Wujudkan ”Smart Nation”, Masyarakat Bisa Manfaatkan Platform Digital
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pengguna ponsel pintar di Indonesia yang mencapai 60 persen total populasi dimanfaatkan pemerintah untuk mewujudkan bangsa cerdas atau smart nation. Melalui platform digital, ruang partisipasi masyarakat dalam bisnis dan pemerintahan akan semakin luas.
Rencana itu dimulai dengan program 100 Smart City (kota cerdas) oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama beberapa kementerian dan lembaga. Sebuah kota dapat disebut kota cerdas apabila memiliki infrastruktur dan bangunan hemat energi dan ramah lingkungan serta memiliki sistem transportasi yang terintegrasi.
Namun, infrastruktur saja tidak cukup. Dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (20/3/2019), Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan, kota dan bangsa cerdas harus memiliki masyarakat dengan kecerdasan digital.
”Ada ruang baru buatan manusia, yaitu ruang siber. Agar ruang ini bisa didiami manusia dengan aman, literasi digital masyarakat perlu dibangun agar tumbuh kesadaran siber,” kata Semuel.
Menurut Semuel, menggunakan ruang siber secara bertanggung jawab masuk dalam komponen kesadaran siber yang harus dimiliki masyarakat. Artinya, masyarakat bertanggung jawab atas konten-konten yang diunggahnya, misalnya di media sosial.
Ada ruang baru buatan manusia, yaitu ruang siber. Agar ruang ini bisa didiami manusia dengan aman, literasi digital masyarakat perlu dibangun agar tumbuh kesadaran siber.
Di sisi lain, kepercayaan masyarakat pada ruang siber perlu dibangun. Untuk itu, lembaga-lembaga yang menyediakan layanan daring juga harus memastikan keamanan data dan transaksi bagi pelanggan. Kebenaran informasi yang disediakan dalam ruang siber juga harus dapat diverifikasi.
”Tugas ini lebih sulit dilakukan bagi imigran digital, yaitu mereka yang lahir sebelum tahun 1980. Pada umumnya, tingkat kepercayaan mereka cenderung tinggi sehingga mudah dikelabui. Masyarakat yang lahir setelah tahun 1980 lebih mudah beradaptasi, termasuk lewat ponsel pintar, karena mereka adalah digital native (warga asli digital),” kata Semuel.
Ia mencontohkan, masyarakat kerap menjadi korban berbagai perusahaan teknologi finansial (tekfin) aplikasi peminjaman antarpihak (peer-to-peer/P2P lending) yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Data pribadi konsumen dicuri dan disalahgunakan. Padahal, potensi industri termasuk besar.
Per 3 Februari 2019, akumulasi jumlah pinjaman 99 tekfin peminjaman antarpihak yang terdaftar di OJK mencapai Rp 25,92 triliun, meningkat 14,36 persen dari periode yang sama di 2018. Total rekening peminjam 5,16 juta. Pinjaman itu telah membuka 215.433 lapangan kerja baru.
Di lain pihak, jumlah tekfin peminjaman antarpihak yang tak terdaftar di OJK telah melampaui 800 usaha rintisan. Menurut Semuel, pemerintah telah dapat melindungi data pribadi masyarakat dengan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi. Namun, literasi digital masyarakat yang tinggi dapat mencegah pelanggaran-pelanggaran di ruang siber.
”Sekarang adalah masanya kolaborasi, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Pemerintah juga akan membantu meningkatkan literasi masyarakat. Sementara masyarakat juga perlu meningkatkan kewaspadaan di ruang siber,” katanya.
Salah satu upaya Kemkominfo untuk meningkatkan literasi digital dan kesadaran siber adalah menggelar Smart Citizen Day pada 28 Maret 2019 di Jakarta. Kemkominfo akan bekerja sama dengan perusahaan penyedia aplikasi layanan kota cerdas di ponsel pintar Qlue. Berbagai inovasi teknologi Qlue dan perusahaan lainnya akan dipamerkan.
Chief Technology Officer Qlue Andre Hutagalung sepakat, pemerintah tidak dapat mengawasi setiap lini kehidupan masyarakat di ruang publik biasa maupun digital. Karena itu, diperlukan partisipasi aktif masyarakat untuk mewujudkan kota cerdas, contohnya melalui pelaporan.
Qlue telah menjadi satu platform digital bagi masyarakat untuk melaporkan keadaan sekitarnya melalui ponsel pintar. Saat ini, Qlue digunakan di beberapa kota, seperti Jakarta, Trenggalek, Probolinggo (Jawa Timur), Kupang (Nusa Tenggara Timur), Makassar (Sulawesi Selatan), dan Manado (Sulawesi Utara).
Warga beberapa kota mandiri yang dibangun pengembang, seperti Sinarmas Land, Agung Sedayu Group, dan Ciputra, juga telah menggunakannya. Alhasil, Qlue dapat mengurangi titik banjir sebanyak 94 persen, meningkatkan performa pemerintahan ke 61,4 persen dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah sebesar 47 persen (Kompas.id, 19 Oktober 2019).
Qlue tidak hanya akan menjadi platform pelaporan, tetapi juga pusat informasi bagi masyarakat, pemerintah, dan bisnis untuk mengambil keputusan.
Andre mengatakan, di masa depan, Qlue tidak hanya akan menjadi platform pelaporan, tetapi juga pusat informasi bagi masyarakat, pemerintah, dan bisnis untuk mengambil keputusan.
”Akan kami buat forum digital di Qlue agar masyarakat dan perwakilan daerah bisa menjadi agen perubahan di wilayah masing-masing, baik dalam bidang pemerintahan maupun bisnis,” kata Andre.
Qlue memiliki teknologi kecerdasan buatan computer vision (penglihatan komputer), internet of things, dan sebagainya. Teknologi sensor udara dan air juga akan ditambahkan pada sistem Qlue. Menurut Andre, agregasi data di perkotaan bisa membantu masyarakat, bisnis, dan pemerintah untuk mengambil keputusan berbasis data. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)