JAKARTA, KOMPAS – Perhelatan Pemilu 2019 menjadi ajang pertaruhan bagi sejumlah partai politik yang punya tradisi lolos ke parlemen, untuk tetap berkiprah dalam perpolitikan nasional. Peluang mereka masih terbuka, asalkan bisa memanfaatkan sisa masa kampanye dengan terobosan baru.
Berdasarkan hasil survei KOMPAS, elektabilitas sejumlah partai politik (parpol) “muka lama” memiliki tren menurun dibandingkan Pemilu 2014 dan berada di bawah ambang batas parlemen sebesar empat persen. Partai-partai tersebut antara lain Partai Amanat Nasional (PAN) sebesar 2,9 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) sebesar 2,7 persen, Nasional Demokrat (Nasdem) 2,6 persen dan Hati Nurani Rakyat (Hanura) 0,9 persen.
Wakil Sekretaris Jenderal PPP Ahmad Baidowi mengatakan, Pemilu 2019 menjadi penentuan kiprah PPP dalam perpolitikan nasional. Oleh karena itu, PPP akan melakukan berbagai upaya untuk tetap bertahan dengan memanfaatkan seluruh sumber daya di daerah.
“Ini pertaruhan bagi PPP, apakah masih ada di jagad politik nasional atau selesai di tahun 2019. Tapi kami optimis jika melihat militansi kader daerah,” ungkapnya saat dihubungi dari Jakarta, Kamis (21/3/2019).
Menanggapi survei "Kompas", Baidowi mengatakan, prediksi semacam itu bukan yang pertama kali. Pada pemilu sebelumnya, PPP juga berhasil membalikkan sejumlah hasil survei yang menyatakan mereka tidak lolos. Menurutnya, hasil survei Kompas akan menjadi pelecut semangat dari para kader untuk kembali membalikkan hasil survei.
“Setiap menjelang Pemilu begitulah hasil survei PPP, tetapi hasil Pemilu selalu menunjukkan kami lolos. Dinamika di masyarakat, kan, terus bergerak,” kata Baidowi.
Menurut Baidowi, selain mengandalkan militansi kader, sejumlah upaya lain akan juga dilakukan PPP. Antara lain, mempertahankan basis pemilih tradisional, mengambil pemilih baru, dan memperkuat struktur partai. Tidak ada target spesial yang dicanangkan PPP, selain lolos ambang batas parlemen.
“Kita akan mendekati pemilih baru dengan cara mereka melalui media sosial atau kopi darat (kopdar). Hal itu sudah dilakukan oleh caleg-caleg,” kata Baidowi.
Andalkan caleg
Sementara itu, Ketua DPP PAN Yandri Susanto mengatakan, PAN akan mengandalkan peran caleg untuk mendulang suara dalam pileg. Peran caleg dioptimalkan karena mereka paham isu atau persoalan di dapil masing-masing dan mampu mendulang suara untuk lolos ambang batas parlemen.
Sebulan terakhir, caleg akan semakin intensif kampanye dari pintu ke pintu dan menyambangi pemilih yang diyakini kemungkinan besar memilih caleg PAN. Caleg akan fokus meraup suara sesuai basis dukungan di dapilnya masing-masing.
"Kerja caleg menjadi sangat vital untuk menentukan lolosnya PAN dalam setiap pemilu," ucap Yandri.
Ia menambahkan, PAN tidak akan menggelar kampanye terbuka. Sampai akhir masa kampanye, caleg akan fokus bergerak dari pintu ke pintu dan rajin berdialog dengan konstituen.
Masih berpeluang
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai, beberapa partai “muka lama” tetap masih berpeluang lolos ke parlemen karena masih memiliki basis pemilih yang loyal. Terlebih masih ada sebesar 18,2 persen pemilih yang belum menentukan pilihan berdasarkan survei Kompas.
“Di 2014 juga ada partai yang membalikkan survei, ada PAN, PPP, PKS. Salah satunya karena mereka sudah punya basis yang loyal,” ungkap Arya.
Misalnya PAN yang dinilai masih memiliki peluang dengan catatan harus bisa bergerak dengan cara berbeda agar pemilih tidak terserap ke partai koalisinya seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Adapun untuk PPP menghadapi situasi yang berbeda. Isu korupsi sangat mempengaruhi persepsi pemilih.
Kampanye rapat umum mulai 24 Maret mendatang menjadi ajang bagi parpol untuk bergerak secara masif. Menurut Arya, salah satu yang dibutuhkan adalah membuat gagasan segar yang terkait langsung dengan isu terkini di tengah masyarakat.
“Pada 2009 lalu, misalnya, PKS memainkan isu tentang politik bersih. Saat itu masyarakat resah dengan tingkat korupsi yang tinggi,” kata Arya.
Persaingan ketat
Persaingan perebutan kursi DPR di Senayan bakal sangat ketat jika dilihat dari rasio persaingan kursi, yaitu perbandingan jumlah caleg dengan kursi yang diperebutkan dalam satu dapil. Secara nasional, rata-rata rasio persaingan kursi Pileg 2019 adalah 1:14.
Hal ini berarti bahwa dalam Pileg 2019, satu kursi DPR RI rata-rata diperebutkan oleh 14 caleg. Angka rata-rata rasio tersebut meningkat dari Pileg 2014 dengan rata-rata rasio 1:12.
Di tingkat dapil, angka tersebut lebih beragam, ada yang lebih tinggi dan lebih rendah. Pada Pileg 2019, tercatat 7 dapil yang memiliki tingkat rasio persaingan kursi yang cukup tinggi, yaitu 1:15. Ketujuh dapil tersebut meliputi Dapil Aceh I, Bangka Belitung, DKI Jakarta I dan 2, NTB I, Maluku, dan Maluku Utara.
Sebaliknya, pada Pileg 2019, rasio persaingan kursi terendah juga terdapat di tujuh dapil. Tujuh daerah tersebut ialah Jawa Barat VIII, Jawa Tengah V, Jawa Tengah IX, DI Yogyakarta, Jawa Timur VI, Jawa Timur VII, dan Kalimantan Selatan. Ketujuh dapil tersebut memiliki rasio persaingan kursi 1:13. Walaupun tingkat persaingan di tujuh dapil tersebut tergolong rendah, angka tersebut masih lebih tinggi dari rata-rata rasio persaingan kursi Pileg 2014.