JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum, Kamis (21/3/2019), menandatangani nota kesepahaman dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan sejumlah pengelola media massa. Hal itu dimaksudkan untuk menjamin agar Pemilu 2019 terlaksana dengan baik, cermat, dan profesional.
Hadir dalam acara tersebut adalah Ketua komisi Pemilihan Umum Arief Budiman serta Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badaruddin. Selain itu, dihadiri pula oleh Agung Susatyo yang mewakili Radio Republik Indonesia (RRI), Ardhi Suryadi (PT Trans Digital Media/Detik.com), Iwan Haryono (PT Radio Elshinta), dan Budiman Tanuredjo (PT Cipta Megaswara Televisi/Kompas Group).
Ketua KPU Arief Budiman menyampaikan, kerja sama antarlembaga itu penting dalam kaitannya secara eksternal dan juga internal. Terkait kerja sama dengan lembaga media massa, tambahnya, kepentingannya tidak hanya untuk menyampaikan informasi, tetapi juga mengontrol KPU agar dapat melaksanakan tugas dengan baik.
Arief menyampaikan, jika setiap pekerjaan KPU diinformasikan pada media-media massa dimaksud, hal tersebut membuat jajaran KPU harus lebih hati-hati dalam bekerja. Selain itu, KPU juga menjadi lebih cermat dan profesional.
Sementara khusus untuk PPATK, ujar Arief, kerja sama itu dinilai penting, tidak hanya untuk mengetahui aliran dana peserta pemilu, tetapi juga untuk penyelenggara pemilu. Bagi peserta pemilu, Arief mengilustrasikan bahwa kampanye rapat umum yang dimulai 24 Maret biasanya bersifat masif dengan kebutuhan anggaran besar.
”Kalau anggaran besar, transaksi perputaran uang (juga) besar,” ujar Arief. Ia mengatakan, pelibatan PPATK untuk memastikan ada kontrol terhadap transaksi yang berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Sementara untuk kepentingan internal, Arief berharap kontrol serupa diterapkan pada setiap anggota KPU untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Salah satu di antaranya dengan diketahuinya nomor rekening pejabat KPU oleh publik.
”Tujuannya untuk mengawal pemilu (agar) lebih baik. Kedua, meningkatkan partisipasi publik agar peduli dan mau terlibat dalam penyelenggaraan pemilu,” ujar Arief.
Terkait dengan penyampaian informasi kepada publik, ia berharap agar publik mau menggunakan informasi tersebut sebagai bagian partisipasi agar pemilu dapat berjalan lebih baik. Ini, misalnya, dengan mengawasi penghitungan dan rekapitulasi suara, alih-alih sekadar mencoblos.
Pada bagian lain Arief juga menyampaikan kekagetannya ihwal data sebagian survei yang menyebutkan bahwa pengetahuan publik tentang Pemilu Serentak 2019 masih di bawah 50 persen. Padahal, kata Arief, strategi sosialisasi yang dilakukan KPU sudah sampai berbasis keluarga.
Hal inilah, ucap Arief, yang membuat KPU terus menyampaikan informasi terkait dengan pemilu ke beberapa daerah. Di sisi lain, keterbukaan di semua tahapan semakin ditingkatkan untuk semakin menambah tingkat kepercayaan publik.
Pertukaran informasi
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa penandatanganan nota kesepahaman antara PPATK dan KPU merupakan pembaruan dari dokumen serupa lima tahun sebelumnya. Ia menilai hal tersebut sangat penting untuk menjamin adanya pertukaran informasi karena ada ketentuan mengenai hal tersebut di dalam undang-undang.
Ia menjelaskan, hasil kerja PPATK sesungguhnya diperuntukkan bagi penegak hukum. Akan tetapi, hasil tersebut bisa juga diberikan kepada beberapa lembaga terkait yang dibiayai APBN dalam hubungannya dengan pencegahan tindak pidana pencucian uang dan terorisme yang disyaratkan dengan adanya nota kesepahaman.
Kiagus menilai, Pemilu Serentak 2019 sebagaimana pilkada serentak yang sebelumnya dilangsungkan merupakan tahapan-tahapan penting dalam proses perekrutan kepemimpinan nasional dan daerah. Ia menyambut baik ajakan KPU, dan beberapa waktu sebelumnya dengan Bawaslu, untuk menjaga pemilu dengan sebaik-baiknya dan kalau bisa mengurangi biaya politik yang terlalu mahal sehingga melahirkan dampak-dampak tidak diinginkan.