Penyelenggaraan administrasi di Jawa Barat masih memerlukan perbaikan. Persepsi masyarakat terhadap maladministrasi masih ada meskipun rendah. Pola pikir dan kebiasaan konsumen menjadi acuan dalam memberikan pelayanan.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Penyelenggaraan administrasi di Jawa Barat masih memerlukan perbaikan. Persepsi masyarakat terhadap malaadministrasi masih ada meskipun rendah. Pola pikir dan kebiasaan konsumen menjadi acuan dalam memberikan pelayanan terbaik.
Persepsi malaadministrasi diambil dari pendapat warga tentang empat sektor pelayanan publik yang menjadi indikator. Indikator itu adalah perizinan, administrasi kependudukan, pendidikan, dan kesehatan.
Berdasarkan hasil survei Indeks Persepsi Malaadministrasi dari Ombudsman Republik Indonesia, Jabar berada di posisi kedua. Indeksnya 4,98, berada di bawah Nusa Tenggara Timur yang mendapatkan indeks 4,87 di tahun 2018.
Berdasarkan nilai tersebut, Jabar masuk zona kuning. Dalam persepsi malaadministrasi, ada tiga pembagian zona, yaitu hijau, kuning, dan merah. Zona hijau disematkan untuk daerah yang hampir tidak memiliki persepsi malaadministrasi, sedangkan zona merah adalah daerah dengan persepsi malaadministrasi tinggi.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Barat Haneda Sri Lastoto di Bandung, Kamis (21/3/2019), menjelaskan, Jabar masuk kategori daerah malaadministrasi rendah. Hanya sektor pelayanan kesehatan dan pendidikan di Jabar yang terbilang masih sarat malaadministrasi.
Haneda menuturkan, masyarakat menganggap malaadministrasi di layanan kesehatan bukan didominasi oleh kelalaian petugas, tetapi lebih ketidakpahaman masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan. Salah satu contohnya, protes masyarakat terhadap pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Oleh karena itu, petugas terkait perlu lebih memberikan sosialisasi agar masyarakat paham apa yang didapatkan dari layanan tersebut.
”Hal yang perlu digarisbawahi adalah layanan bukan hanya masuk ke ranah kedinasan terkait, tetapi juga institusi-institusi yang bertanggung jawab di sektor tersebut. Jadi, ini akan menjadi perbaikan bersama,” ujarnya.
Menurut Haneda, Pemprov Jabar perlu mengevaluasi kinerja pelayanan publik agar mendapatkan kepercayaan dari masyarakat hingga kalangan pengusaha. Penempatan petugas pelayanan yang berkompeten dan penguatan bidang informasi dan layanan masyarakat di setiap sektor menjadi diperlukan.
Haneda berujar, pelayanan tanpa malaadministrasi menjadi keuntungan bagi dunia usaha, mulai dari transparansi hingga kemudahan layanan sehingga investasi semakin mudah masuk. Hal ini, jika dilakukan secara berkelanjutan, akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil menyatakan, prestasi ini akan menjadi tolok ukur dalam memberikan pelayanan publik. Peringkat kedua ini, ujarnya, menandakan kualitas pelayanan di Jabar semakin baik meski masih belum sempurna.
Kamil berujar, perbaikan layanan dimulai dari mempelajari pola pikir masyarakat sehingga bisa memahami kebutuhan warga. Ia mencontohkan, jika warga ingin pelayanan yang mudah dan menggunakan teknologi digital, pemerintah menyediakan layanan pembayaran menggunakan aplikasi.
”Kami semakin yakin, masyarakat perlu dianggap sebagai konsumen sehingga para petugas sadar, mereka yang harus melayani masyarakat,” ujarnya.