Menari Bersama demi Kertajati
Saat benteng birokrasi kian meninggi, mungkin hanya seni budaya yang mampu mendobraknya. Seni budaya membuat ego merendah lalu membuka jalinan kerja sama.
Pesan itu coba disampaikan Sanggar Sunda Rancage saat menampilkan kolaborasi tarian khas dari sembilan daerah di Jawa Barat, Jumat (8/3/2019). Para penari beraksi di lantai satu Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati, Kabupaten Majalengka. Bandara terluas kedua setelah Bandara Soekarno-Hatta itu pun sontak semarak.
Tarian cingcowong asal Kabupaten Kuningan membuka kolaborasi tari tersebut. Tiga perempuan penari membawa dua wadah kecil seraya meminta hujan, sesuai makna tarian untuk mencegah kemarau ganas. Setelah itu, tarian umbul dari Sumedang tampil dengan gerakan khas pinggulnya.
Selanjutnya, seorang penari membawakan tari topeng klana khas Cirebon, disusul tari ronggeng ujungan khas Majalengka yang tampil dengan keramahan kostum hijau penari.
Ketika penari ronggeng ujungan turun panggung, datang tiga perempuan menari jaipongan Karawang. Sajian berikutnya tari sintren khas Indramayu. Tiga remaja perempuan yang mengenakan selendang dan kacamata hitam datang bergoyang. Gemulai tangannya mengikuti lantunan gamelan.
Setelah itu, tiga pria menampilkan tarian sisingaan khas Subang. Mereka memanggul boneka singa sembari menari. Dulu, sisingaan menjadi simbol keberanian melawan penjajah.
Tak berapa lama, muncul tarian sampurasun khas Purwakarta. Sampurasun dalam budaya Sunda adalah sebuah salam yang bermakna doa sebuah pertemuan.
Pada gerakan penutup, tarian khas sembilan daerah ini menyatu dalam satu panggung, bergerak seirama. Tepuk tangan penonton pun membahana. Selama 20 menit, sembilan daerah yang berlatar Sunda dan Cirebonan-Dermayu itu menyatu dalam tarian.
Pimpinan Sanggar Sunda Rancage Aceng Hidayat mengaku, ide kolaborasi tari itu muncul saat PT BIJB, pengelola BIJB Kertajati, memintanya mengisi acara pertemuan sembilan pemda. ”Kami diberi tahu hari Senin. Latihannya hanya tiga hari,” ujarnya.
”Pesannya, setiap daerah punya kekhasan seni dan budayanya dengan kearifan lokal masing-masing. Meski berbeda, semua bisa berkolaborasi. Pemda di sekitar bandara juga diharapkan demikian. Melalui bandara, kekayaan ini bisa mendunia,” ucap Aceng.
Belum ramai
Sayangnya, harapannya tak terwujud hari itu. Dari sembilan pimpinan daerah yang diundang, hanya Wakil Bupati Majalengka Tarsono Mardiana sebagai tuan rumah yang hadir. Selebihnya, tak tampak. Padahal, dalam pertemuan itu, Sekretaris Daerah Jabar Iwa Karniwa menginstruksikan agar aparatur sipil negara di lingkungan Pemprov Jabar dan pemda menggunakan BIJB Kertajati.
”Untuk meramaikan Kertajati, kami memulai dari diri sendiri,” ucap Iwa. Perwakilan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Jabar, serta perwakilan tiga keraton di Cirebon juga ikut hadir. Mereka turut menandatangani kanvas besar sebagai simbol dukungan untuk BIJB Kertajati.
Awal Januari lalu, ketika Gubernur Jabar Ridwan Kamil dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengunjungi BIJB Kertajati, kondisinya hampir sama. Hanya Bupati Majalengka Karna Sobahi, Bupati Kuningan Acep Purnama, dan Wakil Wali Kota Cirebon Eti Herawati yang hadir. Saat itu, Kamil membahas strategi meramaikan bandara.
Hingga kini, bandara seluas 1.800 hektar itu kondisinya masih sama: sepi. Sejak diresmikan 24 Mei 2018, bandara itu melayani 11 rute penerbangan dengan lima maskapai. Rutenya itu meliputi Medan, Surabaya, Bandar Lampung, Semarang, Yogyakarta, Palembang, Balikpapan, dan Madinah, Arab Saudi.
Namun, saat ini, hanya maskapai Citilink dengan rute menuju Surabaya dan Medan yang masih beroperasi. Itu pun hanya tiga kali sepekan. Padahal, sebelumnya, rute ke Surabaya beroperasi reguler setiap hari. Bahkan, sebenarnya, BIJB Kertajati telah memiliki izin 14 rute penerbangan.
Penerbangan rute lainnya dibatalkan karena minimnya penumpang. PT BIJB mencatat, tingkat keterisian penumpang di bawah 50 persen, bahkan ada yang menyentuh 11 persen. Sementara target tingkat keterisian penumpang mencapai 80 persen.
Di bandara dengan terminal seluas 96.280 meter persegi itu, baru berdiri 2 mesin anjungan tunai mandiri, 2 kantor perbankan, 2 minimarket, serta 4 kios makanan dan minuman. Padahal, area komersial tersedia hingga 15.000 meter persegi.
PT BIJB juga telah menawarkan insentif, seperti subsidi dan iklan, agar pelaku usaha berinvestasi dengan membangun tenan dalam bandara. Perusahaan maskapai juga diberikan insentif gratis pendaratan dan parkir. Namun, apron bandara yang mampu menampung hingga 22 pesawat itu masih lengang.
Salah satu faktor penyebab sepinya bandara itu adalah belum rampungnya Jalan Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan. Iwa memastikan, sebagian jalan tol bisa beroperasi pada September. Total panjang Tol Cisumdawu 61 kilometer, terbagi dalam enam seksi.
Sementara BIJB Kertajati harus mencari penumpang baru. Di sisi lain, infrastruktur pendukung masih minim. Hotel belum terbangun di sekitar bandara. Hotel bintang tiga terdekat berada di pusat pemerintahan Majalengka, sekitar 30 kilometer dari bandara. Hotel berbintang lainnya terletak di Cirebon, sekitar 45 menit dari bandara.
BIJB Kertajati juga dihadapkan pada melambatnya jumlah penumpang pesawat. Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah penumpang pesawat domestik selama Januari 2019 mencapai 6,6 juta orang, turun dibanding periode yang sama tahun lalu, 7,61 juta jiwa. Selain terkait harga tiket, penumpang juga diperkirakan terdistribusi ke Jalan Tol Trans-Jawa (Kompas, 8/3/2019).
Telur atau ayam
Menurut Direktur PT BIJB Muhammad Singgih, ada potensi pasar 15 juta penumpang di sembilan kabupaten/kota di sekitar bandara. Ia optimistis masa depan BIJB Kertajati dengan area industri lebih dari 3.000 hektar akan cerah. ”Bulan Mei, maskapai Garuda Indonesia siap membuka dua rute penerbangan langsung ke Arab Saudi,” katanya.
Pada April, landas pacu sepanjang 3.000 meter dipastikan beroperasi. Sebelumnya, landas pacu hanya sepanjang 2.500 meter. Dengan begitu, pesawat berbadan besar dapat mendarat dan penerbangan umrah langsung ke Arab Saudi dapat ditempuh, tidak lagi transit di India. Kargo seluas 4.480 meter persegi di sekitar bandara juga difungsikan April.
Sekretaris Eksekutif Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Jabar Dewi Anggraeni menilai, problem BIJB Kertajati sama peliknya dengan pertanyaan mana lebih dahulu, telur atau ayam. ”Pelaku usaha menunggu bandara ramai. Sebaliknya, bandara menanti investasi dari pebisnis. Jadi, saling menunggu,” ujarnya.
Kebijakan memberangkatkan calon jemaah haji dan umrah Jabar dipusatkan di BIJB Kertajati, sejauh ini terkendala belum adanya asrama haji. Alih-alih bekerja sama, para pemda di sekitar bandara malah berebut menjadi tempat asrama haji untuk penerbangan haji di BIJB Kertajati.
Menilik kondisi ini, rasanya pemda perlu belajar dari kolaborasi tarian sembilan daerah. Jangan sampai bandara dengan atap serupa sayap burung merak—bermakna penyambutan bagi tamu seperti tarian merak khas Jabar—tapi tidak menyambut siapa pun. (ABDULLAH FIKRI ASHRI)