Pada mulanya sebuah akun Twitter tentang edukasi sejarah. Lalu, dua pemuda yang pernah kuliah di Universitas Islam Negeri Jakarta menjajal penjualan buku langka. Omzet puluhan juta pun mereka raup.
Husein Ja’far Al Hadar punya perhatian khusus terhadap sejarah. Melalui akun @SejarahRI, jebolan S-1 Filsafat UIN Jakarta ini mencuplik penggalan sejarah Indonesia yang ia sebut sebagai ”sejarah kecil”.
Hal itu terus dikembangkan melalui platform blog bernama sejarahri.com yang dirintis sekitar tahun 2015. Artikel di blog ini membahas materi sejarah secara populer. Salah satu artikel bercerita tentang Soekarno kecil yang ingin mercon di hari Lebaran. Sejumlah materi dalam blog ini pernah diterbitkan oleh Bentang Pustaka dengan judul Soekarno Poenja Tjerita (2016).
Awalnya, kata Husein saat dihubungi dari Tangerang Selatan, Banten, Jumat (22/3/2019), blog itu dirinya sendiri yang menulis. Kemudian pengunjung situs sejarah populer itu bertambah banyak. Ada kebutuhan untuk memperbanyak konten dengan menerima kontributor dari luar. Tetapi dari mana biayanya?
Husein lalu menggandeng Sayyid Fadel (28), yang juga mahasiswa UIN Jakarta, untuk memulai jualan buku bekas.
Pada tahun yang sama, Husein dan Fadel ditawari kenalan mereka di media sosial untuk menjual buku Di Bawah Bendera Revolusi (DBR) jilid I dan II yang ditulis Bung Karno. Mereka sudah punya modal, yakni akun Twitter yang pengikutnya mencapai 200.000 akun. ”Dalam hitungan menit, sepasang DBR langsung laku,” kata Husein, saat mengunggah buku tersebut di Twitter.
Teman Husein di media sosial itu menawarkan Rp 1,2 juta untuk sepasang DBR. Mereka berhasil menjual buku itu seharga Rp 1,6 juta.
Dari sinilah semua bermula. Mereka menilai penjualan buku bekas, khususnya sejarah, punya peluang untuk dijadikan bisnis. Mereka memulai usahanya itu di sebuah tempat indekos sempit di Ciputat, Tangerang Selatan, lalu pernah membuat lesehan di dekat kampus UIN sampai akhirnya pindah ke kontrakan di Jalan Cirendeu Indah, Ciputat Timur.
Di rumah dua tingkat itu, kata Husein, ada sekitar 15.000 buku bekas. Sebagian dari buku merupakan buku langka dan lawas. Dalam sebulan, omzet toko buku bernama Warung Sejarah RI ini mencapai Rp 50 juta.
Kepada Kompas, Fadel rekan Husein menunjukkan sejumlah koleksi buku lawas di rumah itu. Ada empat jilid Java karya PJ Veth yang dijual seharga Rp 15 juta. Ada juga buku karya M Yamin berjudul Tan Malacca, Bapak Republik Indonesia yang dibanderol seharga Rp 8,5 juta. Konon, kabarnya, buku terakhir itu tidak lebih dari 10 buah yang masih beredar.
Fadel bercerita, buku-buku langka itu merupakan hasil buruan mereka di sejumlah wilayah. Dulu, sekali dalam sebulan mereka rutin berkunjung ke Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta, untuk mencari buku lawas. Kini, mereka berjejaring dengan orang-orang di wilayah itu untuk mendapat buku lawas. Sesekali, mereka juga berkeliling di Ibu Kota.
Sejumlah pejabat pun, kata Fadel, pernah membeli buku di Warung Sejarah RI. Sebut saja Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Saat ini, mereka mengandalkan media sosial dalam menjalankan usaha. Ada ratusan buku yang di-posting setiap hari di akun Twitter. Di rumah kontrakan ini, Fadel dibantu oleh tiga orang yang mengurus akun media sosial. Mereka juga mendapat gaji setiap bulannya.
Husein menambahkan, usaha mereka tidak semata-mata bisnis. Dari omzet yang didapat, sekian persen disisihkan untuk kontribusi sosial. Mereka memasok buku ke taman-taman baca yang ada di sejumlah daerah. Mempertemukan buku dengan jodohnya, demikian slogan yang diusung Warung Sejarah RI. (INSAN ALFAJRI)