JAKARTA, KOMPAS — Peran kereta api dalam angkutan orang dan barang dinilai masih kecil meski keberadaannya berpotensi menghemat biaya logistik. Selain infrastruktur yang terbangun belum banyak, ada biaya penanganan ganda (double handling) yang timbul sehingga ongkosnya menjadi tidak efisien.
”Penghematan peralihan angkutan barang dari jalan raya ke jalur kereta api bisa mencapai Rp 3,5 triliun per tahun per satu juta TEU (unit ekuivalen 20 kaki) peti kemas,” kata Ketua Masyarakat Kereta Api (Maska) Hermanto Dwiatmoko dalam Indonesia Railway Conference di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Penanganan ganda timbul karena barang masih harus dibawa dengan truk dari pabrik ke stasiun. Menurut Hermanto, untuk membuat angkutan kereta lebih murah, antara lain bisa ditempuh dengan menghapus Pajak Pertambahan Nilai.
Karena perlu penanganan ganda, angkutan kereta dinilai jadi tidak menarik. Dia menyebutkan, biaya angkutan untuk jarak 0-500 kilometer lebih efisien menggunakan moda jalan raya, sementara untuk jarak 500-1.500 kilometer efisien dengan kereta api, dan untuk jarak lebih dari 1.500 kilometer lebih efisien dengan moda laut.
Chairman Supply Chain Indonesia Setijadi menyebutkan, sektor transportasi Indonesia pada 2018 didominasi subsektor angkutan darat (jalan) dengan kontribusi 53,15 persen, lalu diikuti angkutan udara (36,10 persen). Jenis angkutan lain memberikan kontribusi rendah, yaitu angkutan laut (6,77 persen); angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (2,41 persen); serta angkutan rel (1,57 persen).
”Kontribusi kelima subsektor transportasi terhadap PDB tahun 2018 mencapai Rp 666,2 triliun atau meningkat sebesar Rp 50,7 triliun (8,23 persen) dibandingkan tahun 2017 sebesar Rp 615,5 triliun. Dari kelima subsektor transportasi itu, angkutan rel (kereta api) menunjukkan perubahan kontribusi tertinggi, yaitu sebesar 14,16 persen dari 9,17 triliun pada 2017 menjadi 10,46 triliun pada 2018,” kata Setijadi.
Dia memprediksi angkutan kereta akan terus meningkat, bahkan pertumbuhannya bisa mencapai 17,11 persen tahun 2019 ini. ”Pembangunan infrastruktur perkeretaapian dan kemacetan di jalan raya membuat angkutan kereta api tumbuh,” ujarnya.
Sementara Kepala Subdirektorat Lalu Lintas Ditjen Perkeretaapian Yudi Karyanto mengatakan, saat ini Kementerian Perhubungan sedang membangun banyak infrastruktur perkeretaapian. Pembangunan itu tidak hanya menggunakan dana APBN, tetapi juga dengan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
”Selain pembangunan infrastruktur kereta api di Jawa dan Sumatera, kami juga membangun kereta di Makassar-Pare Pare dengan skema KPBU. Pembangunan dengan KPBU ini membuat penggunaan APBN lebih leluasa untuk membangun daerah yang secara komersial tidak menguntungkan,” kata Yudi.
Perwakilan Union International Railway ASEAN, Milko Papazoff, mengatakan, Indonesia saat ini sedang mengatasi ketertinggalannya dari negara-negara lain terkait dengan kereta api. ”Pembangunan MRT, LRT, dan kereta cepat membuat perekonomian Indonesia akan semakin maju,” kata Papazoff.
Pembangunan perkeretaapian, tambahnya, memang cenderung lama dalam pembangunan, tetapi akan lebih efisien ke depannya.