Sesuai Permenhub No 12/2019, ojek daring dinilai sudah diakui legalitasnya. Agar lalu lintas lebih tertib, pemerintah daerah, seperti DKI, didorong tegas dalam mengendalikan ojek daring di wilayahnya.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta didorong lebih tegas mengatur ojek dalam jaringan (daring) atau ojek online. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang perlindungan keselamatan pengguna sepeda motor yang digunakan untuk kepentingan masyarakat dinilai sudah mengakui secara legal keberadaan ojek online, tetapi masih minim pengaturan terkait dengan penataan lalu lintas kota.
Ketua Komisi Hukum dan Humas Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Ellen Tangkudung mengatakan, peraturan menteri itu lebih banyak mengatur hubungan kerja antara perusahaan penyedia aplikasi dan pengemudi ojek online sebagai mitra kerjanya. ”Pengaturan untuk ketertiban kota sangat sedikit, itu pun tidak disertai sanksi terhadap pelanggaran,” katanya di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Beberapa peraturan terkait dengan ketertiban kota itu salah satunya adalah pengemudi berhenti, parkir, dan menurunkan penumpang di tempat yang aman dan tidak mengganggu lalu lintas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Adapun penyediaan shelter wajib dilakukan oleh perusahaan aplikasi. Sementara itu, peran pemerintah daerah hanya disebutkan sebatas mengawasi.
Dengan aturan yang masih longgar tersebut, pemerintah daerah perlu lebih tegas dalam mengatur. Salah satunya dengan menindak ojek online yang parkir atau mangkal tidak di tempat seharusnya. Pemerintah daerah juga perlu mencegah serta menindak tegas ojek online yang mangkal di tempat-tempat yang berpotensi mengganggu lalu lintas dan aktivitas masyarakat.
”Kalau ada rambu, ini bisa ditindak. Sebenarnya pemerintah sudah tahu di mana saja tempat yang biasa digunakan mangkal,” kata Ellen.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebenarnya sudah berusaha membuat shelter ojek online. Salah satunya di Stasiun Tanah Abang yang dibuka pada 2018. Namun, saat itu muncul penolakan dari ojek pangkalan.
Hingga sekarang lokasi tersebut tidak digunakan oleh ojek online. Ojek-ojek online dibatasi hanya bisa menunggu penumpang di sekitar Halte Kapal Api. Petugas dinas perhubungan sering berjaga di lokasi itu.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko belum mau berkomentar soal peraturan baru ini. Ia akan mempelajarinya dulu.
Perusahaan harus patuh
Pengemudi ojek daring mengeluhkan minimnya jumlah shelter untuk tempat memarkir kendaraan atau berhenti menunggu pesanan datang. Itu membuat mereka memarkir kendaraan di pinggir jalan, mengganggu arus lalu lintas, dan kadang-kadang tergaruk operasi dinas perhubungan.
Menurut salah satu pengemudi ojek daring, Joshua (34), perusahaan aplikasi semestinya mematuhi permenhub, baru pengemudi ditertibkan jika mengganggu lalu lintas.
Kini bukannya bertambah, jumlah shelter malah berkurang. Joshua mencontohkan, sebelumnya ada shelter di sekitar salah satu mal di Kelapa Gadung, Jakarta Utara, tetapi kini shelter itu dihilangkan. Pengojek pun kembali mangkal di tepi jalan.