Kolong Jembatan Layang Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, berganti rupa menjadi tempat yang asyik buat nongkrong. Kehadiran taman baca di kolong itu turut menghapus stigma negatif yang disematkan di kolong jembatan itu.
Pada Kamis (21/3/2019) siang, suasana di bawah kolong jembatan itu mirip seperti taman pendidikan anak usia dini. Ada perosotan. Rumput plastik berwarna biru menjadi alas lantai beton. Ada juga lapangan futsal. Di samping itu, ada ruangan berukuran 3 x 3 meter yang berisi buku-buku.
Wasna (35), petugas kebersihan, tidak menyangka kolong jembatan layang ini akan bersalin rupa. Sekitar lima tahun lalu, kata dia, lantai kolong jembatan layang masih berupa tanah merah. Jika malam datang, kolong ini menjadi tempat mabuk anak jalanan.
Pada tahun 2016, komunitas Orang Indonesia (OI) Tangerang Selatan, fans Iwan Fals, mulai menata kolong yang tadinya kumuh. Tiang jembatan dihiasi dengan mural-mural. Salah satu mural itu bertuliskan, “Jangan Lupa Bahagia.”
Lalu, bergabunglah sekelompok mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Jakarta. Mereka memutuskan membuat taman baca masyarakat. Kelompok ini bernama Komunitas FISIP Mengajar.
“Waktu itu, kami melihat menurunnya minat baca bukan karena anak-anak malas, tapi akses mereka terbatas terhadap bacaan,” kata Devina Febrianti (24), salah satu inisiator Taman Baca Masyarakat (TBM) Kolong, saat dihubungi dari Tangerang Selatan.
Hingga tahun 2017, bisa dikatakan tidak ada anak-anak yang berkunjung ke taman baca ini. Stigma negatif tentang kolong jembatan itu masih melekat di benak orangtua anak-anak yang bermukim di sekitar jembatan.
Anggota komunitas pun berinisiatif untuk “jemput bola”. Mereka mengunjungi rumah anak-anak itu, menjelaskan kepada orangtua mereka agar mau mengajak anaknya bermain di taman baca. Ini juga tak mempan. “Kami sering ditolak oleh orangtua,” kata mahasiswa tahun akhir Jurusan Hubungan Internasional ini.
Kegiatan di taman baca ini pun dievaluasi. Mereka berpendapat, jika aktivitas hanya membaca tok, barangkali akan sulit untuk meyakinkan anak-anak bermain ke taman baca.
Inovasi pun dilakukan. Setiap Selasa, Kamis, dan Sabtu diadakan bimbingan belajar, dilanjutkan dengan hari Minggu kreasi. Kegiatannya mendongeng, membuat kerajinan tangan. “Pokoknya kegiatan-kegiatan yang menarik buat anak-anak,” kata Devi.
Kerja mereka mulai membuahkan hasil. Satu per satu anak-anak mulai berdatangan ke taman baca yang mempunyai 1.500 buku ini. Hingga kini, tercatat ada 70 anak yang mengikuti kegiatan Minggu Kreasi. Pada Minggu (24/3/2019), akan ada musikalisasi puisi dan peluncuran buku kumpulan puisi “Karya Keluarga Besar TBM Kolong”.
Kehadiran taman baca ini membuat Asep (23) bersentuhan dengan buku. Tadinya, pria lulusan SD ini tidak pernah tahu yang namanya komik.
“Saya suka komik yang ada cerita perkelahiannya,” katanya.
Asep besar di jalanan. Baru 10 hari kemarin ia keluar dari terungku. Dua tahun lalu, ia kepergok warga mencuri gawai. Kaki kanannya “dilobangi” polisi. Ia mengaku mencuri untuk membiayai istrinya yang saat itu hamil.
Kini, di sela kerjanya sebagai “sopir tembak”, Asep memanfaatkan ruang di depan taman baca untuk beristirahat bersama sejawatnya.
Pada Kamis siang, sebuah sedan merah berhenti di pinggir taman baca. Seorang perempuan keluar dari mobil dan mengatakan maksudnya untuk menyumbang buku. Asep menghampiri mobil merah itu, lalu mengangkut satu kantong buku-buku bekas. “Sejak ada taman baca di sini, kolong jadi lebih bersih. Kalau dulu nggak karu-karuan dah bentuknya,” kata Asep. (INSAN ALFAJRI).