Tarif dan Tempat Parkir Jadi Pertimbangan Masyarakat Naik MRT
JAKARTA, KOMPAS — Empat hari menjelang peresmian moda raya terpadu rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia, persoalan tarif dan lahan parkir belum selesai dikerjakan. Jika tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, dua hal itu bisa menjadi kendala untuk mengurangi emisi karbon dan kemacetan di Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Rabu (20/3/2019), mengatakan, penetapan tarif moda raya terpadu (MRT) diupayakan selesai sebelum peresmian pada 24 Maret 2019. Pemerintah DKI Jakarta sudah berkoordinasi dengan DPRD DKI Jakarta terkait hal itu.
Pembahasan itu butuh waktu tidak sebentar karena mempertimbangkan kemampuan membayar dan keinginan harga tiket dari masyarakat. ”Itu semua sudah dibahas. Termasuk apabila harus menggunakan kendaraan pribadi, berapa biaya yang harus dikeluarkan,” kata Anies di Kantor Wali Kota Jakarta Selatan.
Anies menambahkan, berdasarkan hasil pembahasan sementara, penghitungan tarif MRT berbeda dengan tarif moda transportasi lain. Tarif di setiap stasiun akan berbeda. Jika dirata-rata, pembahasan harga tarif selama ini lebih kurang Rp 1.000 setiap kilometer.
Baca juga: Warga Berharap Tarif MRT dan LRT Terjangkau
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengusulkan tarif Rp 10.000 untuk MRT. Jumlah itu disesuaikan dengan survei minat masyarakat antara Rp 8.500-Rp 12.500.
Namun, tarif keekonomian setiap penumpang MRT Rp 31.659 dengan mempertimbangkan jarak, jumlah penumpang per hari, biaya operasional, dan biaya lain. Dengan begitu, kebutuhan subsidi MRT sekitar Rp 572 miliar.
Salah satu peserta uji coba publik MRT, Redi Ardiansyah (24), menyatakan, tarif dan kenyamanan menjadi pertimbangannya memilih transportasi publik. Berdasarkan pengalamannya, MRT cukup cepat melaju dan nyaman. Namun, jika tarifnya di atas Rp 10.000, ia lebih memilih kendaraan umum lain.
”Saya kebetulan kuliah dan kos di Banten. Hanya sesekali ke Jakarta. Kalau Rp 10.000 sampai ke Stasiun Bundaran HI, menurut saya cukup. Kalau lebih mahal, tergantung kondisi keuangan,” kata Redi saat ditemui di Stasiun Lebak Bulus.
Biasanya Redi mengandalkan bus Transjakarta dan kereta rel listrik (KRL) untuk menunjang mobilitas saat berkunjung ke Jakarta. Dalam sebulan, ia bisa ke Jakarta sekitar lima kali untuk bertemu keluarga dan ke Perpustakaan Nasional.
Jika naik KRL dan bus Transjakarta, Redi mengeluarkan biaya Rp 10.000-Rp 20.000 dalam sehari sesuai jarak tempuh dan banyak tempat yang dikunjungi. Untuk itu, Redi berharap tiket MRT tidak melampaui Rp 10.000.
”Kalau harganya sesuai, kemungkinan saya akan sering naik MRT dari Blok M ke Lebak Bulus karena ada rumah saudara. Kalau harganya mahal, saya mungkin naik Transjakarta,” kata Redi.
Diananda (30), peserta uji coba publik MRT lain, sehari-hari menggunakan mobil pribadi, ojek daring, atau taksi daring. Ia bekerja sebagai dokter gigi di Jakarta Selatan. Jika MRT terintegrasi dengan transportasi lain, ia tertarik beralih ke transportasi publik.
”Tarif MRT Rp 12.500 tidak masalah asal semua terintegrasi. Rumah saya di Jakarta Timur dan kerja di Jakarta Selatan. Kalau pembayaran dan kendaraan terintegrasi, bisa mudah dan irit,” kata Diananda.
Baca juga: Tentukan Tarif MRT Berdasarkan Perhitungan Tepat
Jika menggunakan mobil pribadi, Diananda membeli bahan bakar Rp 50.000-Rp 100.000 sesuai mobilitasnya berkendara. Ia berharap integrasi antarmoda dan integrasi sistem pembayaran menjadi hal utama yang terpenuhi saat peresmian pada 24 Maret mendatang.
Selain itu, ia juga berharap tempat parkir yang memadai. ”Dari rumah ke stasiun pakai mobil pribadi. Harapannya, tarif parkir tidak mahal dan tempat aman,” katanya.
Emisi
Selain mengurangi kepadatan kendaraan, integrasi antarmoda transportasi publik bisa mengurangi emisi karbon dari kendaraan pribadi di Jakarta. Tempat parkir yang memadai di setiap stasiun diperlukan untuk menahan kendaraan masuk ke pusat Jakarta.
MRT fase I diharapkan dapat menyetop kendaraan pribadi dari sekitar Jakarta Selatan menuju pusat perkantoran Jakarta. Setelah diluncurkan, MRT diharapkan dapat mengangkut 65.000 penumpang setiap hari selama 2019.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin menyatakan, sudah menghitung perkiraan pengurangan emisi karbon jika semua penumpang MRT beralih ke transportasi publik.
”Kalau asumsi awal MRT bisa mengangkut penumpang 175.000 per hari, emisi karbon yang diturunkan sekitar 85.000 ton per tahun. Kalau target turun menjadi 65.000 orang per hari pada tahun ini, hanya sekitar 30.000 ton per tahun,” ujar Ahmad.
Kalau asumsi awal MRT bisa mengangkut penumpang 175.000 per hari, emisi karbon yang diturunkan sekitar 85.000 ton per tahun. Kalau target turun menjadi 65.000 orang per hari pada tahun ini, hanya sekitar 30.000 ton per tahun.
Itu merupakan perhitungan kasar jika semua penumpang MRT beralih dari kendaraan bermotor. Namun, permasalahan lahan parkir di sekitar MRT bisa menjadi kendala pencapaian itu.
Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta Muhamad Kamaluddin mengatakan, luas dua lahan parkir kendaraan di kawasan Lebak Bulus sekitar 8.000 meter persegi dan di Fatmawati sekitar 3.500 meter persegi.
Ia mengatakan, lahan parkir di Stasiun Fatmawati terletak di sekitar Gedung South Quarter dan dikelola swasta. ”Untuk yang di Lebak Bulus masih dalam tahap pengerasan,” ujar Kamaluddin ketika dihubungi.
Humas UPT Perparkiran Dinas Perhubungan DKI Jakarta Ivan Valentino mengatakan, lahan parkir untuk Stasiun MRT Lebak Bulus ditargetkan sudah dapat digunakan saat peresmian.
”Lahan parkir di Lebak Bulus dapat menampung 500 sepeda motor dan 100 mobil. Kami juga merencanakan tarif parkir yang merata, yakni Rp 2.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk mobil,” katanya.
Direktur Utama PT Mass Rapid Transit Jakarta William Sabandar mengatakan, di sekitar stasiun akan dibuat titik penjemputan ojek daring khusus. Hal ini akan diintegrasikan dalam sistem aplikasi pemesanan ojek pada April 2019.
”Kami akan sediakan titik penjemputan dengan memanfaatkan beberapa tempat yang sudah ada. Seperti di dekat Bundaran HI, kami memanfaatkan titik penjemputan yang ada di samping Plaza Indonesia,” ucap William. (SUCIPTO/ADITYA DIVERANTA)