Sprinter muda Lalu Muhammad Zohri terus membenahi teknik dan meninggalkan sejumlah kebiasaan buruk demi catatan waktu yang lebih cepat. Dia berjuang lolos ke Olimpiade 2020.
JAKARTA, KOMPAS – Menjelang kejuaraan Grand Prix Asia Atletik 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia, 30-31 Maret, jajaran pelatih berusaha untuk terus meminimalisir kekurangan sprinter andalan Indonesia Lalu Muhammad Zohri. Hingga saat ini, ada tiga kekurangan Zohri, yakni waktu reaksi start, pundak naik saat awalan lari, dan kebiasaan menoleh ke arah pencatat waktu jelang finis. Semua elemen itu berpengaruh negatif terhadap kecepatan lari atlet asal Nusa Tenggara Timur itu.
Pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini di sela latihan rutin pelatnas di Jakarta, Jumat (22/3/2019), mengatakan, salah satu kelemahan utama Zohri adalah waktu reaksi start kurang cepat. Sering kali, Zohri terlambat berlari seusai petugas start melepaskan aba-aba berupa suara letusan pistol.
Reaksi awal start atau reaction time turut memengaruhi kecepatan. Saat final 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik U-20 2018 di Finlandia, reaction time Zohri 0,131 detik sehingga bisa juara dengan catatan 10,18 detik. Di final lari 100 meter Asian Games 2018, reaksi start Zohri melambat jadi 0,145 detik, sehingga hasil larinya pun melambat jadi 10,20 detik.
Menurut Eni, sejumlah faktor yang membuat reaksi awal kurang baik antara lain, gerakan teknik yang kurang baik dan atlet tidak fokus menunggu aba-aba petugas start. Saat Asian Games 2018, Eni mengakui, bahwa teknik start Zohri belum terlalu baik. Saat itu, kepalanya menunduk dan tangannya lurus ke belakang. Harusnya, kepala lurus sejajar dengan punggung dan kaki, serta tangan sedikit menekuk dan tidak boleh terlalu jauh dari punggung.
Namun, saat ini, teknik start Zohri sudah membaik. Akan tetapi, ada kebiasaan buruk yang masih melekat di dirinya, yakni, pundak naik saat awalan lari. Hal itu membuat tubuh tidak rileks sehingga akselerasi tidak mulus. Di samping itu, Zohri pun dinilai masih kurang fokus menunggu aba-aba dari petugas start. ”Untuk itu, 30 meter awal, Zohri biasanya jelek. Dia baru bagus setelah 30 meter akhir,” ujar Eni.
Di samping itu, Eni menyampaikan, Zohri juga masih membawa kebiasaan menoleh ke arah pencatat waktu saat mendekati finis. Hal itu juga bisa membuat kecepatan berkurang. ”Kami terus ingatkan untuk tidak lagi melakukan kebiasaan buruk itu. Beberapa kali ia bisa menghentikannya, tapi kadang kala diulang lagi. Tidak mudah untuk merubah kebiasaan tapi semuanya masih bisa dilakukan. Apalagi Zohri masih muda,” ujar pelatih senior itu.
Dalam latihan kali ini, para atlet atletik elite nomor sprint dilatih memperbaiki teknik start atau start block. Pelatih melakukan simulasi tiga kali untuk start block lari 30 meter. Kemudian, latihan dilanjutkan dengan latihan akselerasi kecepatan di lintasan 80 meter. Dalam latihan start block, Zohri sekali terlambat melakukan reaksi, sekali terlalu cepat, dan sekali tepat waktu.
Saat Zohri lari lebih awal dari aba-aba petugas start, para pelatih langsung menegur Zohri. Sebab, hal itu berbahaya untuk dirinya. Dalam perlombaan, atlet yang mencuri start akan langsung didiskualifikasi. ”Itu bukti bahwa Zohri sering tidak fokus dengan aba-aba dari petugas start,” tutur Eni.
Motivasi berbenah
Zohri mengakui, kebiasaan mengangkat pundak saat awal lari dilakukan tanpa sadar. ”Kebiasaan pundak naik memang jadi kelemahan saya. Itu dilakukan begitu saja. Saya berusaha untuk tidak mengulanginya, tapi kadang masih sering diulangi tanpa sadar,” ujarnya.
Terkait reaksi start, Zohri menuturkan, itu terjadi karena dirinya sering menghitung sendiri aba-aba. Sering kali, hal itu justru lebih lambat dibanding aba-aba petugas start. ”Saya biasanya fokus dengan diri sendiri, tidak fokus dengan aba-aba petugas start,” ujar sprinter berusia 18 tahun itu.
Zohri atlet lari potensial. Namun, ia harus terus membenahi diri. Apalagi, targetnya untuk lolos Olimpiade Tokyo 2020 tidak mudah. Batas waktu untuk lolos nomor 100 meter di Olimpiade 2020, yakni 10,05 detik.
Sedangkan waktu terbaik Zohri 10,18 detik. Melihat data itu, waktunya masih kalah jauh dibanding tiga pelari terbaik di final 100 meter Asian Games 2018, yakni pelari asal China Su Bingtian dengan waktu 9,92 detik, pelari asal Qatar Tosin Ogunode dan pelari asal Jepang Ryota Yamagata masing-masing 10,00 detik.
Di final 100 meter Olimpiade Rio de Jainero 2016, tiga pelari terbaik semuanya berlari di bawah 10,00 detik, yakni pelari asal Jamaika Usain Bolt 9,81 detik, pelari asal Amerika Serikat Justin Gatlin 9,89 detik, dan pelari asal Kanada Andre de Grasse 9,91 detik.
”Tapi tidak ada yang tidak mungkin. Saya berusaha setidaknya bisa lolos Olimpiade 2020 dulu. Apalagi masih ada waktu setahun tiga bulan lagi,” tutur Zohri.
Dalam waktu dekat, Zohri akan turun di nomor 100 meter Grand Prix Asia Atletik di Kuala Lumpur, Malaysia, 30-31 Maret. Grand Prix Asia menjadi bagian kejuaraan untuk mengejar batas waktu lolos Olimpiade 2020. Sedangkan rekan-rekannya di tim estafet 4x100 meter akan tampil di nomor 100 meter dan estafet 4x100 meter di Singapura Terbuka, pada 28-29 Maret.