Hanya Dua Kabupaten di NTT yang Realisasinya Capai 100 Persen
Hanya dua kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang dapat merealisasikan dana desa hingga 100 persen di 2018. Sisanya, sebanyak 20 kabupaten/kota hanya merealisasikan 30 – 90 persen dana desa. Dua kabupaten itu yakni Sabu Raijua dan Kabupaten Ngada.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS-Hanya dua kabupaten di Nusa Tenggara Timur yang dapat merealisasikan dana desa hingga 100 persen di 2018. Sisanya, sebanyak 20 kabupaten/kota hanya merealisasikan 30 – 90 persen dana desa. Dua kabupaten itu yakni Sabu Raijua dan Kabupaten Ngada.
Anggota Koordinator Wilayah NTT, Jawa Timur, dan Bali, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Alfi Rachman Waluyo dalam sosialisasi pencegahan Korupsi kepada para bupati/wali kota di Kupang, Kamis (21/3) mengatakan, KPK sangat serius mengikuti perkembangan penggunaan dana desa.
Dana triliunan rupiah itu, harus tepat sasaran, menciptakan kesejahteraan masyarakat desa, sesuai aturan yang ada. “Hanya ada dua kabupaten di NTT merealisasikan dana desa 100 persen tahun 2018, yakni Sabu Raijua dan Kabupaten Ngada. Sebanyak 20 kabupaten/kota lain realisasi dana desa bervariasi, dari 30– 90 persen. Sementara saat ini sudah memasuki pelaksanaan dana desa tahun 2019, bulan ketiga,”kata Alfi.
Sejak digulirkan 2015-2019, masih ada desa yang belum memiliki badan usaha milik desa (BUMDes). Juga belum ada desa yang memiliki papan publikasi (baliho) dana di desa itu. Pemasangan Baliho, salah satu bagian amanat Undang Undang. Desa yang tidak melaporkan dana desa melalui papan publikasi desa, itu patut dipertanyakan, apakah sumber daya aparatur desa masih terbatas, atau ada maksud tertentu.
Sejak digulirkan 2015-2019, masih ada desa yang belum memiliki badan usaha milik desa (BUMDes). Juga belum ada desa yang memiliki papan publikasi (baliho) dana di desa itu
Ia menilai, jika dana itu digunakan sesuai sasaran, masalah kemanusiaan seperti gizi buruk, rawan pangan, pengangguran, TKI/TKW ilegal di NTT bisa diatasi. Dana itu sudah digulirkan sejak 2015, tetapi belum ada desa yang benar-benar memperlihatkan keberhasilan luar biasa dalam mengelola dana itu. Bupati dan wali kota diminta lebih serius mengawasi penggunaan dana desa tersebut.
Audit dana desa segera dilakukan di setiap desa, dipimpin bupati dan aparat terkait. Kalau aparat desa bekerja sesuai sistem, maka tidak akan tersangkut kasus hukum.
"Kenapa orang Singapura kalau ke Indonesia merokok bisa di sembarang tempat tetapi kalau orang Indonesia ke singapura takut merokok. Di sini bukti bahwa sistem kita masih lemah, Singapura sudah kuat," kata Alfi.
Pengelolaan dan pengawasan dana desa, sangat terkait dengan kemampuan inspektorat, anggaran, dan SDM aparatur desa. Semestinya, dengan dana desa, desa-desa di NTT tidak miskin lagi. Jika sampai 2025 atau 10 tahun dana desa itu digulirkan, tetapi masih ada desa di NTT miskin, itu sangat disayangkan.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, tahun 2045 Indonesia memasuki usia 100 tahun. Saat itu, kemiskinan di desa-desa mesti sudah tidak ada lagi. Kalau masih ada, pun tidak sebanyak sekarang ini.
Miskin Pelaporan Kekayaan
Dalam hal pelaporan harta kekayaan pejabat negara (HKPN), hanya dua pejabat di NTT yang selesai melaporkan HKPN pada 2018, yakni Bupati Lembata Yentji Sunur dan Bupati Ngada Paulus Soli Wola. Padahal, UU mewajibkan semua pejabat negara melaporkan HKPN tersebut. Tidak hanya kepala daerah, tetapi juga semua auditor, bendahara, pejabat pembuat kebijakan, dan seluruh pejabat pembuat komitmen wajib melaporkan HKPN tersebut.
“Jadi, jumlah HKPN yang masuk ke KPK mestinya lebih dari 200 laporan per Pemda. Tetapi hanya 50 orang per Pemda yang memberi laporan wajib HKPN tersebut. Kalau jumlahnya cuma itu, tidak pas. Mengapa melaporkan HKPN saja mesti takut,”katanya.
Kepatuhan pelaporan gratifikasi pun harus jadi kewajiban tiap pejabat. Dari 22 Pemda di NTT, baru dua pejabat melapor, yakni Yance Sunur selaku bupati Lembata dan Paulus Soli Woa bupati Ngada.
"Pasal 12B tentang wajib lapor gratifikasi ini sedang ngetren. Hati-hati, yang menentukan itu gratifikasi atau bukan adalah KPK, jadi kalau bapak ibu ragu, laporkan saja. Batas waktu 30 hari setelah terima harus lapor,”kata Alfi.
Tambahan penghasilan pegawai itu dari indikasi kinerja, tanggung jawab kerja. Bukan hanya karena eselon atau golongan. Tetapi jika ada pejabat yang secara mendadak memiliki harta kekayaan berlebihan, sementara ia tidak memiliki usaha sampingan, itu tidak lazim lagi.
Ia mengatakan, setiap pemimpin dalam level apa pun, tentu dia orang baik. Ketua OSIS saja orang baik, apalagi kepala daerah. Status orang baik itu harus ditunjukan kepada masyarakat melalui kepemimpin dan pelayanan.
Wakil Gubernur NTT Yoseph Nae Soi mengingatkan para bupati, wakil bupati, sekretaris daerah, bendahara, dan pejabat pembuat komitmen segera melaporkan HKPN. “Saya minta dalam 2-3 hari ini, LHKPN harus sudah disampaikan ke KPK. Ini wajib dikerjakan,”tegas Nae Soi.
Baca juga Di NTT, Dana Desa Masih Mengendap di Tingkat Kabupaten
Editor:
Siwi Yunita
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.