JAKARTA, KOMPAS — PT Transportasi Jakarta menandatangani nota kesepamahaman terkait uji coba bus listrik nol emisi di DKI Jakarta dengan Institut Teknologi Bandung, PT Mobil Anak Bangsa, serta dua perusahaan asing dari China dan Finlandia. Uji coba ini dimaksudkan untuk membangun kesadaran publik terkait pentingnya bus yang ramah lingkungan.
Ditemui seusai penandatanganan nota kesepemahamaan itu di Jakarta International Expo Kemayoran, Kamis (21/3/2019), Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Agung Wicaksono mengatakan, uji coba bus listrik nol emisi akan dimulai Mei 2019. Uji coba tersebut dilakukan untuk memperkenalkan bus listrik kepada masyarakat serta untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan bus tersebut.
”Menurut rencana, uji coba akan dilakukan selama enam bulan di rute-rute selain koridor. Sebab, jenis bus listrik yang ada ini low entery. Kalau sudah ada yang high deck mungkin bisa juga diuji coba di koridor,” ucap Agung.
Berdasarkan estimasi, akan ada sekitar 10 bus yang akan diuji coba. Hingga saat ini, sudah ada tiga armada bus listrik yang disiapkan oleh para penyedia. Agung berharap, dalam waktu dekat, bus-bus tersebut segera menjalani uji regulasi sehingga uji coba juga bisa segera dilakukan.
Agung menyebutkan, emisi yang dihasilkan oleh bus listrik ini nol persen. Adapun selama ini emisi karbon paling banyak dihasilkan dari kendaraan adalah 46 persen. Artinya, dengan adanya bus listrik ini, emisi karbon yang bisa ditekan cukup signifikan.
Tak hanya itu, komponen-komponen yang terdapat di bus listrik ini lebih rendah biaya perawatan dan operasinya. Dengan demikian, beban biaya pengelolaan bus juga bisa dikurangi.
Meski begitu, menurut Agung, harga beli awal bus ini cukup mahal. Untuk itu, PT Transportasi Jakarta tidak akan membeli armada bus listrik ini. Nantinya, bus listrik ini akan dibeli oleh operator rekanan PT Transportasi Jakarta. Sementara untuk biaya operasinya akan ditanggung PT Transportasi Jakarta.
Baterai
Salah satu komponen yang dinilai Agung paling penting dalam operasional bus listrik adalah baterai. Agar bisa beroperasi, satu bus listrik perlu diisi daya lebih kurang 85.000 watt. Perlu waktu sekitar empat jam untuk mengisi penuh daya baterai tersebut.
”Daya sebesar itu dapat digunakan untuk operasionalisasi bus listrik sejauh 250 kilometer. Ini setara dengan jarak tempuh operasi bus Transjakarta dalam sehari,” tutur Agung.
Dalam mengembangkan baterai untuk bus listrik, PT Transportasi Jakarta bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB).
Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni, dan Komunikasi ITB Miming Miharja mengatakan, kerja sama ini merupakan salah satu peran dari perguruan tinggi untuk ikut membangun kemandirian bangsa dalam bidang teknologi.
”Peran ITB di sini adalah turut membangun kemandirian teknologi bangsa untuk keberlanjutan sistem layanan angkutan umum berbasis tenaga listrik. Sebab, baterai yang merupakan hal fundamental dalam operasional bus ini dibuat oleh anak bangsa,” ucap Miming.
Bus listrik ini memiliki kapasitas 35 kursi biasa, tiga kursi lipat, dan dua bantal panjang untuk bersandar. Setiap tiang dilengkapi dengan tombol stop yang bisa digunakan untuk memberi tanda kepada sopir ketika penumpang ingin turun.
Bus listrik ini juga ramah bagi penyandang disabilitas karena memiliki pintu yang pendek. Kursi roda juga bisa masuk dengan mudah karena pada pintu bagian belakang dilengkapi dengan ramp dengan ketinggian sekitar 15 sentimeter.
Tarif
Penentuan tarif dalam uji coba menurut Agung belum dilakukan. Saat ini pihak PT Transportasi Jakarta tengah membahas bentuk dukungan pemerintah dalam uji coba bus ini.
”Tarif bus itu tergantung tarif listrik. Selain minta dukungan infrastruktur untuk bus listrik, kami juga minta dukungan subsidi tarif listrik. Idealnya untuk transportasi publik itu ada subsidi,” imbuh Agung.
Agung berharap, pemerintah bisa memberikan dukungan berupa subsidi tarif listrik seperti subsidi yang diberikan kepada kereta api rel listrik (KRL). Sebab, tanpa subsidi, tarif bus listrik bisa melambung. (KRISTI DWI UTAMI)