Kementerian Kelautan Perikanan Cabut 368 Izin Usaha
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Kelautan dan Perikanan mencabut 368 surat izin usaha perikanan atau SIUP perseorangan, perusahaan, atau kelompok usaha bersama. SIUP-SIUP tersebut dicabut karena dinilai tidak aktif atau tidak operasional lebih dari dua tahun.
Pencabutan diharapkan dapat menghindarkan penyalahgunaan SIUP. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, Zulficar Mochtar di Jakarta, Rabu (20/3/2019) menyatakan, izin-izin yang tidak digunakan rawan perlu ditertibkan karena berpotensi menjadi pintu masuk bagi kapal perikanan ilegal.
Pencabutan izin tersebut dilakukan bagi usaha kapal perikanan berukuran di atas 30 gros ton (GT). Data Kementerian Kelautan dan Perikanan, total pencabutan 368 izin usaha perikanan itu mencakup 137 izin usaha perikanan (SIUP) perorangan dan perusahaan. SIUP itu semula untuk kapal buatan luar negeri (eks asing) yang kini sudah dilarang beroperasi. Selain itu, 231 SIUP perorangan, perusahaan, maupun kelompok usaha bersama (KUB).
Zulficar menyatakan, SIUP yang dicabut itu sudah tidak aktif dan tidak operasional selama lebih dari dua tahun. Izin-izin yang tidak digunakan dinilai rawan menjadi pintu masuk kapal perikanan ilegal. “Mereka (pelaku usaha) sudah diberi SIUP, tetapi sudah lebih dari dua tahun tidak ada realisasi operasionalnya,” kata Zulficar.
Salah satu indikasi SIUP tidak direalisasikan adalah tidak ada kapal yang didaftarkan untuk mendapatkan izin penangkapan ikan. “Tidak ada kapal yang didaftarkan. Artinya (izin) tidak niat direalisasikan,” katanya.
Secara terpisah, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch Indonesia Mohammad Abdi Suhufan, menilai upaya penertiban kapal sangat penting sebagai bagian dari perbaikan tata kelola. Pencabutan SIUP diharapkan menghindari penyalahgunaan SIUP, terutama milik KUB yang tidak punya modal, oleh pihak lain untuk berusaha.
Selain itu, masih banyak kapal ikan yang tidak terdata tetapi tetap beroperasi karena ada dua instansi yang mengurus izin kapal, yaitu Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Ada perbedaan jumlah kapal ikan di kedua kementerian tersebut, katanya.
Ia menambahkan, upaya penertiban administrasi itu akan efektif apabila pemerintah juga memaparkan data yang akurat tentang jumlah kapal dan prusahaan perikanan yang aktif. Dengan demikian, dapat ditentukan izin alokasi penangkapan ikan, berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan dan kemampuan kelompok atau perusahaan dalam menangkap ikan.
Di sisi lain, pemerintah pusat dan daerah juga diharapkan tidak lepas tangan dalam pembinaan KUB yang kesulitan akses permodalan. Hal ini karena masih banyak koperasi yang tidak mengetahui adanya skema pembiayaan dari KKP, disamping kredit usaha rakyat.