TANGERANG, KOMPAS — Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang mencatat, empat sungai besar yang melintasi wilayah tersebut telah tercemar limbah, seperti limbah industri, domestik atau rumah tangga, serta sampah kiriman dan sampah plastik. Tingkat pencemaran ke empat sungai, yakni Cisadane, Cimanceuri, Cidurian, dan Cirarab, berbeda mulai dari kategori ringan, sedang, hingga berat.
Jika pencemaran tidak dikendalikan, kualitas air baku terancam. Sementara tingginya pencemaran air sungai akan berdampak pada besarnya biaya produksi pengolahan air baku untuk digunakan sebagai air bersih.
Dari keempat sungai tersebut, Sungai Cisadane (yang airnya digunakan sebagai air baku air bersih perpipaan dan Cimanceuri), memiliki tingkat pencemaran tahap ringan. Sementara tingkat pencemaran di sejumlah titik pantau Sungai Cidurian dan Cirarab masuk kategori tercemar berat.
”Setiap sungai memiliki tingkatan pencemaran yang berbeda. Dari hasil pengawasan yang dilakukan, penyumbang pencemaran yang paling besar adalah industri,” kata Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tangerang Budi Khumaedi dalam diskusi dengan PT Aetra Air Tangerang dalam rangka Hari Air Sedunia di Living World Alam Sutera, Tangerang Selatan, Kamis (21/3/2019).
Budi mengatakan, kategori air sungai tercemar diukur dari sejumlah parameter yang melebihi ambang baku mutu. Hal itu antara lain kadar besi terlarut (Fe), kesadahan sebagai CaCO3, Khrom Hexavalent (Cr6+), Mangan terlarut (Mn), Nitrat (NO3-N), Nitrit (NO2-N), zat organik KMNO4, dan lainnya.
”Di Sungai Cisadane, pencemaran logam dan zat-zat ini masih dapat ditolelir. Masih masuk dalam kategori yang dapat diantisipasi dan tidak berbahaya karena tingkat pencemarannya masih tergolong ringan,” ujar Budi.
Melalui proses pengolahan, termasuk menggunakan zat kimia, lanjut Budi, pencemaran ringan di sungai tersebut dapat terolah sehingga tidak membahayakan warga yang mengkonsumsi air bersih tersebut.
Kondisi ini jauh berbeda dengan dua sungai lainnya, yakni Sungai Cidurian dan Cirarab yang masuk kategori berat. Air sungai tersebut tak layak konsumsi karena unsur kimia, seperti besi dan logam, sudah tinggi.
”Terhadap air dari Sungai Cirarab dan Cidurian, kami sangat tidak merekomendasikan untuk dikonsumsi sebab sudah dalam kategori berbahaya sesuai dengan peraturan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kesehatan,” ujar Budi.
Direktur PT Aetra Air Tangerang Hari Yudha Utomo menjelaskan, pihaknya menjamin air baku dari Cisadane tidak terkontaminasi dan layak dikonsumsi warga. Bahkan, air perpipaan yang mereka produksi bisa langsung diminum.
”Air baku sudah diolah dengan berbagai perlakuan sehingga menghasilkan kualitas yang tetap baik,” kata Hari.
Direktur Komersial dan Operasial PT Aetra Air Tangerang Okto Wismojo menambahkan, pihaknya melakukan panyaringan secara berlapis dalam mengantisipasi adanya pencemaran tersebut.
”Kami sangat memperhatikan itu dan menerima masukan dari pemda. Antisipasi sudah kami lakukan sebab evaluasi dilaksanakan secara berkala,” tambah Okto.
Kualitas dan kuantitas air bersih produksi dari PT Aetra Air Tangerang diakui pelanggannya, Joniansyah (40), warga Cikupa. ”Aliran airnya banyak dan tidak pernah berkekuarangan. Kalau pelanggan air PAM di Jakarta sering mengeluh volume air sangat terbatas, tetapi air di rumah kami enggak pernah terganggu. Airnya juga bisa langsung diminum,” kata Joniansyah.
Sungai Cisadane
Direktur Utama PT Aetra Air Tangerang Hari Yudha Utomo menjelaskan, dua perusahaan yang mengelola air baku perpipaan di Kabupaten Tangerang, yakni PDAM Tirta Kerta Raharja (TKR) Kabupaten Tangerang dan PT Aetra Air Tangerang (swasta). Sumber air baku diolah dari air Sungai Cisadane dengan titik pengolahan air baku yang berbeda-beda.
Hari menjelaskan, berdasarkan perjanjian kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang, terdapat delapan wilayah yang mereka layani air bersih. Wilayah-wilayah tersebut adalah Kecamatan Sepatan, Sepatan Timur, Pasar Kemis, Cikupa, Sindang Jaya, Sukamulya, Balaraja, dan Jayanti.
Kesepakatan perjanjian kerja sama pengelolaan air bersih sudah dibuat sejak 2007 hingga 2034.
Hingga Februari 2019, lanjut Hari, pihaknya telah melayani 73.000 pelanggan dari target pelayanan pelanggan tahun 2018 sebanyak 70.000 pelanggan. Diperkirakan, akhir tahun 2019 ini dapat mencapai angka 76.000 pelanggan.
”Jika dilihat dari target, kami sudah melebihi target jumlah pelanggan,” kata Hari.
Air tanah Pantura
Selain air sungai, pencemaran juga terjadi pada air tanah, terutama di wilayah pantai utara Kabupaten Tangerang, khususnya di wilayah Sepatan dan Pasar Kemis. Pencemaran berat yang terjadi mengakibatkan air tanah di daerah tersebut tidak layak dikonsumsi masyarakat.
Budi mengatakan, penyebab menurunnya kualitas air tanah di wilayah tersebut karena pencemaran limbah, abrasi, dan intrusi air laut.
”Kondisi air tanah telah tercemar logam berat dan airnya sangat berbahaya jika dikonsumsi warga karena bisa menyebabkan penyakit. Makanya, kami sudah menyampaikan hal itu kepada masyarakat dan pihak lainnya untuk tak melakukan pengambilan air tanah di wilayah itu,” kata Budi.
Untuk menangani kasus air bersih di wilayah pantura tersebut, kata Hari, pihaknya telah membantu melayani kebutuhan air bersih di kedua kecamatan tersebut.