Kasus peredaran narkoba yang melibatkan sejumlah pelajar di Kabupaten Bandung menguak fakta penggunaan internet untuk mengakses cara membuat ganja sintetis dan memasarkannya.
BANDUNG, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional Jawa Barat terus menyelidiki kasus pembuatan dan penjualan narkotika golongan I jenis tembakau gorila/ganja sintetis yang diduga dilakukan sejumlah pelajar di Kabupaten Bandung. Mereka diduga anggota jaringan peredaran narkoba Bali-Bandung.
Penyidikan dilakukan terkait tiga tersangka, MZF alias Z (19) dan DAR (19), pelajar SMA di Kabupaten Bandung, serta MAKW alias A (19), lulusan SMP. Ketiganya ditangkap pada Jumat (15/3/2019).
”Mereka diduga anggota jaringan Bali-Bandung. Sebelum penangkapan, mereka mendapat pesanan dari Bali. Ini yang sedang didalami. Pemeriksaan saksi-saksi sedang dilakukan.
Nanti akan terlihat mereka mendapat bahan baku dari mana, modalnya, ataupun pemasarannya ke mana saja. Alur transaksi juga ditelusuri,” kata Kepala BNN Jabar Sufyan Syarif, Rabu (20/3/2019).
Dalam pemeriksaan, ketiga tersangka mengaku belajar meracik tembakau gorila dari internet dan bahan baku dipesan melalui aplikasi dalam jaringan (daring) di internet. Penjualan juga dilakukan secara daring.
Mereka beroperasi lebih kurang enam bulan. Mereka menyewa apartemen di Kota Bandung guna menyimpan bahan, meracik, dan menjual narkotika yang diproduksi. DAR berperan sebagai peracik, sementara MZF dan MAKW sebagai kurir dan pemasar.
BNN Jabar berkoordinasi dengan tim penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Jabar untuk menyelidiki, apakah ada keterkaitan antara tiga tersangka dan pelaku yang ditangkap Polda Jabar, yakni MRF (18), pelajar SMK negeri di Kota Bandung. MRF juga meracik sendiri dan menjual tembakau gorila.
Dari pemeriksaan, ada 10 pelajar yang menjadi korban atau pembeli tembakau gorila. Mereka sudah diperiksa tim yang terdiri dari dokter, psikolog, psikiater, BNN, kepolisian, dan kejaksaan untuk memastikan kondisinya guna mengikuti program rehabilitasi. ”Umumnya mereka masih dalam tingkat awal, belum sampai kecanduan,” ucap Sufyan.
Secara terpisah, Direktur Reserse Narkoba Polda Jabar Komisaris Besar Enggar Pareanom mengatakan, orangtua tersangka MRF kurang mengawasi anaknya sehingga tidak mengetahui anaknya meracik dan menjual ganja sintetis. Dari meracik dan menjual ganja sintesis tersebut, MRF dapat menyewa apartemen Rp 5 juta per bulan, juga mengambil kredit mobil.
Konten internet
Terkait dengan pola pembelajaran membuat ganja sintetis berikut pemasarannya yang dilakukan secara daring, Kepala Bidang Humas Polda Jabar Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak hanya memfilter konten pornografi dan terorisme, tetapi juga konten berbahaya yang mengajarkan pembuatan narkoba. ”Akun-akun palsu yang terindikasi memuat konten berbahaya, seperti pembuatan narkoba, kami laporkan kepada pengelola untuk diblokir,” ujar Trunoyudo.
Sementara itu, kasus peredaran ganja juga diungkap BNN Jawa Tengah. Modusnya mengirim ganja 6,2 kilogram dari Sumatera Utara ke Jateng lewat pos.
Tersangka BS (24), IM (17), dan JFC (20), ketiganya warga Semarang, diduga merupakan anggota jaringan pengedar ganja yang dikendalikan Bambang Setioko (28), warga binaan Lembaga Permasyarakatan Kedungpane Semarang, dan Rangga Laksana (32), warga binaan Lapas Ambarawa.
Di Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, BNN Kalteng menangkap empat pengedar narkotika di Sampit dengan barang bukti 350 gram sabu dan 7 ekstasi. Pelaku yang ditangkap terdiri dari narapidana dan petugas lapas.
Di Padang, Sumatera Barat, Ditserse Polda Sumbar menangkap dua tersangka pengedar, T (43) dan H (42), dengan barang bukti 2 kilogram sabu.(SEM/DIT/IDO/ZAK)