JAKARTA, KOMPAS — Harga pembelian pemerintah atau HPP gabah/beras dinilai sudah semakin tertinggal oleh harga pasar. Sejumlah pihak menilai, sudah saatnya pemerintah menaikkan HPP.
HPP yang berlaku saat ini masih mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 yang ditetapkan pada Maret 2015. Besaran angkanya dinilai makin tertinggal oleh harga gabah atau beras di pasaran. Selain itu, ada faktor inflasi yang semestinya diperhitungkan untuk melindungi petani melalui HPP.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa saat dihubungi pada Rabu (20/3/2019) berpendapat, HPP merupakan instrumen untuk melindungi petani dari risiko anjloknya harga gabah, terutama ketika suplainya melonjak saat panen raya. Jika HPP lebih rendah dari harga pasar, tujuan melindungi petani tidak akan tercapai.
Menurut Andreas, ada ruang untuk menaikkan HPP menjadi Rp 4.500 per kilogram gabah kering panen (GKP). Dengan HPP GKP sebesar itu serta ditambah ongkos angkut dan logistik, harga beras medium di tingkat konsumen sekitar Rp 10.500 per kg. Angka ini lebih rendah dari harga beras medium yang berdasarkan situs Pusat Info Harga Pangan Strategis Nasional, Rabu, berkisar Rp 11.650-Rp 11.800 per kg.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin mengatakan, berdasarkan perhitungan sejumlah pakar, HPP GKP idealnya berkisar pada angka Rp 4.200-Rp 4.400 per kg. Kisaran angka itu tidak jauh berbeda dengan perhitungan dari kementerian teknis.
Kebijakan harga melalui HPP, kata Bustanul, memang tidak berarti bahwa masalah perberasan teratasi. Itu karena ada banyak faktor berpengaruh, antara lain faktor produksi dan produktivitas serta faktor distribusi. Namun, kebijakan harga setidaknya memberikan keleluasaan bagi Perum Bulog dalam menyerap gabah/beras produksi dalam negeri.
Dibahas
Sebelumnya, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir berpendapat, harga pembelian tetap tidak relevan meski pemerintah menetapkan fleksibilitas hingga 10 persen di atas HPP. Hal itu karena ada faktor inflasi sepanjang 2015-2019 yang tidak dimasukkan dalam pembentukan harga pembelian tersebut.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengatakan, pemerintah masih membahas HPP secara komprehensif dengan mempertimbangkan sejumlah aspek, antara lain perbedaan harga di tiap daerah, biaya produksi, dan inflasi.
Menurut dia, kementerian teknis punya angka berbeda sehingga besaran HPP perlu dimatangkan lagi. Sebelumnya, pemerintah memberi fleksibilitas harga ke Bulog dalam penyerapan.