan kasus kecelakaan dengan puluhan korban terjadi," katanya.
Untuk itu, lanjut Imam, perlu dilakukan langkah pencegahan yang dimulai dengan memeriksa kondisi kapal sebelum berlayar, termasuk memeriksa kesiapan pengemudinya. "Kalau perlu, akan ada tes urine untuk memastikan pengemudi bebas dari narkoba," ucapnya.
Slamet Riyanto (27), salah satu keluarga korban, mengatakan, dirinya terpaksa menggunakan kapal cepat karena itu merupakan moda transportasi satu-satunya yang bisa mengantarkan bepergian keluar desa. Namun, Slamet mengakui, pemilik kapal tidak memperhatikan keselamatan penumpangnya.
"Jumlah penumpang selalu melebihi kapasitas. Selama mesin masih kuat, kapal diisi sepenuh-penuhnya. Terkadang, penumpang duduk di atas kapal," kata Slamet.
Selain itu, kondisi pengemudi juga tidak prima. Bahkan, kecelakaan yang terjadi pada Senin lalu diduga disebabkan karena pengemudi mengantuk. "Saya dengar, pengemudi mengantuk karena menonton orkes," ujar Slamet.
Sebelumnya, Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas II Palembang Mugen Sartoto, mengungkapkan, dari sekitar 500 unit kapal berukuran kurang dari 35 GT yang beroperasi di Sumsel, hanya 38 kapal yang layak beroperasi. Itulah sebabnya, KSOP tidak mengeluarkan surat persetujuan berlayar.
Menurut dia, dengan kejadian ini, perlu komitmen bersama untuk bersikap tegas menertibkan kapal yang tidak memenuhi standar kelayakan dan keselamatan. Terkait penyesuaian bentuk kapal, Mugen menyatakan, hal itu bisa disesuaikan dengan kearifan lokal yang tetap mengedepankan keselamatan.