DKI Sambut Positif Penolakan Gugatan Rusun
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyambut baik putusan Mahkamah Agung yang tidak menerima gugatan untuk dilakukannya uji materi terkait peraturan rumah susun. Dengan ditolaknya gugatan ini, penertiban rumah susun dapat terus dijalankan.
Kepala Bidang Pembinaan, Penertiban, dan Peran Serta Masyarakat Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) DKI Jakarta Meli Budiastuti mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersyukur atas amar putusan tersebut, sehingga implementasi Peraturan Gubenur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018 tentang pembinaan pengelolaan rumah susun milik tetap akan dijalankan.
“Penerapan Pergub 132 ini dilakukan baik kepada PPRS (Perhimpunan Penghuni Rumah Susun) dan P3SRS (perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun) yang telah berbadan hukum, maupun kepada pelaku pembangunan selaku pengelola sementara,” katanya di Jakarta, Jumat (22/3/2019).
Menurut Meli, selama Pergub 132/2018 tersebut belum dicabut, tentunya implementasi Pergub akan tetap dijalankan. DPRKP DKI Jakarta bersama para wali kota dan perangkat daerah terkait lainnya yang diberikan kewenangan oleh Gubenur DKI Jakarta selaku pembina dan pengendali atas pelaksanaan pengelolaan rusun milik.
Sebelumnya, uji materi terhadap dua aturan rumah susun diajukan ke Mahkahmah Agung oleh notaris Sutrisno Tampubolon dan Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI). Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 23 Tahun 2018 Tentang P3SRS dan Pergub DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018.
Tuntutan itu didasarkan atas pendapat dua aturan itu terbit sebelum ada peraturan pemerintah terkait rumah susun. Secara hierarki urutan penerbitan peraturan dimulai dari tingkat UU, PP, peraturan menteri, hingga peraturan gubernur.
Selain itu, gugatan juga diajukan atas keberatan terhadap sistem pemungutan suara dalam pemilihan P3SRS yang menghitung satu orang satu suara. Akibatnya, pemilik satu unit rumah susun mempunyai bobot suara sama dengan pemilik lebih dari satu unit di satu lokasi.
Selama gugatan itu diproses di Mahkahmah Agung, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap menjalankan Pergub 132/2018 tersebut. Sebanyak 195 P3SRS di DKI Jakarta menjadi sasaran pertama. Mereka diberikan waktu hingga akhir Maret untuk menyatakan kesediaan untuk pembinaan sesuai Pergub itu.
Meli mengatakan, 195 P3SRS tersebut merupakan P3SRS yang sudah berbadan hukum dengan pengesahan oleh Gubernur DKI Jakarta. “Surat Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta untuk mengimplementasikan ini sudah disampaikan pada 14 Januari 2019 lalu. Sehingga sudah ada cukup waktu,” katanya.
Kalau sampai akhir Maret ini, P3SRS belum mengirim surat kesediaan implementasi, DPRKP DKI Jakarta akan dikirimkan surat kembali. Apabila dalam sepekan tetap tak ada tanggapan, surat itu akan diikuti surat peringatan 1 dan 2.
DPRKP DKI Jakarta akan melaporkan pada Gubernur DKI Jakarta P3SRS yang tak juga memberi tanggapan setelah surat peringatan 1 bahwa tak adanya itikad baik dari P3SRS bersangkutan. Sanksinya adalah pencabutan status badan hukum P3SRS yang bandel.
Hingga pertengahan Maret lalu, sekitar 20 pengurus P3RSS sudah mengirim surat kesediaan tersebut. Untuk implementasinya, diberikan waktu cukup lama karena memang diperlukan waktu panjang untuk menyelesaikan tahapan.
Tahapan-tahapan itu mulai dari mengirimkan surat undangan ke penghuni, sosialiasi kepada penghuni, pendataan, musyawarah, menentukan anggota luar biasa untuk mengesahkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta tata tertib dan susunan organisasi. Baru sesudahnya dilakukan pemilihan pengurus dan pengawas P3RSS yang baru yang sesuai dengan Pergub 132/2018.
Meli mengatakan, pihaknya memberikan asistensi untuk implementasi Pergub 132/2018 itu. “Ini yang kami fokuskan dalam waktu tiga bulan. Untuk rumah susun yang masih dalam pembangunan maupun belum punya P3SRS tetap dilayani dengan target waktu satu tahun,” katanya.
Selama beberapa waktu terakhir, semakin banyaknya penghuni rusun di DKI Jakarta menimbulkan sejumlah persoalan. Sejumlah permasalahan pengelolaan rusun itu sudah dikeluhkan ke Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta maupun ke Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya.
Ketua Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho pernah menyebutkan keluhan soal pengelolaan rusun atau apartemen mendominasi keluhan dari warga DKI yang masuk.
Keluhan terbanyak adalah soal iuran maupun tarif yang dinilai ditetapkan sepihak oleh pengelola sehingga penghuni merasa dirugikan.
Tak diperkenankan
Meli mengatakan, pangkal masalalah pengelolaan rumah susun di Jakarta salah satunya adalah para pengurus P3SRS yang bukan orang yang tinggal di rumah susun tersebut. Bahkan, ada karyawan perusahaan yang ditunjuk oleh pemilik satuan rumah susun untuk masuk dalam kepengurusan P3SRS.
“Ini tak diperkenankan lagi terjadi. Pengurus harus orang yang tinggal di dalam rumah susun karena mereka yang tahu betul permasalahan yang terjadi di sana,” katanya.
Berdasar Pergub Nomor 132/2018 itu, pengurus dan pengawas P3SRS harus berisi perwakilan dari para penghuni yang betul-betul tinggal dan berdomisili di lokasi rumah susun tersebut. Hal ini dibuktikan dengan KTP dan KK di lokasi rusun.
Para pengurus ini yang nantinya bermitra kerja dengan pengelola rusun. Pengelola rumah susun harus mengikuti perintah dari pengurus P3SRS sehingga bukan lagi pengelola yang bisa menentukan tarif maupun tata tertib di sana. “Pengelola ini dipilih oleh P3SRS. Pengelola biasanya perusahaan profesional yang berbadan hukum yang memang profesional dalam mengelola gedung atau rumah susun,” kata Meli.
Sementara itu, penghuni atau penyewa tak bisa menjadi pengurus P3RSS. Mereka hanya bisa menjadi anggota P3SRS dan punya hak suara di rusun setelah mendapat surat kuasa dari pemilik unit. Sama dengan itu, pemilik unit yang tak mempunyai KTP dan KK di lokasi rumah susun hanya bisa menjadi anggota P3SRS. “Bukan hanya di DKI Jakarta ya, tapi harus betul-betul KTP dan KK di lokasi rusun itu,” ujar Meli menjelaskan.
Hindari investasi
Kebijakan ini dimaksudkan agar rumah susun tidak hanya menjadi investasi namun betul-betul dimanfaatkan menjadi tempat tinggal. Seperti diketahui, banyak unit apartemen digunakan sebagai investasi dan kosong tak terhuni di tengah tingginya kebutuhan tempat tinggal di Jakarta.
Meskipun demikian, tak ada larangan untuk menjadikan rusun sebagai investasi, namun hak dari pemilik yang tak berdomisili di sana dibatasi.
Sejauh ini, DPRKP DKI Jakarta belum mempunyai data jumlah penghuni rusun di DKI Jakarta, meskipun sebenarnya P3SRS wajib memperbaharui data penghuni setiap enam bulan sekali.
Pendataan secara tepat juga masih sulit dilakukan karena masih banyak rumah susun yang masih menginduk ke RT/RW setempat. Hal ini karena banyak rusun tak memiliki RT/RW karena jumlah penghuni belum memenuhi syarat. Untuk membentuk RT/RW di rumah susun, jumlah penghuni ber-KTP dan ber-KK di lokasi rumah susun harus memenuhi syarat minimal yaitu 80 orang.