Komoditas pertanian di sejumlah daerah, termasuk beras organik dari Banyuwangi, Jawa Timur, merambah pasar ekspor di Asia, Afrika, Amerika, dan Eropa.
BANYUWANGI, KOMPAS Untuk pertama kalinya Banyuwangi mengekspor 2,8 ton beras organik ke Italia. Ekspor perdana beras organik produksi petani yang tergabung dalam Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya Sirtanio ini akan berlanjut dengan ekspor secara rutin ke Italia setiap bulan.
”Kami menyasar pasar Italia karena itu permintaan yang paling kecil. Kami belum bisa ekspor dalam jumlah besar. Sebenarnya ada permintaan dari Amerika Serikat dan China dalam jumlah lebih besar, tetapi kami tak mampu.
China, misalnya, meminta 80 ton per bulan, tentu kami belum bisa melayani jumlah tersebut,” ujar Ketua Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Sirtanio Samanhudi, Kamis (21/3/2019).
Pertanian organik di Banyuwangi, Jawa Timur, dirintis sejak 1999. Dalam dua tahun terakhir beras organik dari sana juga dipasarkan ke Australia, jumlahnya kurang dari 2 ton.
Samanhudi mengatakan, pihaknya bermitra dengan beberapa kelompok tani dan 120 petani perorangan untuk menggarap 70 hektar lahan pertanian organik bersertifikat. Sekitar 14 hektar lahan itu sudah mengantongi sertifikat nasional.
Produktivitas lahan pertanian organik yang dikelola para petani P4S Sritanio berkisar 4-5 ton gabah kering panen per hektar per panen. Dalam setahun mereka mampu panen hingga tiga kali.
Dalam setahun mereka mampu memproduksi 840-1.050 ton gabah organik. Sebanyak 168-210 ton di antaranya merupakan produksi berstandar ekspor.
”Ke depan kami ingin terus meningkatkan kapasitas produksi beras organik. Target kami, ada penambahan lahan organik minimal 10 hektar per bulan. Saat ini sudah ada 200 hektar lahan konversi yang siap ditingkatkan menjadi lahan organik,” ucap Samanhudi.
Pengembangan pertanian organik di sana tidak lepas dari peran Bank Indonesia Perwakilan Jatim. ”Bank Indonesia membina 58 kelompok pertanian organik, 11 di antaranya ada di Jatim. P4S Sirtanio merupakan binaan pertama Bank Indonesia yang berhasil melakukan ekspor. Kami akan menjadikan P4S Sritanio sebagai percontohan bagi kelompok pertanian organik lainnya,” kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Jatim Difi Ahmad Johansyah.
Kepala Bidang Pertanian Dinas Pertanian Banyuwangi Ilham Juanda mengatakan, luas lahan pertanian di Banyuwangi mencapai 65.000 hektar, 81,49 hektar di antaranya lahan pertanian organik bersertifikat. Hingga tahun 2021, Banyuwangi menargetkan lahan organik mencapai 300 hektar.
”Saat ini, sudah ada 200 hektar lahan konversi di Banyuwangi yang tersebar di delapan kecamatan, antara lain di Singojuruh, Kalibaru, dan Licin. Kami berharap tahun ini 200 lahan konversi itu dapat disertifikasi sehingga produksi beras organik di Banyuwangi yang saat ini sekitar 500 ton per tahun bisa meningkat,” katanya.
Sementara itu, di Surabaya, sejumlah produk pertanian nabati dan hewani dari Jatim senilai Rp 28,2 miliar diberangkatkan ke Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika melalui Pelabuhan Tanjung Perak.
Ekspor dilepas Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Surabaya Musyafak Fauzi. Ada satu produk yang diekspor perdana, yakni daun kelor (Moringa oleifera) dari Nganjuk sebanyak 12 ton.
Kemarin, Bali juga mengekspor 500 kilogram salak gula pasir ke Kamboja. Sebelumnya, Bali mengekspor manggis ke China pada Januari 2018.