Menristek dan Dikti Cabut Aturan Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan tinggi bersedia mencabut peraturan menteri terkait uji kompetensi tenaga kesehatan yang dinilai melanggar ketentuan undang-undang. Aturan pengganti masih dalam pembahasan dan diharapkan bisa selesai sebelum Pemilu Presiden pada 17 April 2019.
“Menteri Ristek dan Dikti Mohamad Nasir bersedia mencabut Permenristek dan Dikti Nomor 12 Tahun 2016 tentang Uji Kompetensi Tenaga Kesehatan pada hari Senin tanggal 18 Maret,” kata Sekretaris Umum Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan (HPT Kes) Gunarmi ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Senin pagi, perwakilan HPT Kes mendatangi gedung DPR untuk melakukan aksi damai. Mereka keberatan dengan aturan uji kompetensi tenaga kesehatan yang dianggap tidak sesuai dengan Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan Undang-Undang Tenaga Kesehatan. Alasannya, kedua undang-undang mengatakan bahwa uji kompetensi harus dilakukan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan melalui kerja sama dengan organisasi profesi dan lembaga sertifikasi profesi terakreditasi.
Kenyataannya, uji kompetensi dilakukan oleh panitia nasional yang terdiri dari perwakilan Kemristek dan Dikti, Kementerian Kesehatan (Kemkes), perwakilan Perguruan Tinggi Kesehatan, organisasi profesi, dan lembaga sertifikasi. “Kemristek dan Dikti semestinya hanya bertindak sebagai regulator pembuat kebijakan, bukan operator ujian. Kemkes juga semestinya tidak terlibat untuk menguji mahasiswa PT Kes karena belum berstatus tenaga kesehatan profesional,” kata Gunarmi.
Menurut dia, pada Senin malam, Menteri Sekretaris Negara Pratikno memfasilitasi pertemuan HPT Kes dengan Menristek dan Dikti M Nasir. Seusai pemaparan dari perwakilan HPT Kes, Nasir menulis surat pernyataan bermaterai di kertas tanpa kop maupun cap Kemristek dan Dikti yang mengatakan bahwa ia menyetujui pencabutan Permenristek dan Dikti 12/2016. Tertulis di surat itu adalah saksi, yaitu Deputi Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakat Kementeria Sekretariat Negara Dadan Wildan.
Nasir menulis surat pernyataan bermaterai di kertas tanpa kop maupun cap Kemristek dan Dikti yang mengatakan bahwa ia menyetujui pencabutan Permenristek dan Dikti 12/2016.
Syarat
Gunarmi menyadari bahwa dari 1.500 perguruan tinggi kesehatan, masih banyak yang belum memiliki akreditasi. Oleh sebab itu, tugas Kemristek dan Dikti melakukan pendampingan dan pembinaan agar mutu perguruan tinggi kesehatan semakin baik. Bahkan, apabila jika ada perguruan tinggi kesehatan yang terbukti melanggar aturan boleh dikenakan sanksi terberat, yaitu dicabut izin operasionalnya.
“Pemerintah silakan membuat aturan, misalnya syarat minimal PT kesehatan yang boleh menyelenggarakan uji kompetensi adalah mereka dengan akreditasi B. Dengan demikian semua PT kesehatan akan berlomba untuk mencapai akreditasi tertinggi,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, terdapat 10 provinsi yang sudah memiliki lembaga sertifikasi profesi kesehatan terakreditasi. Bekerja sama dengan organisasi profesi dan perguruan tinggi kesehatan yang ditunjuk pemerintah, mereka bisa melaksanakan uji kompetensi yang terjamin kejujurannya. Uji kompetensi ini melihat aspek pengetahuan ilmiah, keterampilan kerja, dan perilaku ketika mahasiswa kesehatan memberi layanan kepada pasien.
Terdapat 10 provinsi yang sudah memiliki lembaga sertifikasi profesi kesehatan terakreditasi.
“Selama ini, uji komptensi yang dilakukan oleh panitia nasional hanya ujian tertulis. Tidak ada praktik,” kata Gunarmi.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Penjaminan Mutu Kemristek dan Dikti Aris Junaidi membenarkan adanya surat pernyataan dari Nasir tersebut. Terkait aturan pengganti masih akan dibahas lebih lanjut di kementerian.