JAKARTA, KOMPAS — Sebagian pelaku usaha menunda rencana bisnis, menunggu hasil Pemilu 2019. Sikap ini dinilai turut memengaruhi penurunan impor bahan baku dan penolong pada Januari-Februari 2019.
Impor bahan baku pada dua bulan pertama 2019 hanya untuk mencukupi kebutuhan minimal. Meski demikian, stok bahan baku dan penolong dipastikan aman.
”Secara umum, kami tetap optimistis dengan kondisi perekonomian tahun ini. Permintaan atau kebutuhan relatif bagus dan daya beli tidak jelek-jelek amat. Kalau terkait nilai tukar, kan, sama-sama dialami global,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia Fajar Budiono saat dimintai tanggapan soal penurunan impor bahan baku dan penolong, Rabu (20/3/2019), di Jakarta.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, impor bahan baku/penolong pada Februari 2019 sebesar 9,006 miliar dollar AS, anjlok 21,11 persen dari Januari 2019 yang sebesar 11,415 miliar dollar AS. Adapun impor bahan baku/penolong pada Januari-Februari 2019 sebesar 20,422 miliar dollar AS atau turun 7,6 persen dari Januari-Februari 2018 yang mencapai 22,1 miliar dollar AS.
Impor bahan baku/penolong pada Januari-Februari 2019 sekitar 75,1 persen dari total impor pada periode itu yang sebesar 27,193 miliar dollar AS.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri menambahkan, pelaku usaha pada industri yang berorientasi ekspor tidak terlalu terpengaruh pemilu. ”Impor bahan baku dan bahan penolong tetap berjalan. Apalagi, pada bulan-bulan ini banyak pabrik yang mengebut produksi untuk persiapan Ramadhan dan Lebaran,” kata Firman.
Menurut Firman, tahun ini tetap ada rencana investasi baru dan perluasan di industri alas kaki. Kegiatan ini memerlukan pengadaan barang modal berupa mesin, yang kebanyakan masih diimpor.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan, pada 2018 ada 44 proyek penanaman modal dalam negeri bidang usaha industri barang dari kulit dan alas kaki dengan nilai investasi Rp 282,12 miliar. Adapun penanaman modal asing di bidang usaha itu sebanyak 248 proyek dengan nilai investasi 243,65 juta dollar AS.
Turun
Sementara itu, penerimaan pajak industri pengolahan periode Januari-Februari 2019 turun paling tajam dibandingkan dengan sektor-sektor lain secara tahunan. Situasi ini mesti diwaspadai karena industri pengolahan merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia.
”Fakta ini menjadi alarm bagi pemerintah. Apalagi industri pengolahan secara produk domestik bruto juga besar porsinya,” kata Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo yang dihubungi Kompas di Jakarta, Rabu.
Menurut Yustinus, penurunan setoran pajak mencerminkan persoalan struktural yang serius di industri pengolahan. Kondisi tersebut berdampak terhadap pelemahan daya saing industri Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpendapat, penurunan penerimaan pajak industri pengolahan tidak serta-merta mencerminkan kelesuan industri. Itu karena penurunan penerimaan pajak juga karena kebijakan percepatan restitusi ditambah dampak gejolak ekonomi global.
”Restitusi pajak bagus karena bisa digunakan untuk arus kas dan memutar perekonomian,” katanya. (CAS/KRN)