PT Pesona Belantara Persada di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, diduga telah sengaja melanggar berbagai aturan terkait kepatuhan selaku pemegang izin hak pengusahaan hutan.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — PT Pesona Belantara Persada di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi, diduga telah sengaja melanggar berbagai aturan terkait kepatuhan selaku pemegang izin hak pengusahaan hutan. Namun, belum ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum.
Kepala Seksi Pemantauan dan Evaluasi Hutan Produksi Balai Pengelolaan Hutan Produksi (BPHP) Wilayah IV Jambi Akhmad Sodiq mengatakan, berbagai pelanggaran yang dimaksud di antaranya tidak tertib melaksanakan penatausahaan hasil kayunya.
Perusahaan itu juga tidak melakukan pengamanan serta dengan sengaja membiarkan pembalakan liar berlangsung dalam areal kerjanya. ”Mereka bahkan menebang kayu di luar blok kerjanya,” kata Sodiq, Kamis (21/3/2019).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pernah memberi sanksi pembekuan izin lingkungan perusahaan itu pada 2015. Sanksi itu terkait kebakaran yang melanda lebih dari 70 persen dari total 21.315 hektar luas areal kerja perusahaan.
Pembekuan izin dicabut pada 2016. Padahal, saat itu perusahaan dinilai belum mengupayakan pemulihan lingkungan pascakebakaran. Atas dasar itulah, izin rencana kerja tahunan ataupun izin mengakses sistem informasi penatausahaan hasil hutan (SIPUHH) tidak diberikan.
Tanpa kedua izin tersebut, perusahaan tidak boleh menebang ataupun mengangkut keluar kayu dari areal kerjanya. Sebelumnya, pihak BPHP Wilayah IV Jambi mengeluarkan catatan kinerja perusahaan kategori ”buruk” untuk perusahaan itu.
Sodiq menjelaskan, pihaknya pun telah menyampaikan surat kepada Kementerian LHK tahun 2016 untuk mengadakan post audit pada perusahaan. Post audit perlu dilakukan karena ditemukan indikasi pelanggaran dan kecurangan yang menyebabkan hilangnya pendapatan negara. Namun, rekomendasi untuk dilakukannya post audit belum ada tindak lanjutnya hingga kini.
Sesuai Peraturan Menteri LHK Nomor 46 Tahun 2015, tim post audit dibentuk untuk menguji ketaatan pemegang izin kawasan terkait pemanfaatan hutan produksi, penatausahaan hasil hutan kayu, serta kewajiban membayar pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Tim dapat pula mengetahui jika terjadi hilangnya atau berkurangnya hak-hak negara atas hasil hutan.
Saat itu, kami lihat sendiri kayu-kayu hasil tebangan menumpuk di sana. Padahal, perusahaan tidak punya izin tebang.
Kepala BPHP Jambi Muhamad Fendi menambahkan, sewaktu pihaknya bermaksud untuk melakukan pengawasan dan pembinaan di lapangan, timnya justru diusir oleh para pekerja perusahaan.
”Saya jadi saksinya. Sewaktu kami tiba di log pond (tempat penimbunan kayu perusahaan), kami tidak diizinkan masuk. Saat itu, kami lihat sendiri kayu-kayu hasil tebangan menumpuk di sana. Padahal, perusahaan tidak punya izin tebang,” ujarnya.
Namun, kata Fendi, bukan wewenang pihaknya untuk melakukan penindakan hukum pada perusahaan.
Berdasarkan pengamatan Kompas, distribusi kayu liar marak melintasi kanal dalam lokasi HPH PT PBP. Kayu keluar lewat dua pintu. Pertama, hasil tebangan kayu dialirkan menuju Sungai Kumpeh di Kecamatan Kumpeh Ilir, Kabupaten Muaro Jambi. Pintu keluar kedua adalah lewat wilayah Sungai Gelam di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan.
Diperkirakan, 300 meter kubik kayu keluar setiap hari dari dua akses tersebut. Kayu-kayu itu memasok kebutuhan industri pengolahan dan penampungan hasil kayu olahan di Jambi, Palembang, Lampung, Banten, hingga Jawa Tengah.
Terkait maraknya aliran kayu dalam kanal PT PBP, juru bicara perusahaan, Irzan, mengatakan, kayu-kayu itu bukan berasal dari areal kerja PT PBP, melainkan areal kerja perusahaan lain yang bersebelahan langsung dengan PBP. ”Mereka menumpang lewat kanal kami,” katanya.
Ia juga mengakui hasil pembalakan liar marak melewati kanalnya. Namun, sulit menghentikannya.
Di tempat terpisah, Direktur Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Jambi Komisaris Besar Daniel Yudo mengatakan, tengah menyelidiki persoalan ini. Pihaknya baru mengidentifikasi pembalakan liar dilakukan kalangan perseorangan. Adapun terkait keterlibatan korporasi dalam praktik liar itu masih akan ditelusuri.