Berlari Cepat pada Putaran Akhir
Masa kampanye Pemilu 2019 yang tersisa kurang dari sebulan menjadi krusial. Capres dan cawapres akan berjuang merebut suara pemilih yang belum menentukan pilihan.
Ibarat lomba lari estafet, sisa 22 hari masa kampanye Pemilu 2019 adalah 100 meter terakhir yang menentukan. Dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden seperti pelari yang hanya memiliki satu pilihan, yakni berlari secepat mungkin untuk menjadi yang pertama di garis finis.
Survei Litbang Kompas pada akhir Februari hingga awal Maret 2019 dengan melibatkan 2.000 responden yang tersebar di 34 provinsi menunjukkan ada 13,4 persen pemilih yang belum menentukan pilihan. Adapun margin of error survei +/- 2 persen. Jumlah itu hanya turun 1,3 persen dibandingkan dengan survei pada Oktober 2018. Adapun elektabilitas Joko Widodo-Ma’ruf Amin mencapai 49,2 persen dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno 37,4 persen.
Dari Oktober 2018 hingga Maret 2019, kedua pasangan capres/cawapres sudah berkeliling Indonesia untuk menjumpai dan mendengarkan langsung aspirasi masyarakat. Tim sukses dan sukarelawan juga telah menggencarkan kegiatan dari pintu ke pintu untuk menyosialisasikan program kerja dan janji capres/cawapres unggulannya.
Selain itu, ketika pengumpulan data survei itu dilakukan, Komisi Pemilihan Umum juga sudah menggelar dua debat capres-cawapres. Namun, beberapa ikhtiar dari capres-cawapres itu belum mampu secara signifikan meyakinkan pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters).
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin, Misbakhun, mengatakan, hasil survei Litbang Kompas menjadi tantangan dan motivasi untuk mengintensifkan kampanye dari pintu ke pintu. Ia menekankan, daerah yang akan diprioritaskan adalah Pulau Jawa karena menyumbang 58 persen pemilih nasional, lalu Sumatera dan Sulawesi.
”Kami kerahkan sukarelawan dan partai untuk memberikan simbolisasi dan kepercayaan diri kepada pemilih ragu bahwa Pak Jokowi pantas menjabat untuk periode kedua,” kata Misbakhun dalam bincang-bincang Satu Meja di Kompas TV, Rabu (20/3/2019), yang bertajuk ”Pascadebat, ke Mana Pemilih Pemula?”
Dalam acara yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu, hadir pula sebagai pembicara Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Ferry Mursyidan Baldan; Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi, Miftah Nur Sabri; Juru Bicara TKN Jokowi-Amin, Budiman Sudjatmiko; pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Adi Prayitno; serta pakar komunikasi dan pemasaran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Nyarwi Ahmad.
Miftah Nur Sabri menganggap persentase undecided voters yang cenderung tinggi adalah indikasi pemerintahan Presiden Joko Widodo dianggap tidak terlalu berhasil oleh masyarakat. Selain itu, menurut dia, elektabilitas Jokowi-Amin yang berada di bawah 50 persen merupakan peluang bagi Prabowo-Sandi untuk memenangi kontestasi Pilpres 2019.
”Kami meyakini 13 persen pemilih yang belum menentukan pilihan itu cenderung ke Prabowo-Sandi. Atas dasar itu, kami akan menggencarkan kampanye untuk menyampaikan tiga isu utama, yaitu lapangan pekerjaan, biaya hidup, dan bahan pokok,” ujarnya.
Sementara itu, Ferry menambahkan, gelombang dukungan kepada Prabowo-Sandi terjadi karena program kerja yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, untuk mendongkrak suara Prabowo-Sandi, terutama meyakinkan pemilih yang belum menentukan pilihan, Prabowo-Sandi menyiapkan strategi untuk menghadapi kampanye rapat umum yang akan dimulai hari Senin (24/3/2019). Ferry mengungkapkan, Prabowo-Sandi akan menyapa dan merangkul masyarakat untuk mengantarkan ”Indonesia Menang”.
Dua tahap
Menurut Budiman Sudjatmiko, pemerintahan Presiden Joko Widodo masih mempunyai pekerjaan rumah yang akan diselesaikan jika diamanatkan kembali menjabat periode 2019-2024. Pada periode pertama, Jokowi fokus pada pembangunan infrastruktur yang telah direncanakan sebagai fondasi untuk membangun masyarakat Indonesia.
”Sebuah bangsa dibangun oleh infrastruktur dan kecakapan manusianya. Atas
dasar itu, Pak Jokowi membangun infrastruktur fisik pada periode pertama, lalu akan melanjutkan pembangunan manusia pada periode kedua,” ujarnya.
Meski demikian, Adi mengingatkan, elektabilitas petahana di bawah 50 persen bisa menjadi peringatan. Ia menganggap militansi tim sukses dan sukarelawan Prabowo-Sandi merupakan modal berharga meningkatkan suara pasangan itu.
Masa akhir kampanye, menurut dia, amat ditentukan oleh adanya ”pemicu” untuk menarik suara masyarakat. Contohnya, konser dua jari yang dilakukan Joko Widodo-Jusuf Kalla pada akhir masa kampanye Pemilu 2014.
Dari sisi pemasaran politik, kata Nyarwi, program kerja yang disampaikan Prabowo-Sandi ampuh menaikkan elektabilitas. Di sisi lain, ia mengingatkan Jokowi-Amin memanfaatkan instrumen yang dimiliki petahana, seperti tim sukses, kinerja pemerintah, partai, dan sukarelawan.
Umumnya, pelari terakhir pada lomba lari estafet adalah pelari tercepat. Demikian pula kontestan Pilpres 2019 dan tim sukses beserta sukarelawan harus bergerak lebih giat dan cepat untuk meyakinkan masyarakat untuk memilih mereka di bilik suara pada 17 April mendatang.