“Survei Kompas”, Partai Baru Terancam Gagal ke Parlemen
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Sejumlah partai politik baru terancam tidak lolos ke parlemen karena elektabilitasnya masih jauh di bawah ambang batas parlemen. Mereka perlu menerapkan strategi lebih jeli dan berkampanye lebih intens agar tidak dapat menarik suara pemilih khususnya pemilih yang belum menentukan pilihan atau undicited voters.
Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas pada akhir Februari hingga awal Maret 2019 dengan melibatkan 2.000 responden di 34 provinsi dan margin of error +/- 2,2 persen, terdapat sepuluh partai yang memiliki elektabilitas di bawah ambang batas parlemen 4 persen.
Partai tersebut antara lain, PAN (2,9 persen), PPP (2,7 persen), Nasdem (2,6 persen), Perindo (1,5 persen), PSI (0,9 persen), Hanura (0,9 persen), Berkarya (0,5 persen), PBB (0,4 persen), PKPI (0,2 persen), dan Garuda (0,2 persen). Dari sepuluh partai tersebut, Perindo, PSI, Berkarya, dan Garuda merupakan partai baru peserta pemilu serentak 2019.
Meski demikian, elektabilitas PAN, PPP, Nasdem, dan Perindo masih dapat memenuhi ambang batas jika memperhitungkan margin of error 2,2 persen. Sementara elektabilitas partai lainnya jika ditambah margin error masih jauh dari ambang batas.
Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (21/3/2019), menilai, rendahnya elektabilitas partai lama disebabkan karena kelembagaan partai yang sangat lemah. Sejumlah partai tidak menempuh upaya yang konkret dan optimal dalam mengejar ketertinggalan elektabilitas dan sibuk dengan konflik internal di dalam tubuh partainya sendiri.
Sementara penyebab rendahnya elektabilitas partai baru, kata Mada, disebabkan karena partai tersebut tidak menawarkan ideologi alternatif sebagai pembeda dari partai yang telah eksis terlebih dahulu. Oleh karena itu, partai baru tersebut perlu mendesain ulang ideologinya meski sudah sulit mengejar elektabilitas di sisa waktu kampanye saat ini.
“Yang bisa dilakukan partai baru sekarang yaitu menyusun strategi menarik suara pemilih, tetapi fokus di segmen pemilih muda, orang tua, atau lainnya. Karena pertarungan sudah hampir menuju final, partai hanya perlu fokus meraih suara empat persen dan tidak perlu muluk-muluk,” ujarnya.
Tetap optimistis
Meski elektabiltas masih jauh dari ambang batas, sejumlah partai politik baru tetap optimistis dapat lolos ke senayan. Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni menyatakan, survei Litbang Kompas dan lembaga kredibel lainnya akan menjadi acuan PSI untuk melecut kadernya agar lebih militan dalam menggaet suara para pemilih.
“Kami melihat adanya tren kenaikan elektabilitas dari PSI ditambah lagi angka undicited voters yang masih tinggi. Hasil riset internal kami memang para pemilih PSI merupakan kelas menengah yang tidak biasa mengekspresikan pilihannya,” tuturnya.
Dalam menarik suara pemilih, kata Antoni, PSI akan terus mengintensifkan safari politik di sejumlah daerah di sisa waktu kurang dari satu bulan. PSI akan lebih intens berkampanye di daerah yang telah dipetakan untuk menarik suara seperti Jawa Tengah, Bali, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.
Dalam kampanye tersebut, PSI juga bertemu dengan kader, relawan, hingga tokoh masyarakat adat lokal di setiap daerah untuk menyampaikan apa yang diperjuangkan PSI.
“Kami antitesis terhadap strategi partai lain yang mengandalkan figur tunggal. Sebaliknya, kami justru mendistribusikan otoritas tersebut kepada caleg agar mereka memiliki panggung yang sama untuk dikenal masyarakat,” katanya.
Sikap optimistis juga ditunjukkan Sekjen Partai Garuda Abdullah Mansuri. Menurut dia, pihaknya lebih percaya dengan hasil survei internal meski banyak hasil suvey dari lembaga menyatakan Partai Garuda terancam tidak lolos ambang batas.
“Konsolidasi di semua tingkatan, safari politik, dan pembekalan caleg sudah kami lakukan. Partai Garuda memiliki strategi dan pola yang berbeda dengan partai lain dalam menarik suara pemilih,” ungkapnya.
Abdullah menjelaskan, strategi yang diterapkan Garuda yakni tidak mendeklarasikan dukungan ke salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden. Padahal, semua partai nasional peserta pemilu 2019 memutuskan untuk mendukung salah satu paslon. Menurut dia, hal ini justru membuat Garuda tampak berbeda dan dapat fokus terhadap idealismenya sendiri tanpa harus mengikuti partai manapun.
Selain itu, tambah Abdullah, Garuda juga tidak mengijinkan kadernya membuat janji politik karena kesadaran sebagai partai baru yang belum memiliki kemampuan finansial yang tinggi. Akan tetapi, caleg yang direkrut merupakan caleg yang memiliki kedekatan dengan masyarakat dan direkomendasikan oleh komunitas di masing-masing daerah.
“Caleg di tingkat kabupaten harus mendapat rekomendasi dari kelompok petani, pedagang, dan nelayan. Kami ingin menasbihkan diri bahwa partai ini lahir dari rahim rakyat dan memunculkan tokoh baru,” tuturnya.